Bab 02 – Stalker
Hari-hari
awal mengikuti Mark terasa begitu menyenangkan bagi Lilia. Melihat Mark yang
sedikit berantakan kembali membuat Lilia kembali melihat pria yang menjadi
cinta pertamanya masih sama seperti dulu. Itu cukup melegakan dan membuat Lilia
bahagia sejauh ini.
Lilia yang
semula hanya mencari kesempatan untuk mengobrol dengan Mark sekarang beralih
menjadi seorang penguntit yang akan selalu mengikuti Mark. Tidak hanya saat
pulang dan naik bus di hari kerja saja, tapi juga saat libur bekerja dan
kegiatan Mark lainnya seperti olahraga maupun belanja. Lilia terus mengamati.
Lilia juga
diam-diam menaruh kamera kecil di pagar rumah Mark demi melihat apa kata sandi
pintu rumah Mark. Lilia bahkan sengaja ikut mendaftar di tempat gym yang sama
dengan Mark agar bisa sekedar memandanginya saat sedang latihan.
Semakin
hari Lilia semakin terobsesi pada Mark. Semakin Lilia mengetahui siapa Mark dan
apa aktivitasnya, Lilia semakin lupa apa tujuannya sebenarnya. Begitu banyak
foto Mark yang ia ambil dan setiap hari sebelum tidur Lilia akan mulai berfantasi
soal Mark.
Lilia
meremang sendiri, menggunakan lingerie sexy sebagai baju tidurnya belakangan
ini sambil membayangkan jika ia akan menggunakan itu untuk Mark. Samar-samar ia
melihat kejantanan Mark yang cukup menonjol dan terbilang besar itu ketika ia
sedang olahraga dan menggunakan celana yang terbilang cukup ketat dan cukup
untuk membuat Lilia dapat memperkirakan seberapa besar kejantanan milik Mark.
Memasukkan
mainan nakalnya membayangkan seolah Mark yang sedang menggaulinya. Lilia
meremang sendiri, memuja Mark dalam kamarnya, membayangkan tubuh besar Mark
yang gagah itu akan bercinta dengannya. Memalukan bila mengingat Lilia, seorang
perempuan yang harusnya menjaga diri memikirkan hal mesum ini terus menerus.
Bahkan keperawanannya juga jebol karena mainannya dengan Mark sebagai
fantasinya.
“Ku kira
kita tidak searah…” ucap Mark begitu sampai di halte dan menunggu bus yang sama
dengan Lilia.
Lilia kaget
dan hanya bisa menundukkan kepalanya dengan gugup dan ketakutan mendengar Mark
yang bicara padanya. Tangannya terkepal memegangi tasnya, sementara kakinya
berusaha tetap tenang dan tidak gemetar.
Mark
tertawa kecil. “Mungkin kita memang satu arah,” ucap Mark lagi lalu naik
kedalam bus.
Lilia yang
masih ketakutan hanya bisa diam lalu dengan tangannya yang gemetar ia mengambil
ponselnya dan berpura-pura menelfon agar ia tidak naik kedalam bus yang sama
dengan Mark.
Sebenarnya
ini awal yang bagus. Lilia tak perlu mencari alasan untuk bicara dengan Mark.
Tapi ia sudah terlanjur ketakutan sendiri, ia takut jika Mark melihat ponselnya
dan mendapati wallpaper fotonya sendiri. Lilia juga sudah terlalu fokus
mengikuti Mark sampai lupa dan bingung harus bicara apa padanya.
Setelah
sekian lama ini kali pertamanya tidak mengikuti Mark sampai ke rumahnya. Lilia
sedih, tapi ia juga senang begitu melihat hasil vidio dari kameranya yang
akhirnya mendapati dengan jelas kata sandi pintu rumah Mark.
“9876”
sesederhana itu? Tapi siapa yang tau kalau tidak di coba.
***
Lilia
merasa selangkah lebih dekat dengan Mark. Lilia pergi ke rumah Mark untuk
mengambil kameranya sekaligus mencoba kata sandi yang baru ia dapatkan. Tangannya
begitu basah dan gugup ketika hendak mencoba membobol pintu rumah orang lain
pertama kalinya.
Tapi
kegugupannya itu tidak sia-sia. Pintu rumah Mark bisa terbuka. Meskipun di saat
bersamaan Lilia juga takut ketahuan hingga akhirnya memutuskan untuk pergi dari
sana sebelum ada yang melihatnya.
“Beruntung
sekali pasti perempuan yang bisa kencan dengan Mark…”
“Iya aku
jadi iri…”
“Jadi dia
mengambil cuti untuk kencan?”
Semua
karyawati bergunjing soal Mark yang pulang lebih awal dari biasanya. Lilia
begitu terpukul mendengar kabar tersebut. Sebelumnya ia terlambat bicara dengan
Mark karena Mark pergi sebelum acara perpisahan, sekarang Lilia akan kehilangan
kesempatan lagi jika sampai Mark memiliki pasangan sebelum ia sempat menyatakan
perasaannya.
Air mata
Lilia mengalir begitu saja, ia tak bisa membendung perasaannya yang remuk
setelah kembali bertemu dengan Mark. Perjuangannya mencari Mark selama ini,
semua yang sudah ia lakukan terasa sia-sia. Lebih menyakitkannya lagi ia tidak
tau sejak kapan Mark memiliki kedekatan dengan wanita yang sedang ia kencani
ini.
Dengan rasa
sakit hatinya dan cemburu yang sudah tak dapat ia tahan, Lilia semakin gencar
mengamati Mark. Lilia bahkan mengikuti Mark pergi ke bar dan kafe saat
kencan-kencan selanjutnya. Rasanya Lilia ingin menjambak rambut wanita yang
Mark kencani itu dan melabraknya. Tapi sayang Lilia tak seberani itu untuk
melakukannya.
Lilia tetap
menahan dirinya meskipun perasaannya begitu remuk saat melihat Mark berciuman
dengan gadis itu di bar dan pergi sambil saling merangkul satu sama lain. Lilia
iri, Lilia cemburu. Ia merasa jauh lebih pantas daripada gadis itu untuk
mendapatkan Mark dan segala kehangatannya.
Sampai
akhirnya Lilia melewati batasannya saat melihat Mark membawa gadis itu kedalam
rumahnya. Lilia hanya bisa menangis, terlebih sampai malam gadis itu tak
kunjung pulang dari rumah Mark.
“9876”.
Kling! Sebelum jam pulang kerja Lilia nekat memasuki rumah Mark setelah sekian
lama menahan diri. [Next]