Bab 12 – Kehangatan
Hampir dini
hari, Bima kembali terbangun karena suster yang mengganti infusnya dan tangan
Mila yang tak ada dalam genggamannya. Tapi saat ia memalingkan pandangannya
untuk mencari Mila yang ternyata ketiduran diatas sajadahnya setelah solat
tahajud.
“Mas mau
minum?” tawar Mila begitu bangun karena menyadari ada orang yang masuk ke kamar
dan melihat Bima yang bangun juga.
Bima
menggeleng pelan. “Sini Dek…” panggil Bima sambil menggeser kepalanya dan
menepu sisi tempat tidurnya yang sedikit lebar untuk Mila.
Mila
langsung tersenyum dan naik ke tempat tidur Bima dengan hati-hati. Bima menepuk
bantalnya agar Mila berbaring bersamanya. Mila dengan senang hati langsung
tiduran di samping Bima dan memeluknya meskipun tetap berhati-hati jika
mengenai selang infusnya.
Bima
memiringkan tubuhnya untuk mendekap Mila dalam tidurnya lalu tak selang lama
Bima kembali memejamkan matanya. Bima merasa nyaman ada Mila disisinya dan
selalu dapat ia jangkau. Bima juga merasa sangat tenang melihat Mila yang
begitu rajin beribadah, meskipun itu kadang membuatnya malu karena sebagai
suami dan imam tak bisa memberikan contoh yang baik untuk Mila.
“Sempit?”
tanya Mila saat Bima memiringkan tubuhnya. “K-kalo sempit aku tidur di sofa,”
ucap Mila sedikit berbisik.
“Tidak
papa,” jawab Bima singkat lalu mengelus punggung Mila.
Mila begitu
senang dan berbunga-bunga, Bima ternyata cukup baik padanya. Mila juga merasa
Bima adalah pria yang romantis dan penyayang hanya saja sikapnya dingin dan ya…
mungkin Bima juga kurang baik mengekspresikan perasaannya karena memang pribadi
yang pendiam.
Hingga pagi
menjelang dan Bima sudah tidak demam lagi, ia masih merasa nyaman tiduran
bersama Mila yang masih memakai atasan mukenanya. Mila juga tampak kelelahan
jadi masih terlelap dengan nyenyak di samping Bima.
Bima hanya
memandangi wajah Mila yang begitu tenang dengan kelopak matanya yang bengkak.
Bima tak yakin apakah Mila habis menangis atau kurang tidur. Tapi apapun
alasannya Bima merasa Mila hanya kurang istirahat dengan baik saja. Jadi ia tak
membangunkan Mila atau bergerak sedikitpun.
Bima takut
membangunkannya, tapi dari pada itu Bima merasa lebih takut jika ia tak bisa
sedekat ini lagi dengan Mila nantinya. Rasanya Bima ingin menghentikan waktu
dan terus mendekap Mila sedikit lebih lama.
“Oh sudah bangun,”
ucap Ayu yang datang pagi-pagi dan langsung masuk ke kamar Bima.
Mila
langsung bangun dengan kaget dan mendapati Ayu yang membawakan bubur ayam untuk
Bima. Ayu cukup kaget melihat Mila yang tidur di atas bersama Bima dengan
begitu mesra, sementara Bima tampak datar dan sedikit kesal melihat kehadiran
Ayu yang tiba-tiba datang.
“Aku bawain
bubur ayam kesukaanmu yang biasanya,” ucap Ayu sambil tersenyum pada Bima dan
mengabaikan Mila.
“Kamu kalo
dateng ketuk pintu dulu, gimana kalo aku lagi telanjang,” ucap Bima yang
membiarkan Mila turun dari sampingnya.
“Halah,
udah pernah liat. Udah gak napsu!” kelakar Ayu yang membuat Mila terkejut dan
terdiam sejenak sambil melepas mukenanya.
Bima hanya
diam, sementara Mila langsung memakai kerudungnya. “M-Mas, a-aku mau pulang
sebentar ya. Kemarin aku gak sempat siapin apa-apa buat kesini,” ucap Mila
lembut meminta ijin pada Bima.
