Bab 10 – Pasangan
Mila memasukkan
belanjaannya sambil terus memikirkan Ayu yang tiba-tiba datang menjenguk
suaminya dan langsung masuk ke kamarnya tanpa canggung sedikitpun. Mila
beberapa kali menghela nafas, bahkan ia yang berstatus sebagai istri sahnya
saja akan minta ijin terlebih dahulu pada Bima sebelum masuk saat ada Bima.
Mila mulai
bertanya-tanya apakah Ayu punya hubungan lebih dengan suaminya, atau sedekat
apa hubungan pertemanannya sampai bisa seperti itu. Bahkan Mila tak pernah
masuk ke kamar ayah ibunya seenak hati seperti itu. Kenapa Ayu yang orang asing
bisa seenaknya begitu. Belum lagi Bima juga mengusirnya dan hanya berdua dengan
Ayu di kamar.
Mila
langsung menggelengkan kepalanya dan beristighfar berkali-kali saat ia langsung
memikirkan jika Bima berselingkuh dengan Ayu.
“Gak! Aku
percaya sama Mas Bima!” ucap Mila tegas lalu memasukkan beberapa potong paha
kedalam plastik.
Mila
langsung memfokuskan dirinya untuk berbelanja daripada harus ia beli dan ingin
segera pulang saja untuk membuatkan makanan sehat untuk suaminya.
“Loh…sepi,”
gumam Mila setelah mengucap salam beberapa kali namun tak ada yang menjawab.
“Mas…” panggil Mila lalu pergi ke kamar suaminya.
Bima
tertidur dengan begitu pulas. Mila melepaskan plester demamnya lalu
menggantinya dengan yang baru. Tapi baru ia menempelkan plesternya tangan Bima
tiba-tiba mencengkram tangannya dengan erat.
“Jangan
memanfaatkanku waktu lengah,” lirih Bima lalu bangun dan melepaskan genggaman
tangannya dari Mila.
Mila
terdiam dengan heran lalu tersenyum canggung. “A-aku mau bikinin bubur manado.
M-Mas, mau?” tanya Mila begitu takut dan ragu karena Bima yang tiba-tiba
memberi jarak padanya.
“Terserah
saja…” ucap Bima lalu menyandarkan kepalanya di tempat tidurnya.
Mila
langsung keluar sambil membawa gelas jahe milik Bima yang sudah habis. Mila
bingung apa yang salah dengannya atau apa yang di bicarakan dengan Ayu tadi
kenapa tiba-tiba hubungannya dengan Bima yang sempat menghangat dan akrab
semalam jadi dingin kembali begini.
Mila
kembali masuk ke kamar Bima membawakan air putih hangat, lalu mulai memasak
bubur manado yang sudah ia bilang pada Bima sebelumnya tadi. Mila sedikit
merasa cemburu dan curiga, namun daripada menanyakan pada Bima dan jadi cekcok
dengannya. Mila lebih memilih diam dan berpura-pura seperti tidak terjadi
apa-apa saja.
“Mas, apa
kita perlu ke dokter? Panasmu belum turun juga loh dari tadi,” ucap Mila lembut
begitu melihat Bima keluar dari kamarnya.
“Hmm… tidak
usah,” jawabnya singkat lalu kembali masuk ke kamar setelah mengambil berkas
yang ada di kotak suratnya.
Mila
mengangguk sambil tersenyum. “Bentar lagi masakanku mateng,” ucap Mila dengan
ceria seperti biasanya.
Mila tetap
mengambilkan makanan dan menyiapkan obat untuk Bima, tak hanya itu Mila juga tetap
mengganti plaster demam Bima secara berkala dan tetap memeriksa suhu tubuhnya
sambil berkonsultasi dengan dokter kenalan ibunya.
“Mas ada
ruam-ruam merahnya, kalo sampe nanti sore suhu tubuhmu masih naik turun kita ke
dokter! Aku khawatir Mas kenak DB (demam berdarah)!” ucap Mila tegas dan
khawatir pada Bima.
Bima
mengerutkan keningnya tak terima bila Mila memerintah seenaknya seperti itu. Namun
kondisi tubuhnya memang tidak benar-benar membaik dari kemarin. Kekhawatiran
Mila juga sangat berdasar, tapi ada sesuatu yang mengganjal di hati Bima jika
ia mengikuti perintah Mila.
Flashback
Bima yang
saat itu masih SD duduk menunggu ibunya pulang dengan tubuh menggigil. Pembantu
di rumahnya sudah mencoba merawatnya. Namun ia tetap memilih untuk menunggu dan
terus menunggu sampai ibunya mau mengurusnya.
Namun
begitu ibunya pulang, Bima malah di bawa ke rumah sakit. Dan sama seperti saat
di rumah, Bima kembali hanya di jaga oleh pembantunya. Sementara ibu dan
ayahnya sibuk dengan kegiatannya sebagai pejabat daerah.
Bima yang
ada di kamar rawat inap bangsal anak sesekali melihat anak-anak lain yang
menangis dan langsung di urus oleh orang tuanya dengan penuh kasih sayang dan
tampak sangat cemas akan kondisinya. Bima iri, ia hanya di temani pembantunya
bukan orang tuanya.
“Mas Bima
sedih ya gak di temenin Nyonyah?” tanya Bibi pembantunya yang melihat Bima
murung.
Bima
langsung memalingkan wajahnya sebelum Bibi melihat airmatanya jatuh setelah tak
kuat ia bendung.
“Nyonya
sama Tuan sebenarnya pengen jagain Mas Bima juga kayak orang-orang itu, tapi
kan ada kerjaan penting. Jadi gak bisa kesini, nanti kalo urusannya udah
selesai pasti kesini…” ucap Bibi menyemangati Bima sambil mengelus-elus kepala
Bima dengan lembut.
Tapi sampai
Bima sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit, orang tuanya sama sekali tak
mempedulikannya. Tidak sedikitpun, bahkan menanyakan kesehatannya juga tidak.
Keduanya terus sibuk dengan segala pekerjaan dan sama sekali tak mempedulikan
Bima sedikitpun.
“Ini, tadi
Nyonya titip ini buat Mas Bima. Wuuu, ayam goreng kesukaan Mas Bima,” ucap Bibi
sambil menunjukkan ayam goreng yang baru ia buat dengan ceria lalu mengambilkan
Bima nasi dan menemaninya makan di ruang makan sambil banyak bertanya soal
keseharian Bima di sekolah.
Bima
terlihat senang dan ceria memakan makanan yang di sajikan Bibi. Bima juga
banyak bercerita soal sekolahnya dan menunjukkan nilai ulangannya yang dapat
nilai tertinggi. Usai makan Bima langsung pergi ke bimbelnya dan pulang setelah
adzan Maghrib berkumandang seperti biasa di antar supirnya.
“Ibu,”
panggil Bima setelah ibunya pulang. “Makasih ya ayamnya, aku suka ayam goreng
yang ibu kasih,” ucap Bima sambil tersenyum ceria.
“Ayam? Ayam
apa?” tanya Ida bingung lalu berjalan menuju kamarnya tanpa menanyakan apapun
lagi pada Bima.
Senyum
ceria di wajah Bima perlahan luntur. Ternyata selama ini memang hanya Bibinya
saja yang peduli padanya. Sementara ibunya sama sekali tak mempedulikannya
sedikitpun.
End
Flashback
Kalo aku di bawa kerumah sakit apa Mila akan meninggalkanku juga seperti Ibu? batin Bima khawatir dan sudah mulai kehilangan kesadarannya saat sedang menyingkirkan peralatan makannya.