Bab 20 – Sekamar
Mila
menghabiskan waktu bersama dengan ibunya memasak di dapur. Membuat kue-kue
kering, lauk, dan beberapa cemilan. Mila tau apa yang bisa menghibur ibunya dan
Asih rasanya menikmati setiap kegiatannya memasak di apartemen menantunya.
Sementara Bima hanya diam di ruang tengah sambil menonton TV hingga ketiduran.
“Mas habis
kunjungan ke dapilnya, jadi capek banget,” ucap Mila memberitahu ibunya.
Asih
tersenyum lalu mengangguk. “Gimana rasanya jadi ibu pejabat?” tanya Asih kepo.
Mila
langsung tersipu malu di buatnya. “Biasa aja, kayak ibu-ibu normal. Pagi Mas
Bima kerja, pulang sore kalo gak habis isya. Terus makan malam, mandi,
istirahat. Gitu terus, normal,” jawab Mila malu-malu kucing.
“Bima baik
gak?” tanya Asih penasaran.
“Baik,
kadang Mas cuek, dingin, pendiem. Kalo ngomong seperlunya doang. Tapi Mas
baik,” jawab Mila lalu menunjukkan wallpaper ponselnya pada Asih. “Tuh,
kemarin aku habis kencan sama Mas,” sambung Mila.
Asih
menatap foto di ponsel Mila cukup lama sambil tersenyum dan mengangguk. Ia
senang Mila sudah bahagia bersama suaminya. “Bima pengen poligami gak?” tanya
Asih.
Mila
menggeleng. “Mas gak tertarik gituan, dia bilang dia gak mau poligami. Ngurus
aku aja udah pusing katanya, jadi gak perlu nambah istri,” jawab Mila berusaha
menutupi masalah rumah tangganya. “Ibu sendiri gimana?” tanya Mila.
“Ya gitu
biasa, Ayah kan sibuk terus. Jarang ada buat Ibu, jadi Ibu bisa mampir ke
sini,” jawab Asih sambil menghela nafas.
Mila
mengangguk paham. “Ibu capek sama Ayah?” tebak Mila berhati-hati agar tidak
menyinggung Ibunya.
Asih
terdiam cukup lama. Lalu mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mengambil
loyang biskuit yang baru saja matang dari pemanggang. Sementara Mila duduk diam
menunggu ibunya kembali bercerita.
“Kadang Ibu
capek, tapi kadang banget loh ya. Nikah sama Ayah kan pilihan Ibu. Ibu tau
resikonya jadi istri kedua dan langsung di madu. Tapi Ibu gapapa, yang penting
kamu gak ngerasain yang ibu rasain misalnya kamu anggap posisi ibu sekarang gak
baik,” ucap Asih yang memiliki pemikiran cukup terbuka.
Mila
menghela nafas lalu mengangguk. “Aku bahagia kok Bu, ngurus suamiku yang sibuk,
memasak, nemenin suamiku, aku bahagia. Meskipun suamiku gak romantis, paling
tidak aku doang satu-satunya tempatnya buat pulang,” ucap Mila sambil menatap
Bima yang terlelap sambil menggenggam remot.
Asih ikut
memandangi Bima. “Kapan kamu isi?” tanya Asih.
Mila
langsung nyengir. “A-aku aja lagi haid, doain aja Bu biar Allah cepet kasih
momongan,” ucap Mila sambil menggenggam tangan ibunya.
●●●
Bima tidur
berdua dengan Mila karena ada mertuanya yang menginap. Pertama kalinya juga
Bima menjadi imam solat Maghrib dan Isya meskipun suratnya itu-itu saja di
ulang-ulang terus. Tapi mau bagaimana lagi memang Bima hanya hafal surat Al-Ikhlas
dan An-Nas, selain itu hanya Bima satu-satunya pria di rumah.
“Ibu nginep
sampe kapan?” tanya Bima sebelum ia tiduran di samping Mila.
“Katanya
sih sampe besok, tapi gak tau. Aku gak maksa Ibu cepet-cepet pulang juga. Aku
suka ada Ibu,” jawab Mila lalu memeluk Bima yang tidur di sampingnya.
Bima
mengangguk memberi ijin lalu membalas pelukan Mila yang selalu mengambil
inisiatif untuk bermesraan dengannya.
“Besok
Insyaallah aku juga udah selesai haidnya,” ucap Mila yang membuat Bima tersipu
malu dan hanya bisa diam.
“T-tapi ada
Ibu…” ucap Bima ragu.
“Ya kita
jangan berisik-berisik dong Mas. Tapi kalo mau nanti abis Ibu pulang juga
boleh,” ucap Mila lalu mencium pipi Bima sebelum tidur.
Bima
mengangguk lalu mengecup kening Mila dengan lembut. Bima benar-benar berpikir
keras sekarang, bagaimana caranya agar ia bisa bercinta dengan Mila tanpa
terganggu mertuanya. Tapi mengingat mertuanya yang jarang mengunjunginya jadi
Bima merasa tak masalah jika harus sedikit menahan diri lagi. Toh ia juga
jarang berhubungan intim dengan Mila, jadi pasti tak masalah.
Selain itu juga Bima
benar-benar bingung pada dirinya sendiri kenapa jadi merasa benar-benar nyaman
saat bersama Mila. Bima biasa sendirian, kadang ia juga merasa nyaman akan
kesendirian dan kesunyian yang ada. Tapi belakangan ini Bima merasa lebih
nyaman dan senang saat bersama Mila. Aneh, Bima jadi merasa sedikit bingung
pada dirinya sendiri.
“Mas…” panggil Mila
yang masih belum bisa tidur.
“Hmm…” saut Bima yang
sudah memejamkan mata dan baru saja tertidur jadi bangun kembali karena Mila
memanggilnya.
“Aku curiga Ibu ada
masalah di rumah, biasanya Ibu gak betah jauh-jauh dari pondok,” ucap Mila
pelan.
“Kan kangen kamu,
emang dari tadi gak ngobrol kalo ada masalah?”
Mila menggeleng lalu
menatap Bima yang masih memejamkan mata. “Mas, besok kalo aku ikut ke rumah Ibu
boleh gak? Nginep sebentar boleh enggak?”
Bima langsung
membelalakkan matanya sambil menatap Mila kaget.
“K-kalo gak boleh
gapapa…” ralat Mila sebelum Bima marah.
“Nanti ya, akhir bulan
kita kesana. Aku gak bisa ambil cuti waktu dekat ini,” ucap Bima yang merasa
ingin mendampingi Mila.
Mila tersenyum
sumringah mendengar jawaban Bima yang ingin menemaninya dan mau menyempatkan
waktu untuknya. Mila tak menyangka suami impiannya selama ini yang hanya bisa
ia andai-andaikan saja sekarang bisa menjadi kenyataan. Lebih tidak
menyangkanya lagi karena Bima akhirnya mulai membuka hati untuknya dan perlahan
menjadi suami yang baik untuknya.
“Iya Mas, gapapa. Aku tunggu, makasih ya…” ucap Mila lembut.