Bab 13 – Penyelidikan
Mark pergi
memenuhi panggilan Dalton saat istirahat makan siang. Mark melaporkan soal
pihak kepolisian yang mencurigainya, laporan Mark juga berbanding lurus dengan
laporan Jack yang bertugas menjadi satpam di perumahannya waktu itu.
“Sudah, itu yang
terakhir. Aku tidak akan melakukannya lagi,” ucap Mark sambil memalingkan
wajahnya karena di marahi kakaknya setelah membunuh Emilya.
Dalton menghela
nafas dan hanya bisa geleng-geleng kepala dengan kelakuan Mark yang begitu
mengerikan belakangan ini. “Kita tidak membunuh lagi, era itu sudah selesai…”
ucap Dalton mengingat masa-masa kelamnya yang merenggut nyawa Lisa.
“Apa maksudmu? Apa
itu artinya Lusi belum di eksekusi?!” tanya Mark yang langsung emosi dan tak
terima melihat Dalton yang jadi begitu lembek sejak kepergian Lisa.
Dalton kembali
menghela nafas. “Aku punya rencana tersendiri, aku akan tetap mengeksekusinya,”
ucap Dalton agar Mark lebih tenang.
Mark mengerutkan
keningnya tak percaya dengan Dalton. “Aku yang akan mengeksekusinya sendiri!”
Mark berkeras.
“Aku ingin
membunuhnya secara perlahan…” ucap Dalton lalu memberikan obat dan suntikan
pada anak buahnya yang baru saja masuk ke ruangannya.
Mark menaikkan
sebelah alisnya bingung pada penyiksaan seperti apa yang di lakukan Dalton.
“Kamu bisa menemui
wanita lumpuh itu,” ucap Dalton lalu keluar dari ruangannya untuk kembali
menghabiskan waktu dengan Vera.
Mark berjalan
menuju ruang tahanan yang ada di belakang bersebelahan dengan kandang anjing
peliharaan Dalton. Mark hanya melihat Lusi yang begitu tak berdaya meringkuk
sambil merintih meminta tolong dan begitu kesakitan setelah menerima suntikan
dari anak buah Dalton. Namun belum ia mendekat ponselnya berdering.
***
Lilia mulai
menyalakan robot pembersih sebelum merapikan tempat tidur yang berantakan
setelah hampir tiap malam di gunakan untuk bercinta. Lilia memunguti
pakaian-pakaian kotor yang ada di lantai lalu membawanya ke mesin cuci.
Aktivitas normalnya sembari menunggu Mark selesai bekerja.
Lilia juga kali
ini akan menyiapkan makan malam untuk di nikmati bersama Mark. Terutama Mark
sebelumnya juga sudah bilang jika ia akan sedikit lembur kali ini dan akan
pulang sedikit terlambat. Jadi untuk menyambut Mark, Lilia berencana
membuatkannya masakan yang sederhanya untuk makan malam nanti.
Perasaan Lilia
begitu bahagia, hubungannya dengan Mark terus membaik. Mark juga berencana
mengajaknya ke acara reuni kampusnya minggu depan. Mark bahkan berjanji nanti
saat Lilia sembuh akan mengajaknya berlibur saat natal nanti. Membayangkannya
saja sudah membuat Lilia senang.
Lilia merasa hidup
layaknya pasangan bagi Mark. Seperti mimpi-mimpinya yang selama ini baru
terwujud. Bagaikan Romeo dan Juliet yang akhirnya bertemu dan kembali bersatu.
Bahkan pikiran untuk kaburpun sudah tidak ada lagi di pikiran Lilia sekarang.
Ia hanya ingin bersama Mark.
Tapi
kegembiraannya itu seketika hilang ketika ada orang asing dengan pakaian cukup
rapi lengkap dengan jaket kulitnya menekan bel di gerbang. Lilia yang semula
bahagia dan ceria kini panik melihat orang asing itu dari monitor kecil di
ruang tamu.
“Dari semua orang
kenapa kamu terus mencurigainya?” tanya Jared pada Jhons yang kembali
mendatangi rumah Mark.
Jhons menggeleng
dengan wajah yang gundah. “Entahlah, aku hanya mengikuti instingku. Aku sudah
12 tahun bekerja di bidang ini. Aku merasa hanya perlu mengikuti insting dan
naluriku saja,” jawab Jhons lalu mendorong pintu gerbang rumah Mark yang tidak
di kunci.
“Apa yang
membuatmu curiga?” tanya Jared heran.
“Dua dari tiga
teman kencannya beberapa waktu belakangan hilang, menurutmu wajar?” jawab Jhons
yang mengembalikan pertanyaan Jared.
