Bab 07 – Kepolisian
“Hai! Saya Mark,
ada yang bisa di bantu?” tanya Mark begitu ia sampai di kantornya.
Seorang pria
dengan jaket kulit langsung bangun dari duduknya sambil menunjukkan surat
tugasnya. Mark yang paham akan situasinya langsung mengangguk dan
mempersilahkan pria itu masuk ke ruangannya.
“Apa yang bisa
saya bantu?” tanya Mark sambil tersenyum ramah.
“Apa kamu pergi
dengan Lusiana empat minggu lalu?” tanya Jhons pada Mark.
Mark mengangguk
ragu. “Ah apa dia juga kencan denganmu?” tanya Mark membalikkan pertanyaan pada
Jhons. “Aku ikut kencan buta beberapa waktu belakangan ini,” ucap Mark menjawab
pertanyaan Jhons.
Jhons mengangguk.
“Kencan buta?” tanya Jhons bingung.
Mark mengangguk.
“Ya, kencan buta. Seperti kamu datang ke biro jodoh, di kenalkan pada seorang
wanita, di tunjukkan foto dan sedikit informasi seperi nama, umur, tinggi
badan, berat badan, warna kulit, gaya rambut…”
“Stop-stop! Aku
tau apa itu kencan buta,” sela Jhons. “Apa yang kalian lakukan setelah itu?”
tanya Jhons.
“Ke bar,
berciuman, berpelukan…” Mark menahan senyumnya sedikit melu menceritakan
kemesraannya dengan Lusi. “Kamu tau aku sudah dewasa, dia juga sudah dewasa.
Aku menciumnya di bar lalu pulang. Ngomong-ngomong kenapa kamu menanyakan soal
Lusi padaku?” tanya Mark setelah terlihat cukup meyakinkan sebagai pria yang
sedang kasmaran.
Jhons menggeleng
lalu tersenyum. Kecurigaannya pada Mark perlahan luntur. Mark tidak
mencurigakan, pakaiannya yang rapi dan caranya bicara juga cara mark datang
dengan tergesa-gesa dengan bus membuat kecurigaannya perlahan luntur.
“Apa terjadi
sesuatu pada Lusi? Belakangan ini dia tidak menghubungiku…” ucap Mark terlihat
khawatir sambil menatap Jhons.
Jhons terdiam lalu
menghela nafas. “Keluarganya melapor jika Lusi hilang dan sulit di hubungi
juga, kami sedang mencarinya,” jawab Jhons singkat lalu pergi meninggalkan
Mark.
“Bagaimana?”
sambut Jared rekan Jhons yang ikut menemaninya ke kantor Mark.
“Agak sulit
melacak pergerakannya. Dia tidak hanya bekerja sebagai perawat dan ikut kencan
buta saja. Dia juga wanita malam dan kerja di klinik aborsi ilegal,” ucap Jhons
sedikit frustasi mencari jejak Lusi yang begitu sering bergaul di pasar gelap.
“Aish! Merepotkan
sekali wanita jalang ini,” gerutu Jared lalu tancap gas menuju tempat
penyelidikan yang lain.
“Ku kira akan
mudah mendapatkan informasi soal wanita ini, ku kira ini kasus termudah yang
dapat ku kerjakan…” gumam Jhons sedikit menyesal mengambil keputusan untuk
mengambil kasus ini.
“Tapi aku ragu
pada Mark Guteres ini, bagaimana bisa pria sebaik dia mau kencan buta dengan
wanita jalang seperti Lusiana,” gumam Jared sambil menghela nafas.
Jhons terdiam
sambil mengangguk pelan. Kecurigaannya yang sempat hilang kembali muncul.
“Tapi siapa yang
tau fetish orang, mungkin memang seleranya wanita seperti itu…” lanjut Jared
yang malah membuat Jhons makin curiga pada Mark.
“Kita kembali ke
kantor!” perintah Jhons tiba-tiba yang teringat untuk mencari tau latar
belakang Mark yang belum sempat ia lakukan terlebih ia teringat pada marga
Guteres yang disandang salah satu kelompok gangster yang sempat berseteru
beberapa bulan lalu.
***
Mark pulang dengan
perasaan sedikit bercampur aduk. Namun ia langsung tenang begitu melihat Lilia
masih ada di kamarnya, meringkuk dan tertidur dengan sebelah kakinya yang di
luruskan karena sakit. Mark membawakan surat pemecatan Lilia dari kantor dan
kruk agar Lilia mudah bergerak di rumahnya.
“Lilia…” panggil
Mark lembut sambil mendekap Lilia dari belakang.
“Enghh… Mark…”
lirih Lilia yang langsung terbangun namun di tahan Mark agar tetap berbaring
dalam dekapannya.
