Bab 18 – Kangen
Bima
kembali memeluk dan mencium Mila sebelum ia pergi bersama timnya yang
menjemputnya di rumah dengan mini bus milik partainya. Bima langsung di ejek
habis-habisan oleh timnya karena ketahuan sedang memeluk dan mencium istrinya
sebelum berangkat. Bahkan ada yang memvidiokannya juga dan di jadikan bahan
guyonan di grup.
Bima di
ejek habis-habisan karena biasa terlihat tenang, kalem dan dingin tiba-tiba
terlihat begitu ceria dan hangat saat bersama Mila. Itu juga kali pertama
timnya melihat Bima memeluk dan mencium istrinya langsung, karena biasanya Bima
dan Mila hanya salaman biasa atau hanya melihatnya dari postingan Bima.
“No
gimmic-gimic club gaes ternyata Mas Bima,” goda Dandi seniornya yang satu
dapil dengannya.
Bima hanya
diam sambil memalingkan wajahnya yang tersipu di goda semua orang di mobil.
“Habis
sakit Pak, makannya lagi di manja istri,” goda Yanuar yang ikut pada kunjungan
kali ini.
“Astaghfirullah…”
ucap Bima setelah semuanya saling saut menggodanya.
“Tu denger
Mas Bima sekarang bisa nyebut gara-gara istrinya ini pasti!” goda Dandi lagi
yang membuat orang-orang makin tak bisa berhenti menggoda Bima.
“Udah-udah,
tuh mukanya Bima udah kayak kepiting rebus tuh!” celetuk Ayu yang sebenarnya
sudah risih mendengar semua ejekan orang-orang pada Bima yang semakin
menegaskan bila Bima memiliki hubungan baik yang romantis dengan Mila.
Tapi tak
selang lama Dandi mendapat telfon dari istrinya. Dandi yang maju jadi DPR
karena ingin melindungi organisasi preman di daerahnya yang sudah lama ia
pegang, seketika langsung ciut dan berubah jadi lembut dan manja menanggapi
telfon dari istrinya.
Orang-orang
yang semula menggojlok Bima langsung beralih pada Dandi yang langsung ciut
setelah menerima telfon dari istrinya yang mengomel karena Dandi menaruh
handuknya yang basah di tempat tidur dan lupa tidak menutup odolnya.
“Itu tato
di punggung Pak Dandi kalo di buka udah ciut ngumpul jadi tompel habis di
bentak Mbak Maya,” celetuk Bima mengejek Dandi di ikuti ejekan tim yang lain.
Tak lama
pembahasan di mobil berubah setelah saling ejek dan mulai membahas keluarga dan
kebiasaan di rumah. Dandi yang paling banyak bercerita soal pengalamannya
berumah tangga, mulai soal istri dan anaknya. Apa lagi ia sudah hampir 25 tahun
menikah dan punya empat orang anak.
Sepanjang
cerita yang saling bersautan hanya Ayu yang diam dan berpura-pura tidur. Ia tak
suka mendengar Bima yang bercerita soal kehidupan rumah tangganya yang harmonis
dan tak suka dengan cerita Dandi yang lebih memilih istri dan anaknya. Ayu juga
sudah jengah dengan Yanuar yang terus mengkodenya.
Sampai
akhirnya rombongan partai itu sampai di posko pemenangan untuk transit
sementara lalu di lanjut dengan acara ramah tamah seperti biasanya. Bima
langsung di rubung ibu-ibu dan anak-anak yang mengajaknya foto bersama. Beberapa
ada yang menanyakan kenapa istri Bima tidak ikut juga sebagai basa-basi. Tapi
lagi-lagi itu membuat Ayu jadi tak nyaman dan merasa tersinggung.
“Nyonyah
lagi di rumah, iya gak ikut cuma sebentar soalnya di sini. Nanti kapan-kapan di
ajak kok,” jawab Bima santai.
