Bab 19 – Ibu Menginap
Bima
langsung tidur karena memang sudah lelah seharian beramah tamah, banyak bicara
dan banyak mendengarkan. Tak masalah baginya jika harus berbagi tempat selama
Yanuar maupun Dandi tidak cerewet dan mengajaknya bicara lebih banyak lagi.
Bima juga meminum obat sakit kepalanya karena terlalu banyak menghabiskan
energinya hari ini.
Yanuar juga
langsung tidur dengan tenang. Sampai tiba-tiba Bima memeluknya dengan erat dari
belakang lalu menciumi bahunya seolah sedang bersama Mila. Yanuar hanya diam
karena terlalu lelah dan sedang memimpikan jika Ayu yang memeluknya dari
belakang.
“Mila
kangen…” rengek Bima yang membuat Yanuar langsung tersadar jika ia tidur
bersama Bima bukan Ayu.
“Astaghfirullah
hal adzim! Aku lanang Mas!” pekik Yanuar yang langsung bangun dan mendorong
Bima menjauh.
Yanuar
benar-benar merinding di buatnya. Ia langsung turun dari tempat tidur dan
memilih tidur di bawah beralaskan selimut daripada di peluk dan di gerayangi
Bima.
“Sialan
harusnya dia ngajak istrinya kalo tiap malem minta jatah!” kesal Yanuar
merutuki Bima yang menggerayanginya barusan.
Sialnya
lagi karena hal itu mimpi indahnya berpelukan dengan Ayu hilang dan sekarang ia
jadi tak bisa tidur karena masih teringat pelukan dan kecupan Bima di bahunya.
Sementara Bima tampak nyenyak-nyenyak saja dalam tidurnya.
●●●
Bima
mencoba memenuhi apa yang ia ucapkan kemarin. Mulai menyidak sekolahan negeri
yang memungut SPP dan melakukan pungli sampai melihat jalanan yang rusak
langsung. Bima juga menjenguk warga sekitar yang sudah lansia dan memberinya
bantuan sembako dari partai sebelum akhirnya kembali ke rumah.
“Kamu kalo
mau dapat banyak suara harus bisa pura-pura gak jijik, harus tahan sama bau-bau
gak enak, harus bisa akting ramah. Orang suka pejabat yang turun ke bawah,”
ucap Bima menasehati Yanuar.
Dandi
mengangguk setuju. “Kalo waktu musim panenan ternak ayam lebih menjijikkan
lagi, bakal banyak lalat juga. Jadi ga boleh jijik. Harus di tahan,” ucap Dandi
menambahi karena tau Yanuar begitu pemilih dan tampak mudah jijik sehingga
berjarak dengan masyarakat.
“Kalo mau maju
banyak suara harus tahan ketemu orang-orang yang keliatan kampungan,
terima-terima aja kalo mereka kasih barang-barang, salaman bentar, dengerin
bentar. Mereka cuma bau, gak bakal bikin kamu mati,” ucap Bima lagi sedikit
sarkas.
Yanuar
hanya bisa menundukkan kepala sambil mengangguk. Ia tau caranya salah, mungkin
di acara selanjutnya ia akan bisa berusaha lebih baik. Ayu juga tak tampak
membelanya sama sekali. Semuanya juga langsung kembali ke hotel untuk mandi dan
memebersihkan diri sebelum perjalanan pulang. Bahkan samar-samar Yanuar
mendengar suara Bima yang muntah setelah datang ke salah satu rumah lansia yang
tinggal bersama unggas-unggasnya.
Tak ada
lagi candaan atau obrolan ringan begitu pulang, semua tampak sudah lelah.
Yanuar juga tak berani bercanda lagi dan Ayu tampak dingin seperti biasanya.
Yanuar juga tak berani membahas kelakuan Bima yang tiba-tiba memeluk dan
mencium bahunya semalam, meskipun Yanuar tau itu akan terdengar lucu dan dapat
mencairkan suasana.
●●●
Bima
langsung masuk ke apartemennya tanpa salam yang membuat Mila cukup terkejut di
buatnya. Bima tak mengucapkan apa-apa dan langsung ke kamarnya. Bima masih
ingat jika Mila masih haid dan percuma jika ia mencumbu Mila tapi tak bisa
bercinta dengannya.
“Mas…”
panggil Mila sambil mengetuk pintu kamar Bima.
“Ya?” saut
Bima sebelum akhirnya Mila masuk ke kamarnya.
Mila
langsung memeluk Bima yang berbaring di tempat tidurnya. “Aku kangen sama Mas,”
ucap Mila.
Bima
tersenyum lalu mengelus kepala Mila yang memeluknya. “Tapi kamu masih haid,”
ucap Bima sedikit kesal.
Mila
tersenyum sambil mengangguk. “Sabar ya, bentar lagi kan udah selesai mensnya.
Nanti bisa dapet jatah,” ucap Mila mencoba menghibur Bima.
Bima menghela
nafas lalu mengangguk. “Banyak yang tanyain kamu, kemana istriku? Kenapa gak di
ajak?” ucap Bima mulai bercerita soal kunjungannya kemarin.
“Terus Mas
gimana?” tanya Mila antusias mendengar cerita Bima.
“Yaudah aku
jawab lagi di rumah, kapan-kapan aku ajak,” jawab Bima yang di angguki Mila.
“Mau?” tanya Bima.
Mila
kembali mengangguk. “Mau dong, kan nemenin suamiku cari suara. Masak gak mau,”
ucap Mila yang mencoba memahami dunianya Bima.
Bima
tersenyum lalu mengangguk. “Makasih,” singkatnya lalu memeluk Mila.
Mila
membalas pelukan Bima, namun belum lama suara pintu apartemennya yang di ketuk
membuat Bima dan Mila melepaskan pelukan masing-masing dan kompak pergi kedepan
untuk melihat siapa yang datang.
“Ibu kenapa
tumben kesini?” tanya Mila lalu mempersilahkan ibunya masuk.
“Ibu kangen
anak Ibu,” jawab Asih lalu memeluk Mila.
Senyum Mila
langsung luntur. Jelas ada sesuatu jika sampai ibunya datang menemuinya seperti
ini.
“Ibu dateng
sendiri?” tanya Bima.
Asih
menggeleng pelan. “Tadi di antar Mas Alvin sampe depan, terus Ibu kesini
sendiri,” jawab Asih.
“Ibu mau
nginep?” tawar Mila.
Asih
terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengangguk. “Semalem ini aja,” ucap Asih
yang tampak sangat sedih.
Mila
mengangguk lalu tersenyum dan memeluk ibunya. “Nanti Ibu tidur di kamarku aja,
aku bisa tidur di kamar Mas,” ucap Mila.
“Kalian
tidur gak bareng?” tanya Asih heran dengan alis berkerut.
“B-Bareng,
tapi aku perlu privasi,” jawab Mila menjelaskan dengan bahasa selembut yang ia
bisa.
Asih mengangguk paham dan sudah tau jika Mila dan Bima mencoba menutupi sesuatu darinya. Tapi Asih hanya memilih diam dan tidak ikut campur dengan rumah tangga Mila yang baru seumur jagung itu.