Bab 13 – Pulang
Mila
melihat suaminya yang duduk bersandar di tempat tidurnya. Makanan dari rumah
sakit baru datang datang dan terlihat masih belum tersentuh, bubur ayam dari
Ayu juga sama.
“Aku beli
jus,” ucap Mila lalu menunjukkan bawaannya pada Bima.
Bima
mengangguk lalu membiarkan Mila melayaninya seperti biasanya. Tak ada omelan
dan diskusi alot dengan Mila. Mila bukan tipe perempuan yang keras kepala, jadi
Bima cukup nyaman dan senang menghabiskan waktu bersamanya.
“Bubur?”
tawar Mila setelah Bima menghisap jusnya.
“Bosen,”
jawab Bima sambil menghela nafas.
Mila
tersenyum lalu membuka bungkusan nasi uduknya dari piring plastik yang ada
didekat laci. “Aku beli nasi uduk, mau?” tawar Mila lembut.
Bima
mengangguk, Mila langsung mengambilkan sendok untuk Bima.
“Suapin,”
pinta Bima tanpa sadar. “Eh! M-maksudku makasih…” ralat Bima dengan cepat.
Mila yang
pertama senang karena Bima meminta untuk di suapi perlahan kembali murung. Mila
jadi merasa jika Bima menjauhinya karena pertengkarannya dengan Ayu tadi.
“Kamu udah makan?”
tanya Bima yang di angguki Mila padahal sebenarnya sudah kehilangan nafsu
makannya.
Mila hanya
duduk diam sambil menemani Bima yang makan, kadang mengambilkan tisu kadang
juga membantu Bima yang masih pusing untuk turun dari tempat tidurnya ke kamar
mandi.
Bima tak
banyak bicara. Mila juga tak banyak bicara. Bima merasa tenang karena tak ada
ocehan dan omelan lain yang perlu ia ladeni bila ia hanya berdua dengan Mila.
Saat bicara pun Mila juga lembut dan pelan jadi tidak memekakan telinganya.
Ditambah
lagi Mila tak pernah mengatur dan melarangnya ini itu. Selain dukungan dan
suport kecil ketika di rumah yang membuat Bima merasa nyaman, tak ada lagi yang
Mila lakukan. Mila bahkan tak menuntutnya ini itu. Bima jadi merasa bersyukur
memiliki Mila dan memiliki alasan untuk menjauh dari hiruk pikuknya sebagai
politisi.
“Mas, minum
obat…” ucap Mila mengingatkan Bima sebelum Bima tidur lagi.
Bima
mengangguk lalu kembali bangun dan meminum obat juga vitaminnya lalu kembali
tiduran. Bima berharap bila semua perempuan bisa seperti Mila. Tidak ngeyel dan
keras kepala, paling tidak bukan seorang yang memaksakan kehendak dan
memerintah sesuka hati atau tertawa dengan kencang sambil memukul dan berkata
kasar sambil membentak-bentak.
Mila
tiduran di sofa, sebenarnya ia masih ingin di samping Bima dan menggenggam
tangannya seperti sebelumnya. Tapi setelah tak sengaja menguping tadi, Mila
jadi merasa cemburu dan kesal. Mila merasa Bima yang semalam memintanya tidur
bersamanya hanya sebatas basa-basi.
Mila bahkan
tak pernah bertengkar hingga saling bentak dengan Bima. Mila juga sangat
menghindari pertentangan pendapat dengan suaminya dan lebih memilih untuk
bicara baik-baik atau mengalah saja. Tapi Ayu yang bukan siapa-siapa itu malah
berdebat dengan Bima dan tau banyak hal tentangnya hingga bisa memberi perintah
seperti itu.
●●●
Tapi Ayu tak
datang menemui Bima lagi selama hampir seminggu di rawat hingga pulang.
Keluarga Bima juga tak ada yang menjenguk, Asih sempat ingin menjenguk bersama
suaminya tapi Mila menolaknya karena Bima bilang ingin sendirian. Mila juga
sudah mengatakan kalau Bima tidak mau istirahatnya terganggu, dengan alasan itu
Asih cukup bisa paham dan memilih untuk tidak menjenguk dan cukup hanya
menelfon saja.
“M-Mas…”
panggil Mila yang menemui Bima di kamarnya sambil membawakan melon yang sudah
ia potong kecil-kecil.
Bima hanya
menatapnya Mila lalu mengangguk.
Mila masuk
lalu duduk di samping Bima dengan sedikit gugup. “M-Mas deket banget ya sama
Ayu?” tanya Mila sedikit takut jika membuat Bima marah.
“Ya deket,
kenalnya sejak kuliah. Satu ormas, kenapa?” jawab Bima lalu balik bertanya.
Mila
tersenyum canggung lalu menggeleng pelan. “M-Mas suka sama dia?” tanya Mila
lagi, sungguh sebenarnya Mila takut pada jawaban Bima.
“Dia
profesional, kerjanya bagus, sebatas itu aja…” jawab Bima lalu memakan melon
yang Mila bawakan untuknya.
Mila
langsung tersenyum. “J-jadi deket karena kerja aja?” tanya Mila memastikan.
Bima
mengangguk begitu saja karena merasa tak perlu banyak menjelaskan apa-apa lagi.
“K-kalo
masalah dia pernah liat Mas waktu telanjang?” tanya Mila lagi.
Bima langsung
bersemu mendengar pertanyaan Mila. “Aku pernah gemuk banget, terus pergi ke gym
punya omnya Ayu. Kamu tau kan kalo habis olah raga pasti keringetan, jadi aku
sering telanjang dada waktu itu…” jawab Bima sedikit malu mengakui jika ia
pernah obesitas.
Mila
tertawa kecil dan merasa benar-benar laga. “Yaudah aku gak jadi cemburu,
semuanya udah jelas,” ucap Mila sambil tersenyum.
“Cemburu?”
tanya Bima kaget yang di angguki Mila. “Kapan kamu cemburu? Kenapa cemburu?”
tanya Bima heran karena tak merasa berbuat salah hingga harus di cemburui.
Mila
langsung pergi ke kamarnya dengan terburu-buru, ia begitu malu harus
menjelaskan perasaannya pada Bima yang tidak peka.
Bima
mengerutkan keningnya dan langsung mencoba memikirkan apa yang membuat Mila
cemburu. Bima tau dan sadar jika Mila marah atau cemburu padanya tidak akan
berpengaruh pada karirnya terutama karir politiknya. Tapi Bima merasa tak bisa
mengabaikan Mila juga.
Slogannya
partainya sebagai partai wong cilik dan sering menggemborkan janji untuk
mendengarkan suara dari rakyat kecil membuat Bima merasa malu dan bersalah jika
ia tak bisa mendengarkan dan memahami perasaan rakyat yang paling dekat
dengannya. Yap, istrinya sendiri.
“Mila…” panggil Bima lalu masuk ke kamar Mila. “Kamu cemburu kenapa? Aku bukan cenayang, jadi kalo kamu tidak bilang aku tidak paham,” ucap Bima lalu duduk di samping Mila yang membenamkan kepalanya kedalam bantal.