Bab 10 – Satpam Perumahan
Mark benar-benar membawa Lilia ke rumah sakit. Setelah sekian lama Lilia akhirnya mendapat pengobatan secara medis. Selama di rumah sakit Lilia begitu panik dan ketakutan tiap kali melihat ada orang yang berseliweran di UGD. Terlebih banyaknya orang yang terlihat akrab dengan Mark disana, membuat Lilia semakin takut.
“Besok operasinya,
semoga kita bisa cepat pulang,” ucap Mark yang menemani Lilia di kamar rawat
inapnya.
Lilia mengangguk
lalu meraih tangan Mark. “Aku takut…” lirih Lilia.
Mark tersenyum
lalu mengeratkan genggamannya pada Lilia. “Jangan takut, seharusnya kamu
senang. Aku mengabulkan keinginanmu…”
Lilia menatap Mark
dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tidak takut karena pengobatannya, Lilia takut
pada orang-orang di sekitarnya yang bisa saja menangkapnya dan tau jika ia
membunuh.
“Kita akan selalu
bersama, jangan khawatir…” bisik Mark lalu merangkul Lilia.
***
Jhons kembali
datang mencari Mark ke kantornya, tapi kali ini Mark tidak ada disana. Pihak
kantor sudah mengatakan jika Mark mengambil cuti untuk menemani keluarganya
yang sakit. Namun pihak kepolisian tetap menaruh curiga dan pergi ke rumah Mark
dengan alamat yang ia dapatkan.
“Kenapa masih
mencarinya? Kemarin kan kita sudah menemuinya. Dia tidak mencurigakan, lebih
baik kita menyelidiki orang-orang ini…” ucap Jared sambil menunjuk daftar nama
orang-orang yang pernah berkencan dengan Lusi.
“Tidak, aku hanya
ingin memastikannya saja,” jelas Jhons yang begitu menaruh curiga pada Mark
terlebih ia juga sudah melihat daftar riwayat kriminalitasnya di kantor
sebelumnya.
“Apa yang harus di
pastikan lagi? Kita semua pernah jadi remaja, dia juga pasti pernah nakal
sebelumnya. Itu wajar, selain itu dia hanya kedapatan menjadi copet saja. Itu
juga hanya sekali. Apa lagi yang membuatmu curiga?” omel Jared yang sudah tak
sabar menyelidiki orang-orang lain dalam daftarnya setelah mendatagi rumah
bordil kemarin.
“Tunggu disini
biar aku yang turun,” ucap Jhons yang langsung turun masuk ke perumahan tempat
Mark tinggal.
Jhons berdiri di
depan gerbang sambil menekan bel beberapa kali. Mark tidak muncul. Jhons mulai
mengamati sekeliling dan melihat jejak ban mobil dari arah rumah Mark.
Lingkungan perumahannya cukup asri dan tenang. Rumahnya juga tidak tampak
mencurigakan terlebih karena adanya taman yang cukup terawat di bagian depab
dengan kolam ikan kecil di tengah-tengahnya.
“Tapi namanya Mark
Guteres, apa mungkin kebetulan saja namanya sama…” gumam Jhons sambil menghela
nafas lalu berpikir untuk mengecek sekeliling rumah Mark agar ia lebih yakin.
Jhons mulai
menyentuh pintu gerbang rumah Mark yang ternyata tidak di kunci. Namun saat ia
hendak masuk tiba-tiba ada yang mendekat ke arahnya dari belakang.
“Permisi… Anda
siapa? Ada perlu apa?” tanya satpam jaga yang sedang berkeliling.
“Ah, saya hanya
ingin memastikan rumah Mark saja,” jawab Jhons lalu menutup kembali pagar rumah
Mark.
“Tuan Mark dari
kemarin pergi, katanya mengantar keluarganya ke rumah sakit,” ucap satpam itu
sambil mengantar Jhons pergi. “Apa ada perlu sesuatu?” tanyanya lagi.
Jhons menggeleng
lalu menatap satpam tua yang terlihat polos itu. “Apa Mark sering menerima tamu
yang menginap?” tanya Jhons.
Satpam itu diam
dan berpikir, mengingat apakah Mark pernah pulang membawa tamu sebelumnya.
“Setauku, dia hanya tinggal sendiri disini. Pernah sekali aku melihat orang
dari kantornya datang namun langsung pulang,” jawab satpam itu sambil menghela
nafas. “Tuan Mark bukan orang yang aktif bersosialisasi sepertinya,
kehidupannya hanya seputar kerjaan dan olahraga saja. kadang aku khawatir
padanya tapi dia terlihat sangat menikmati kehidupannya,” lanjutnya.
