Bab 03 – Tangga
Mark membawa Lusi pulang ke rumahnya setelah
cukup banyak mengobrol dengannya di bar. Sedikit cumbuan singkat yang Mark
berikan rasanya sudah lebih dari cukup untuk membujuk dan menguatkan rayuannya
agar Lusi mau pulang ke rumahnya.
“Ceritakan soal pekerjaanmu lagi, kamu terlihat
sexy waktu menceritakan soal pekerjaanmu,” rayu Mark sambil mempersilahkan Lusi
masuk ke rumahnya.
“Kamu pintar merayu,” jawab Lusi yang membuat
Mark tertawa kecil.
“Tidak, menurutku kamu kelihatan keren waktu
bilang mau merawat salah satu istri gengster itu. Apa kamu gak takut?” ucap
Mark lalu mempersilahkan Lusi duduk di sofanya sementara ia mengambil wine.
Lusi meluruskan kakinya di sofa sambil sedikit
mengangkat gaunnya agar Mark bisa melihat kakinya yang mulus. “Aku hanya menerima
tugas dari Nona Salma, hanya menyuntikkan obat agar gadis itu kamu tau…” Lusi
mengibaskan tangannya di leher sementara Mark menaikkan sebelah alisnya
berharap Lusi dapat memperjelas maksudnya. “Kamu paham?” tanya Lusi.
Mark menggeleng dengan wajah polos bingungnya
yang membuat Lusi tertawa.
“Kamu polos sekali, untuk ukuran seorang
peretas kamu termasuk polos,” ucap Lusi. “Yah.. Nona Salma ingin membunuhnya
pelan-pelan, jadi aku menyuntikkan obat itu terus menerus sampai dia lumpuh dan
mati perlahan,” lanjut Lusi.
Mark tersenyum lalu mengangguk.
“Ngomong-ngomong kenapa kamu menanyakan itu?”
tanya Lusi yang seketika takut sudah terlalu banyak bicara pada Mark.
“Lisa Guteres, Andreas Dalton Guteres…” Mark
menunjuk dadanya. “Mark Guteres…” Mark tersenyum lalu mendekat ke arah Lusi.
“Kebetulan sekali bukan?” tanya Mark yang tiba-tiba membuat Lusi merinding dan
bergidik ngeri.
Mark mengambil sebuah album foto dibawah meja.
Lusi membelalakkan matanya begitu kaget dan langsung gemetar sampai tak berani
melihat ke arah Mark.
###
Lilia masuk kedalam rumah Mark. Begitu sepi dan
sunyi, bahkan suara nafas dan detak jantungnya bisa ia dengarkan sendiri. Entah
karena Lilia yang ketakutan hingga jantungnya berdetak begitu cepat atau karena
ruangan di rumah Mark yang memasng sunyi.
Lilia melihat-lihat sekeliling. Ada foto Mark
yang dulu menjuarai lomba robotik saat SMP bersama ibunya, lalu ada fotonya
yang baru masuk di depan SMA bersama seorang wanita dengan perutnya yang
buncit, ada juga foto Mark yang sedang merayakan ulang tahun. Semua terpampang
rapi yang langsung Lilia foto untuk ia kagumi nanti.
Lilia terus memandangi pajangan yang ada di
ruang tamu rumah Mark. Memandangi pialanya, memandangi pita kejuaraannya,
memandangi tiap foto yang ada, juga beberapa hiasan interior di rumahnya yang
begitu indah. Tapi seketika Lilia terhenti ketika samar mendengar rintihan
orang meminta tolong.
“Tolong…siapapun tolong aku…tolong…” suara
seorang wanita yang meminta tolong terdengar begitu jelas.
Lilia melangkah mengikuti arah suara itu yang
terus membawanya sampai ke tangga yang menuju kebawah. Lilia ragu untuk
melangkah namun ia juga penasaran siapa yang ada di bawah sana.
“Tolong…tolong aku…siapapun tolong aku!” suara
itu semakin jelas terdengar.
Lilia begitu gugup dan semakin takut untuk
melangkah. Badan Lilia gemetar, tubuhnya juga merinding seketika. Tapi ia juga
penasaran dan ingin tau apa yang ia dengar dan siapa yang sudah meminta tolong
dengan suara yang begitu memprihatinkan itu.
“Halo…” ucap Lilia.
“Tolong! Tolong aku! Cepat telfon polisi!”
teriak wanita yang ada di balik pintu itu semakin keras begitu tau ada orang
lain di rumah Mark.
“Hai!” ucap Mark mengejutkan Lilia dengan
senyum ramah Mark langsung menghantam Lilia dengan tongkat hingga Lilia jatuh
dan tak sadarkan diri. “Selamat datang di rumahku…” lanjut Mark lalu membawa Lilia masuk ke dalam
ruangan yang ada di bawah.
“Lepasin
aku! Ku mohon aku bakal lakukan apapun, tapi tolong lepaskan aku. A-ak…aku…”
“Apa dia
temanmu?” tanya Mark sambil mengikat tangan Lilia dan mengambil semua
barang-barangnya.
Lusi
langsung menggeleng, ia sama sekali tak mengenal Lilia dan ia benar-benar
berharap jika Lilia bisa menyelamatkannya tadi. Lusi juga sudah tak berani mengumpat
atau melawan Mark yang ternyata jauh lebih berbahaya daripada yang ia
bayangkan.
Mark duduk
sambil mengeluarkan isi tas Lilia dan menjajarkannya di atas meja. Mark
tersenyum kecil melihat fotonya yang di gunakan sebagai wallpaper oleh Lilia.
“Darimana
gadis ini? Suruhan siapa dia…” gumam Mark sambil menggeledahi ponsel Lilia.
“A-aku bisa
mencari taunya, aku bisa membantumu mencari tau soal gadis ini. S-se-serahkan
saja padaku, aku bisa mengatasinya…” ucap Lusi yang langsung menawarkan diri
untuk membantu Mark berharap itu mampu membuatnya di bebaskan dari gudang
pengap ini.
Mark
menatap Lusi sejenak lalu kembali asik menggeledahi ponsel Lilia dan memutuskan
keluar dari gudang itu sambil membawa ponsel dan laptop yang ia temukan di
dalam tasnya.
“Oh sudah
datang, dia dibawah. Bawa saja, kalau Dalton tidak mengeksekusinya bawa padaku.
Biar aku yang menghabisinya…” ucap Mark begitu sampai di atas dan
mempersilahkan dua orang pria bertubuh besar itu masuk. [Next]