Jared menghela
nafas lalu kembali masuk kedalam mobil untuk memeriksa daftar tersangkanya yang
sudah mulai habis dan mulai kehilangan orang untuk dicurigai. Jhons melangkah
masuk kedalam sambil memperhatikan sekeliling. Mencari petunjuk atau sesuatu
untuk di curigai.
Tak satupun yang
tampak mencurigakan sampai tiba-tiba tercium bau masakan dari dalam rumah Mark
yang terasa gosong di tambah air yang tiba-tiba mengalir dari saluran
pembuangan air. Jhons menempelkan matanya ke kaca jendela berharap ia dapat
melihat apa yang ada di bawah. Namun gorden yang tebal dan masih tertutup rapat
menghalanginya.
Jhons tak habis
akal. Mengingat gerbang yang tak dikunci. Ia langsung bergegas menuju ke pintu
masuk depan karena pintu belakang tertutup tanaman merambat yang jelas dari
bentukannya sudah terlihat jelas jika itu tak pernah di lewati.
Jhons mulai
mencoba membukanya tapi pintu yang menggunakan sistem penguncian otomatis itu
tak bisa ia buka. Jhons kembali mengintip kedalam dari sela-sela pintu.
“Oh, hai!” sapa
Mark yang melihat Jhons sambil menenteng tas belanjaan dari supermarket.
Jhons terperanjat
kaget melihat Mark yang datang lalu dengan kikuk melambaikan tangan sambil
tersenyum.
“Apa yang kamu
lakukan di rumahku?” tanya Mark lalu membuka pintunya yang menggunakan sidik
jarinya sebagai akses membuka.
“Aku hanya
memeriksa kondisi rumahmu, aku mencium bau gosong dari dalam,” jawab Jhons
tanpa berani menatap mata Mark.
“Oh tidak! Aku lupa!”
seru Mark lalu berlari kedapur untuk mematikan kompornya.
Jhons melihat
rumah Mark yang cukup bersih dan sebuah robot pembersih yang sedang bergerak di
bawah.
“Apa ada masalah
lain?” tanya Mark yang melihat Jhons belum juga pergi.
“Apa ada orang lain
di rumahmu?” tanya Jhons dengan sebelah alis yang terangkat dan wajah
seriusnya.
Mark tersenyum
lalu memiringkan kepalanya. “Silahkan di periksa saja rumahku sepertinya kamu
menaruh banyak curiga sampai datang dua kali kemari,” ucap Mark setelah tak melihat
keberadaan Lilia di rumahnya. “Silahkan di periksa keseluruh sudut,” lanjut
Mark mempersilahkan Jhons masuk.
Jhons mengerutkan
keningnya ragu namun ia tetap melangkah masuk kedalam rumah Mark. Mark diam
mengikuti kemana arah Jhons melangkah memeriksa tiap sudut rumahnya dengan
tenang. Jhons juga tak banyak bicara, sesekali ia ragu namun Mark yang langsung
membukakan pintu atau tersenyum agar Jhons tidak ragu memeriksa tiap sudut
rumahnya.
“Apa mau memeriksa
gudang bawah juga?” tawar Mark yang di angguki Jhons dengan ragu. “Silahkan!”
ucap Mark mempersilahkan Jhons menuruni tangga terlebih dahulu.
Suara instrumen
musik yang dulu di putar satpam kembali terdengar samar dan perlahan makin
keras.
“Ah!” ucap Mark
begitu mendengar suara instrumen yang menggema di setiap pengeras suara yang
terpasang di lampu jalan.
“Apa itu selalu
terjadi?” tanya Jhons.
Mark mengangguk
sambil tersenyum menatap Jhons dengan pandangan yang tajam. “Pengelola
perumahan ini cukup kreatif kan?” ucap Mark lalu membukakan pintu yang
terhubung ke garasinya dengan sedikit kesulitan. “Aku jarang menggunakannya,”
ucap Mark.
Jhons tak melihat
sesuatu yang mencurigakan bahkan sampai kebawah kolong mobil juga tak
mencurigakan. Mark mulai panik setelah Jhons yang sama sekali tak menemukan
apapun. Mark mulai takut jika Lilia hilang atau pergi darinya.
Mark mendengar
suara mobil yang terparkir di depan rumahnya tiba-tiba di starter. Mark
mulai panik dan terus mencari cara untuk mengecek diluar. Apakah Lilianya sudah
masuk kedalam mobil dan bersiap kabur dari sana. Namun tiba-tiba Jhons menaruh
curiga pada lemari besar yang berisi koleksi jas milik Mark.
“Silahkan…” ucap
Mark yang lagi-lagi hasilnya nihil ketika di buka.
Mark membelalakkan matanya kaget melihat Lilia yang sama sekali tidak ada di tiap sudut rumahnya. [Next]