“Apa Mark sering
mengobrol denganmu?” tanya Jhons mengorek informasi.
Satpam itu
menggeleng. “Tuan Mark tidak banyak bicara, tapi aku memperhatikan adik kecil
Tuanku,” jawab Satpam itu cukup ambigu dengan senyuman di bibirnya begitu
sampai di depan pos.
Jhons masih ingin
bertanya tapi Satpam itu sudah masuk ke posnya dan menyalakan musik dengan
cukup kencang. Bukan karena volumenya namun karena musik yang ia putar
tiba-tiba terhubung ke sepeaker yang terpasang di hampir seluruh lampu jalan di
sekitaran perumahan.
Jhons menatap
heran ke arah Satpam itu dan menatap sekeliling. Seketika beberapa warga keluar
dari rumahnya sambil menatap ke arah Jhons. Baik dari bawah maupun dari lantai
atas.
“Mungkin kamu
perlu mematikan musiknya, kurasa itu mengganggu warga…” ucap Jhons menegur
Satpam tua itu yang hanya di angguki sambil mengibaskan tangannya mengusir
Jhons dari sana.
Jhons berjalan
masuk kedalam mobilnya sementara Jared yang sudah tak sabar menemui tersangka
lainnya langsung tancap gas menuju tempat pemberhentian selanjutnya.
“Perumahan yang
aneh…” gumam Jhons.
“Aneh apanya?”
tanya Jared bingung.
“Apa kamu melihat
ada satpam sebelumnya disini?” tanya Jhons.
Jared menggeleng.
“Mungkin saja dia sedang berkeliling sebelumnya, sekarang apa? Kita mencurigai
satpam tua itu juga?” jawab Jared yang terdengar cukup satir dan masuk akal.
“Aku merasa
perumahan itu cukup aneh, untuk apa satpam itu menyalakan musik sekeras itu?”
ucap Jhons sambil mengingat beberapa orang yang keluar dari dalam rumahnya
setelah musik itu terdengar.
“Mungkin memang
programnya, seperti adzan. Saat aku liburan ke Bali aku juga pernah
mendengarnya,” ucap Jared menepis kekhawatiran Jhons.
“Tapi setelah itu
para warga…” Jhons menggantung ucapannya karena merasa Jared tetap tidak akan
membantunya. “Turunkan aku di kantor,” ucap Jhons yang masih teguh pendirian
untuk mencurigai Mark.
***
Mark tak ada di
sekitar Lilia begitu ia membuka mata setelah oprasinya. Lilia menatap
sekelilingnya, ia sudah ada di kamar inapnya lagi. Ingatannya soal pembunuhan
yang sudah ia lakukan kembali terputar di kepalanya.
Lilia menekan bel
untuk memanggil perawat berkali-kali dengan panik. Lilia ingin segera pergi
dari sana. Lilia ingin kabur dari Mark. Lilia ingin bebas dari kekangan dan
segala kegilaan Mark yang bisa sewaktu-waktu muncul dari sikapnya yang mudah
berubah-ubah itu.
“Ya! Ada apa?”
ucap seorang perawat yang datang dengan begitu panik ke dalam kamar Lilia.
“Selamatkan aku!
Keluarkan aku dari sini, aku di sandra. Tolong aku!” ucap Lilia histeris
meminta pertolongan pada perawat itu.
Perawat yang
mendengar ucapan Lilia hanya tersenyum lalu menidurkan Lilia kembali. “Hah, ku kira
kenapa. Pasti anastesinya masih belum hilang…” gumam perawat itu lalu
menggenggam tangan Lilia.
Lilia terus
berusaha meronta dan menjelaskan namun tiba-tiba pintu kembali terbuka. “Oh,
ada suster…” sapa Mark yang datang dengan kantung belanjaannya berisi
buah-buahan dan beberapa makanan untuk Lilia. “Em…sudah bangun rupanya,” gumam
Mark lalu duduk di samping Lilia.
“Tadi anastesinya
belum hilang, dia berhalusinasi dan berteriak minta tolong. Jadi aku
menenangkannya,” ucap Perawat pada Mark.
“Oh benarkah, maaf
merepotkanmu,” ucap Mark ramah sambil tersenyum.
Lilia
menggelengkan kepalanya sambil melotot ketakutan sementara Mark mengelus
rambutnya dengan tenang.
“Aku bisa
mengurusnya, terimakasih sudah menjaganya,” ucap Mark sebelum perawat itu
pergi.
Hilang sudah kesempatan emas Lilia untuk kabur sekarang. [Next]