Bima
menghela nafas lalu mengangguk dengan berat hati.
“Mas mau di
bawain apa?” tanya Mila sambil menyalimi Bima dan mengabaikan kehadiran Ayu
yang selalu datang untuk membakar rasa cemburunya.
Bima
menggeleng pelan lalu melepaskan tangan Mila setelah bersalaman dengannya.
“Pembantu
di rumah dinas kayaknya kerja lebih becus daripada istrimu ya…” sindir Ayu
setelah Mila keluar sambil membukakan bubur bawaannya untuk Bima.
Bima hanya
diam sambil menghela nafas, kemarin kejadiannya sangat mendadak. Bima cukup
bisa memaklumi kenapa Mila tak membawa apapun sebagai persiapan selain ponsel
dan dompetnya. Kalau ia di posisi Mila pasti juga akan melakukan hal yang sama.
“Kenapa sih
Bim kamu gak balik aja tinggal di rumah dinas? Supir sama mobil dinas juga
jarang kamu pakek sekarang, kamu kenapa?” tanya Ayu yang bersiap menyuapi Bima.
Bima
memalingkan wajahnya. “Aku belum pengen makan,” ucap Bima menolak untuk di
suapi Ayu.
●●●
Ucapan Ayu
yang mengatakan sudah pernah melihat tubuh telanjang Bima dan tidak bernafsu
atas hal itu membuat Mila terus kepikiran. Mila bahkan jarang melihatnya dan
masih saja berdebar-debar tiap kali melihat atau bersentuhan dengan Bima.
Kenapa Ayu bisa bilang begitu? Sesering apa Ayu melihatnya? Pertanyaan itu yang
terus berputar di kepala Mila.
Mila
melihat bubur manadonya kemarin yang sudah tidak layak konsumsi karena tak
terurus selama ia di rumah sakit. Mila merapikan dapurnya terlebih dahulu, lalu
merapikan kamar Bima dan mengganti sepreinya, juga mandi dan menyiapkan pakaian
dan keperluan Bima nanti.
“Kok aku
bisa gak tau apa-apa soal Mas Bima ya,” gumam Mila murung lalu pergi kembali ke
rumah sakit sambil mampir membeli nasi uduk untuk sarapan dan jus jambu untuk
Bima.
Mila
berusaha secepat mungkin kembali ke rumah sakit dan menenangkan hatinya. Namun
saat ia hendak membuka pintu kamar Bima, samar-samar ia mendengar Ayu yang
sedang bertengkar dengan Bima.
“Mau sampe
kapan kamu ngebucin? Liatkan sekarang kamu jadi gampang sakit, pasti gara-gara
istrimu…”
“Bukan Mila
yang salah! Kenapa sih kamu jadi nyalahin Mila terus? Kenapa sih kamu jadi
nyari-nyari kesalahanku, nyari-nyari kesalahannya Mila? Kamu ini kenapa jadi
gini Yu? Kita ini teman, teman baik. Kamu juga dulu yang saranin aku buat nikah
biar rumor gak beredar kemana-mana, kenapa sekrang kamu juga yang ngelarang aku
buat deket sama Mila? Mila ini istriku loh statusnya…”
“Terserah
Bim! Terserah! Kamu makin lama makin susah di atur, makin gak bisa di kasih
masukan!”
“Masukan
apa? Aturan mana yang ku langgar?”
Ayu hanya
bisa diam, ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Semakin ia banyak bicara semakin
ia terlihat sengaja mencari-cari alasan.
“Bukan aku
yang berubah Yu, tapi kamu…” ucap Bima sebelum akhirnya Ayu pergi dengan kesal.
Ayu menatap
Mila dengan tajam begitu membuka pintu kamar Bima. “Kamu dengar semuanya?”
tanya Ayu.
Mila
mengerutkan keningnya lalu tersenyum. “M-mau sarapan bareng?” tawar Mila yang
bingung harus bicara apa sambil menenteng tas besar dan plastik berisi nasi
bungkus dan jus.
Ayu mendengus kesal lalu pergi melewati Mila begitu saja.