Bab 14 – Cemburu
Bima
memeluk Mila dari belakang sambil menarik lepas kerudung besar yang selalu ia
pakai. Bahkan meskipun di rumah Mila tetap menggunakan kerudungnya, kadang Bima
heran kenapa Mila tetap memakai kerudung meskipun ada di rumah. Lucunya bila
Bima pulang dan melihat Mila yang menggunakan daster panjang dan kerudung
syari’nya juga, Bima kadang masih penasaran dengan rambut maupun bentuk tubuh
Mila meskipun ia bisa melihatnya kapan saja.
“Kamu
cemburu sama siapa?” tanya Bima sambil mengelus pinggang Mila dan mencium
bahunya.
“T-temenmu,
A-Ayu…” jawab Mila jujur dengan sedikit malu-malu dan akhirnya menatap Bima.
Bima menatap
mata Mila dengan tenang. “Kenapa cemburu?” tanya Bima ingin jawaban lebih
jelas. Mila menundukkan pandangannya, namun Bima langsung menahan dagunya.
“Tatap aku kalo lagi ngomong,” ucap Bima.
Mata Mila
langsung berkaca-kaca dan menangis. “Aku cemburu dia lebih kenal, lebih deket,
lebih lama kenal sama Mas daripada aku. Aku cemburu liat dia berduaan sama Mas,
aku gak tau aku salah atau enggak tapi kemarin aku denger katanya kamu gak
boleh deket sama aku. Aku sedih, aku gapapa di cuekin tapi aku gak bisa Mas di
jauhin sama Suamiku sendiri…” Mila tersengal-sengal oleh nafas dan tangisannya
sendiri begitu ia jujur pada Bima. “Aku gak melarang Mas temenan sama siapa
aja, cowok cewek siapapun terserah. Tapi aku sedih banget waktu Ayu bilang gitu
sambil marah sama kamu Mas,” ucap Mila.
Bima merasa
sangat bersalah pada Mila. Bima ingin hubungannya tidak terlalu dekat dan
bergantung pada Mila bukan karena benci pada Mila, tapi Bima takut terlena dan
sakit hati nantinya. Bima tak bermaksud untuk menyakiti hati Mila dan
membuatnya menangis seperti ini. Bima juga tak ingin menjauhi Mila sama sekali.
“Maaf ya,
aku gak bermaksud bikin kamu nangis. Aku juga gak bakalan jauhin kamu Dek…”
“Karena
kita harus pencitraan di depan publik?” tanya Mila dengan suara bergetar.
Bima terdiam,
ia tak kuat menatap Mila yang berlinangan airmata di sampingnya padahal
sebelumnya ia sendiri yang meminta Mila untuk menatap matanya.
Mila
menyingkirkan tangan Bima yang mengelus punggungnya lalu memunggungi Bima. Bima
menghela nafas lalu memeluk Mila dari belakang dengan erat. Berharap itu akan
dapat menenangkan Mila yang sedang menangis, namun malah membuat Mila makin
menangis lagi.
Bima
bingung harus berkata apa tapi, bingung harus mengucapkan kata-kata indah
seperti apa, atau mengatakan janji-janji manis yang sulit ia wujudkan seperti
saat kampanye. Mungkin jika Mila hanya warga biasa dan Bima sedang kampanye ia
bisa mengatakannya, sedikit “lips service” akan memperbaiki citranya.
Tapi ini
Mila, istrinya. Istrinya. ISTRINYA! Bima bisa menghabiskan 24 jam selama
seminggu bersama Mila. Apapun yang ia lakukan pasti tidak akan jauh dari Mila,
bahkan mulai makan hingga pakaian Mila juga yang mengurus. Sekarang Mila
cemburu, sedih dan sedang menangis. Bima tak bisa berbuat apa-apa.
Sempat Bima
berpikir untuk meninggalkan Mila sendiri di kamar agar bisa menenangkan diri.
Tapi Bima ingat terakhir kali ia marah dengan Bibi pembantunya saat SMP dulu
dan meninggalkannya di rumah sendirian, besoknya Bibi pembantunya sudah di
pecat dan di ganti dengan pembantu yang lain.
Kondisi
kali ini memang berbeda, tidak apple to apple. Tidak mungkin juga
tiba-tiba Mila akan hilang dan di reshuffle posisinya sebagai istri. Hal
terburuk yang Bima hadapi paling hanya Mila yang akan mendiamkannya. Toh
biasanya ia juga hanya diam saja bersama Mila. Tapi entah kenapa apapun
pilihannya Bima tetap tidak menginginkan semuanya. Bima tetep lebih memilih
meluruskan semuanya dan membicarakannya hingga Mila merasa tenang dan kembali
seperti biasanya.
“Kamu boleh
nangis, kamu boleh cemburu, kamu boleh protes aku, aku dengerin… aku bingung
harus gimana sama kamu Dek. Aku gak banyak pengalaman dalam hubungan percintaan
kayak yang kita jalani. Tapi kalo menurutmu aku bikin sakit hati, akan coba ku
perbaiki,” ucap Bima lembut sambil mendekap Mila.
Mila
mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan Bima yang mendekapnya. “Mas, aku
bilang kayak gitu egois gak sih ke kamu?” tanya Mila setelah puas menangis
sambil menatap Bima kembali.
Bima
tersenyum lalu menggeleng. “Tidak apa-apa,” jawab Bima singkat lalu kembali
mendekap Mila kembali.
●●●
Ayu terdiam
di kantor posko pemenangan partainya. Ia memikirkan bagaimana cara mendapatkan
Bima kembali. Ternyata melihat Bima
melajang dan hanya sibuk pada urusan politik ternyata jauh lebih baik daripada
melihatnya menikah dan bahagia dengan istrinya.
Ayu melihat
koran tabloid gosip di mejanya, berita Bima yang diisukan menjadi penyuka
sesama jenis masih bertengger di sampul tabloid yang menunjukkan model cantik
yang baru saja berhijrah. Ayu menghela nafasnya entah ke berapa kalinya.
Ayu ingat
ia yang membuat berita itu dengan bantuan para buzzer dan membayar
portal-portal gosip dengan foto-foto yang juga ia seting sedemikian rupa. Ayu
mulai menyesali perbuatannya yang menjadi musuh dalam selimut bagi Bima dan
sampai sekarang Bima masih tidak menyadarinya sedikitpun.
“Yaudah
nikah biar gak ada gosip,” ucapan Ayu pada Bima dulu berharap Bima peka dan
akan langsung menikahinya.
Bukan tanpa
alasan Ayu berkata dan berani mengkode Bima. Ayu paham dan ingat betul kalau ia
adalah satu-satunya perempuan yang dekat dengan Bima. Bahkan Ayu juga yang
selalu menghalangi Bima jika ada perempuan yang membuat Bima tertarik atau akan
mendekati Bima.
Ternyara caranya salah, ia tetap tak bisa mendapatkan Bima. Bahkan pertengkarannya kemarin dengan Bima di rumah sakit, dan Mila yang tidur bersama dalam dekapan Bima membuatnya cemburu.