“Aku tadi ke
kantor, kamu di pecat…” ucap Mark sambil menghirup aroma tubuh Lilia yang wangi
dan menenangkan syarafnya itu.
“Ah seperti itu,”
jawab Lilia cukup getir mendapati kabar jika ia dipecat bahkan ketika ia sulit
di hubungi dan tiba-tiba menghilangpun tak ada yang mencarinya sama sekali.
“Apa ada yang menanyakan soal aku?” tanya Lilia pada Mark sambil mengelus
lengan kekar Mark yang melingkar di pinggangnya.
“Sejauh ini tidak
ada, apa kamu berharap sesuatu? Apa seharusnya ada yang mengkhawatirkanmu?”
saut Mark lalu bangun untuk menatap wajah Lilia yang murung.
Lilia menggeleng
pelan. “Aku hilang dan tidak bisa di hubungi, kenapa tidak ada yang mencariku…”
jawab Lilia lalu tersenyum getir.
Selalu begini, ini
juga bukan kali pertamanya di abaikan hingga di anggap tidak ada lagi. Sejak ia
masuk dunia kerja, dunia yang lebih keras dari bangku kuliah. Orang-orang mulai
berusaha menjatuhkan dan menyingkirkannya, tidak hanya dari belakang namun juga
dari depan. Tapi dari itu semua, yang Lilia alami sekarang adalah yang paling
membuatnya sakit hati.
Lilia bekerja di
perusahaan besar. Perusahaan raksasa dan masih magang. Tapi tak satupun orang
peduli padanya, meskipun sebelumnya mereka pergi makan siang dan bergosip
bersama. Tetap saja tak satu orangpun peduli padanya meskipun ia menghilang.
Saat Lilia membutuhkan pertolongan.
“Aku membelikanmu
kruk, jadi kamu bisa lebih leluasa bergerak di rumah. Kamu bisa berjalan ke
dapur, kamar mandi, dan menonton TV bila mau. Aku berharap kamu bisa memasak,
Lisa suka memasak,” ucap Mark sambil menunjukkan kruk yang baru ia beli untuk
Lilia.
Lilia tersenyum
lalu mengangguk menanggapi Mark. Ia benar-benar sedih dan berharap akan ada
satu orang saja yang mencarinya, atau melaporkan kehilangannya pada polisi.
Tapi ternyata sampai sejauh ini ia sama sekali tak di perhatikan dan tak di
inginkan siapapun. Tidak keluarga, tidak pula teman kerjanya. Semua mengabaikan
Lilia begitu saja.
“Tidak usah
terharu begitu, aku tau aku baik…” ucap Mark menggoda Lilia yang jelas tampak
frustasi dan hilang harapan begitu menerima surat pemecatannya. “Perusahaan
besar tidak akan merasa kehilangan hanya dengan satu anak magang membolos dan
hilang beberapa hari. Berapa banyak email masuk yang menawarkan diri untuk menempati
posisimu. Kamu hanya seorang programer biasa, tidak ada yang unik dan spesial
dari dirimu, kenapa berharap ada yang perlu mencarimu?”
Lilia mengusap
airmatanya, mengiba dan menceritakan kisah sedih pada Mark rasanya juga tidak
akan membawa perubahan apapun. Mark tetap semaunya sendiri, Mark bukan sesuatu
yang dapat di kontrol oleh Lilia. Bukan kapasitas Lilia juga untuk mengatur
orang seperti Mark. Ditambah dengan lautan fakta yang membuatnya makin sakit.
“Menurutmu apa
yang akan orang pikirkan soal dirimu jika benar ada yang mencarimu?” tanya Mark
lalu kembali duduk di tempat tidurnya sambil merangkak mendekati Lilia secara
perlahan dengan tatapan tajam dan senyum yang menyeringai di sudut bibirnya.
“Seorang karyawati menjadi penguntit, menyadap, menerobos masuk ke rumah
seorang pria lajang secara ilegal. Lihat siapa disini yang jadi korban
sebenarnya?” ucap Mark lalu meraih dagu Lilia dan melumat bibirnya dengan
kasar. “Kamu mau semua orang tau itu? Atau menjadi anak baik yang dapat ku
percaya?” tawar Mark.
Lilia menundukkan
pandangannya airmatanya mengalir, tak ada pilihan baik diantara dua pilihan
yang Mark berikan padanya. “Mark… aku ingin pulang…”
“Kamu ingin
tinggal di bawah lagi dan makan di mangkuk maksudmu?” tanya Mark yang membuat
Lilia ketakutan.
Lilia langsung
menggeleng dengan cepat. “Aku akan menjadi anak baik, percayalah padaku…” Lilia
mulai memohon dengan pandangan penuh harap dan wajah memelasnya. [Next]