0
Home  ›  Chapter  ›  The Hot Daddy

Bab 09 – Petugas Partai

Bab 09 – Petugas Partai-1

Bima merasa lebih bugar demamnya juga mulai turun. Tapi ia masih tak banyak bicara dengan Mila. Mila tetap menyiapkan sarapan seperti biasa dan menyiapkan pakaian untuk Bima juga. Hari ini sebenarnya Mila ingin mencuci dan belanja karena beberapa bahan masakan di kulkasnya juga sudah menipis.

Namun berhubung suhu tubuh Bima kembali meningkat, Mila tak jadi pergi dan memilih untuk menjaga suaminya di rumah. Mila menempelkan plester demam kembali dan mulai membuatkan jahe hangat untuk Bima.

“Apa kita pergi ke dokter saja biar Mas cepet sembuh? Dari semalam Mas cuma minum paracetamol sama suplemen doang,” ucap Mila sambil mengelus selimut yang Bima gunakan untuk menghangatkan tubuhnya yang menggigil.

Bima menggeleng. “Bentar lagi juga sembuh kok,” jawabnya lalu memunggungi Mila yang berusaha mengurusnya.

“Aku belanja sebentar boleh, aku mau bikin sup sayurnya habis,” ucap Mila lembut sambil mengatap Bima yang memunggunginya.

Bima mengangguk sambil menghela nafas. Jarang ada keluarganya yang mengurus ketika ia sakit, baru Mila yang mengurus dan merawatnya sebaik ini.

“Aku bakal cepet belanjanya,” ucap Mila lalu hendak beranjak dari tempat tidur Bima namun tiba-tiba tangan Bima terulur untuk menahannya.

Tangan besar yang hangat cenderung panas dan berkeringat dingin karena Bima sedang demam. “Ja…”

Belum sempat Bima bicara tiba-tiba pintu apartemennya di ketuk. Mila dan Bima sempat mematung beberapa detik. Namun tak lama bel apartemennya di tekan beberapa kali.

“A-aku bukain dulu ya,” ucap Mila gugup lalu buru-buru pergi meninggalkan Bima untuk membukakan pintu.

“Halo, Bima ada?” tanya seorang gadis dengan seragam merah berlogo partai yang sama dengan Bima di bagian kanan.

Mila tersenyum lalu mengangguk. “A-ada, tapi Mas Bima lagi gak enak badan. Lagi istira…”

Belum Mila menyelesaikan ucapannya gadis itu langsung melangkah masuk begitu saja dan memberikan paper bag dan plastik belanjaannya yang berisi buah-buahan pada Mila.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

“Aku Ayu, ketua pemenangannya Bima kemarin,” ucap gadis itu yang akhirnya memperkenalkan dirinya.

Mila mengangguk lalu tersenyum dan ikut duduk di sofa berhadapan dengan Ayu. “Mau di buatkan minum?” tanya Mila.

Ayu menggeleng, lalu menunjukkan botol minum yang ia bawa. Tanpa banyak bicara Ayu bangun dan berjalan masuk ke kamar Bima.

“Kita harus bicara,” ucap Ayu pada Bima dengan pelan.

Mila menatapnya dengan alis berkerut. Mila tidak suka ada orang yang seenaknya masuk kedalam rumahnya, apa lagi ini langsung masuk ke kamar seenaknya begini.

“Kamu boleh pergi belanja dulu,” ucap Bima mengusir Mila dengan lembut karena ingin bicara empat mata dengan tamunya itu.

Mila mengangguk sambil tersenyum canggung, lalu dengan berat hati pergi dari apartemennya meninggalkan suaminya yang sedang sakit bersama… entah siapa dan dari mana munculnya gadis random tak berakhlak itu.

●●●

“Kamu mulai lupa batasanmu…” ucap Ayu dingin begitu Mila sudah pergi. “Kemarin kamu pulang tiba-tiba waktu sidang, aku gak paham apa maksudmu jadi manja seperti ini. Tapi harusnya kamu tau buat tidak mencampur adukkan masalah percintaanmu dan pekerjaanmu. Hari ini juga harusnya kamu datang ke rapat partai, tapi kamu gak datang. Elektabilitasmu buat maju sebagai gubernur itu perlu di pikirkan juga Bim,” sambung Ayu memarahi Bima.

Bima menghela nafas lalu menatap Ayu. “Aku sakit, badanku drop. Aku juga tidak mencampur adukkan antara pekerjaanku dan kehidupan rumah tanggaku.”

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Berhentilah memanjakan istrimu!” bentak Ayu dengan tegas.

“Aku tidak memanjakannya,” jawab Bima singkat lalu mengambil gelas berisi jahe hangat yang Mila buatkan untuknya tadi.

Ayu tertawa sinis. “Tidak memanjakan katamu? Kamu bahkan menolak dinas ke luar kota karena dia, kamu juga menolak gagasan untuk melakukan studi banding ke parlemen di Singapura. Apa namanya kalu bukan memanjakan istrimu?” tuduh Ayu.

Bima menggeleng pelan. “Uang yang kita gunakan adalah uang rakyat. Kamu harus menyadari itu terlebih dahulu. Selain itu, tidak perlu ada biaya yang keluar untuk melakukan studi banding atau perjalanan dinas ketika itu semua bisa kita kerjakan dengan daring. Banyak jurnal ilmiah, jurnal internasional, kenapa harus repot-repot membandingkan langsung dan membuang-buang uang negara?!” Bima membela dirinya.

“Apa kamu lupa untuk memberikan proyek untuk partai?” tanya Ayu.

Bima menghela nafas. “Mas Danu di masa jabatannya lalu membuat proyek Makerta, partai tidak sanggup menyelesaikannya. Sekarang lihat, proyek perumahannya tidak berjalan, uang negara hilang, uang orang-orang yang ingin membeli perumahan juga hilang. Siapa yang bertanggung jawab kalau begini?”

“Aku hanya mengingatkan, kalau kamu perlu memberi proyek untuk partai juga. Partai besar butuh dana yang besar juga,” ucap Ayu kesal.

“Aku tau, aku paham itu. Aku sudah memberikan banyak perijinan kemarin. Apa lagi yang kurang? Kader partai bukan hanya aku,” ucap Bima lalu kembali menyeruput minumannya.

Ayu langsung bangkit dari tempat tidur Bima dan meninggalkannya begitu saja. Bima jelas tak mengejarnya sama sekali. Ayu tau Bima orang yang bersih dan jujur, Ayu tau posisi Bima sekarang yang harus menandatangani perijinan proyek-proyek kecil dan melindungi usaha-usaha haram para petinggi negeri juga adalah hal yang sulit dan jelas bertentangan dengan hati nuraninya.

Ayu juga tak suka membahas soal proyek dan pembagian keuntungan partai dengan Bima sebenarnya. Bima sudah menyetorkan 25% dari gajinya sebagai anggota DPR belum lagi pajak dan Bima juga rajin melapor ke KPK soal pendapatan bulanannya. Tak hanya bulanan tapi juga saat ia mendapat gatifikasi baik berupa barang-barang kecil seperti parsel sampai barang-barang besar yang kelewat mewah seperti mobil atau jam tangan.

Ayu hanya datang untuk melihat bagaimana kehidupan Bima tanpanya. Ayu hanya ingin melihat apakah Bima bahagia dengan istrinya, apakah masih ada celah untuknya masuk ke hati Bima setelah rencananya dulu gagal.

“Harusnya aku yang jadi istrinya Bima…” gumam Ayu sedih begitu sampai di dalam mobilnya. 


Bab 09 – Petugas Partai-2

21
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share