Bima selalu
jadi idola dan di sukai banyak orang. Yanuar menatap Bima di kejauhan dan
memilih berpura-pura jadi tim dokumentasinya saja. Yanuar merasa minder dengan
Bima yang bisa begitu santai di kerubungi ibu-ibu dan anak-anak yang bau keringat
dan matahari. Yanuar yang memakai masker saja berkali-kali mengoleskan parfum
ke maskernya sementara Bima dengan santai di kerubungi seperti itu.
“Mas, ini
harga pupuk mahal banget. Kemarin beli pupuk harganya mahal malah padinya kenak
wereng…” Bima mulai mendengarkan tiap komplainan dan curhatan masyarakatnya.
“Jalan
deket rumahku rusak Mas, lubangnya besar-besar, di lewatin trek pabrik terus…”
komplain yang lain bersautan.
“Anakku gak
bisa dapet KIP Mas, mau daftar di persulit terus,” ucap yang lain lagi.
“Sekolahan
negeri di sini pada bayar SPP gimana Mas, katanya sekolahan negeri gratis…”
“Loh siapa
yang suruh bayar?” tanya Bima kaget mendengar ada pungli di sekolah negeri.
“Ada selebarannya di suruh bayar gak?” tanya Bima lagi. Para ibu yang
berkesempatan komplain langsung menyerahkan selebaran perintah pembayaran SPP
pada Bima. “Besok saya dateng ke sekolahan,” ucap Bima dengan tegas.
“Yang
penting anak-anak sama masyarakat dapet pendidikan, pengobatan yang layak.
Nanti masalah pupuk saya sama Pak Dandi berusaha. Masalah jalan juga, pokoknya
dapilku harus bagus!” ucap Bima yang membuat masyarakat begitu senang dan
bersorak bergembira.
Bima begitu
bisa menguasai panggung dan mencuri hati masyarakatnya, nyaris tanpa celah
sedikitpun untuk di jatuhkan.
●●●
Usai
seluruh rangkaian ramah tamahnya Bima dan timnya kembali ke hotel lebih awal.
Timnya ada 10 orang dan dari partai hanya menyediakan 5 kamar. Tentu saja Ayu
tidur sendiri jadi tinggal 4 kamar yang harus di bagi 9 orang mau tidak mau.
Bima
sekamar dengan Dandi dan Yanuar dengan dua kasur yang terpisah. Awalnya Yanuar
akan memesan kasur lagi, tapi kamarnya sempit. Dandi juga sudah mencoba
menawari untuk tidur bersamanya satu kasur. Tapi badan Dandi yang tambun
langsung memenuhi tempat tidur. Jadi Yanuar mau tidak mau tidur bersama Bima
yang jauh lebih langsung dari Dandi dan tentu badannya juga tidak makan banyak
tempat.
“Iya aku
tadi makan kok, obat juga aku minum, suplemennya juga,” ucap Bima yang masih
menelfon dengan istrinya. “K-kamu lagi apa?” tanya Bima nyaris berbisik karena
baru merasakan pertama kalinya begitu berdebar menanyakan sesuatu dengan Mila.
“Mau tidur
Mas,” jawab Mila lembut.
“A-aku
kangen…” lirih Bima lagi. “Ehm… maksudku aku tadi itu…”
“Aku kangen
sama Mas,” potong Mila yang tau bila Bima sedang salah tingkah setelah mengakui
perasaannya.
“Iya aku
tau aku ngangenin,” saut Bima jumawa.
Mila hanya
tertawa mendengar ucapan Bima sebelum akhirnya mematikan telfonnya.
“Kalo dah
nikah gitu ya…” ucap Yanuar mengejutkan Bima yang sedang sembunyi-sembunyi
menelfon istrinya di balkon.
“Hih bikin kaget aja!” kesal Bima lalu buru-buru naik ke tempat tidur dan mencarger ponselnya.