Bab 09 – Pembunuhan Pertama
Mark menyeret
Emily masuk kedalam gudang lalu mengikat tangannya di belakang. Emily sempat
pingsan namun Mark sama sekali tidak menghiraukannya dan mulai menelanjangai
Emily sebelum mengikatnya.
“Mark…” lirih
Lilia yang sudah begitu lemah.
Mark tersenyum
melihat Lilia masih hidup lalu kembali ke atas untuk mengambilkan minuman
untuknya. Mark tersenyum melihat Lilia yang meminum air yang ia berikan dengan
begitu kehausan. Mark melepaskan ikatan di tangan juga kakinya.
“Mark…ampuni aku,
aku tidak mau disini…” rintih Lilia sambil menangis memohon di kaki Mark.
Mark berjongkok
lalu mengelus kepala Lilia. “Aku senang kamu bisa lebih bersyukur sekarang,”
jawab Mark lalu mengecup kening Lilia dan mendekapnya.
Lilia tersenyum
dengan mata yang masih terlihat khawatir dan ketakutan terlebih melihat wanita
yang baru di bawa masuk oleh Mark. Sungguh sekarang Lilia hanya ingin naik ke
atas dan mengabaikan apa yang ia lihat. Lilia benar-benar tak mau dan takut
terlibat pada apapun yang akan di lakukan Mark pada wanita ini.
“Kamu mau tau dia
siapa?” tanya Mark sambil mendekap Lilia dan memintanya menatap Emily.
Lilia menggeleng
pelan, sungguh ia tak mau terlibat pada apapun itu.
“Dia suster yang
berjaga ketika aku datang ke UGD saat ibuku kecelakaan. Dia perawat yang
melarang dokter jaga maupun perawat lain untuk membantu ibuku. Dia orang jahat
yang membuatku jadi sebatang kara…” Mark bercerita dengan sendirinya.
Lilia yang semula
ketakutan jadi merasa iba terlebih ia melihat mata Mark yang berkaca-kaca.
“Dia terus
memintaku mengurus administrasi ini dan itu sampai aku tak bisa menggenggam
ibuku yang sudah sekarat. Bukankah dia jahat Lilia?” Mark mengiba pada Lilia.
Lilia mengangguk,
tangannya terulur untuk menyeka airmata Mark.
“Mark…” panggil
Emily dengan rintihannya setelah ia tersadar.
Lilia dan Mark
menoleh ke arahnya. Mark memberikan pisau ke tangan Lilia lalu memaksa Lilia
untuk menggenggamnya.
“Mark, apa ini
balasanmu setelah semua yang kita lalui bersama? Aku sudah memberikanmu
segalanya bahkan kamu juga sudah meniduriku, kita bersenang-senang, kamu bilang
kamu mencintaiku, lalu apa ini bukti cintamu?” Emily mulai meracau sambil
menangis frustasi berharap ucapannya mampu melembutkan hati Mark dan
melepaskannya.
“Lilia, dia
merayuku…” bisik Mark lalu mengecup bibir Lilia.
Lilia merangkak
mendekat ke arah Emily secara perlahan dengan pisau di tangannya.
“Kamu siapa? Kamu
wanita kotor! Menjauh dariku!” jerit Emily begitu ketakutan melihat Lilia yang
mendekat ke arahnya sambil memegang pisau. “Pergi!!! Menjauh dariku!” jerit
Emily sambil menendang Lilia dengan sisa-sisa tenaganya.
Lilia terdiam.
Ingatan masalalunya kembali muncul seiring dengan jeritan Emily yang memakinya
dengan ketakutan dan rasa frustasi, di tambah dengan tendangan kaki kotor Emily
yang menendang bahu juga kepalanya. Pisau di tangannya juga terpental namun
Lilia masih terdiam.
“Lilia, kamu
tinggal bersama paman dan bibimu ya. Nanti kalau Nenek sudah sembuh kita akan
kembali bersama…” ucap Nenek Lilia sebelum meninggal dan membuatnya terjebak di
rumah paman dan bibinya yang berubah menjadi iblis begitu Neneknya mati.
“Dasar anak kotor!
Bersihkan kakimu dan menjauhlah dariku!!” jerit Bibi saat Lilia pulang
kehujanan sendirian dengan badan yang sudah mengigil.
Lilia kecil
berjalan keluar untuk mencuci kakinya namun saat ia berbalik Bibinya sudah
mengunci pintu dan membiarkannya kedinginan di luar semalaman. Lilia mencoba
masuk lewat pintu belakang, namun ia malah mendapati keluarga Pamannya itu
sedang makan bersama dan terlihat bahagia sudah bisa menyiksanya diluar.
Badan Lilia
kembali gemetar. Teriakan Emily membawanya ke masalalu begitu dalam. Lilia
merangkak mendekat ke arah pisaunya namun Mark meraihnya lebih dulu dan
memberikannya pada Lilia.
“Apa kamu menunggu
sampai aku jadi miliknya Lilia?” bisik Mark sambil membantu Lilia bangun.
Lilia langsung
menggeleng dengan panik. Ia hanya memiliki Mark, Mark hanya miliknya. Lilia tak
mau membagi Mark dengan yang lain.
Mark mengambil
kursi lalu mengangkat Emily dan mendudukkannya disana.
“Mark…Mark…kumohon
keluarkan aku dari sini…” rintih Emily begitu ketakutan mengiba pada Mark.
Mark hanya
tersenyum melihat Lilia yang terpincang-pincang berjalan mendekat ke arah
Emily. Emily terus menjerit ketakutan melihat Lilia yang semakin mendekat denan
keringat dingin yang mulai bercucuran. Mark hanya diam lalu menjauh selangkah
melihat Lilia yang menikam Emily dengan penuh emosi.
Lilia terus
menikamnya berulang-ulang kali sambil membayangkan yang ia tikam adalah
Bibinya. Sampai akhirnya ia tersadar dan melihat banyaknya darah di tangannya
juga yang menciprat ke wajah dan bajunya.
“Oow…kamu
membunuhnya Lilia! Kamu membunuhnya!” jerit Mark girang sambil tertawa puas.
Lilia menggeleng
ketakutan sambil berusaha mengelap darah yang ada di tangannya dan langsung
melepaskan pakaiannya untuk mengelap tetesan darah yang berceceran di lantai
dengan panik.
“M-maaf…maafkan
aku…” lirih Lilia ketakutan sambil menangis.
Lilia memang benci
pada bibinya juga paman dan sepupunya yang begitu semena-mena padanya. Lilia
memang sempat terpikir untuk menyingkirkan mereka, namun bukan berarti Lilia
ingin membunuhnya. Lilia hanya ingin melepaskan kemarahannya dan menghapus
sikap menyebalkan itu saja. Lilia tak ingin mengambil nyawa siapapun.
“Lihat kamu
membunuhnya, apa kata polisi dan keluarganya jika mereka mulai mencari kepala
perawat Emily?” ucap Mark yang makin membuat Lilia panik.
“Sembunyi…a-aku
harus sembunyi…” lirih Lilia yang membuat Mark senang.
Mark menggendong
Lilia kembali ke atas meninggalkan Emily yang sudah tak bernyawa di bawah. Mark
menelfon seseorang sementara Lilia ada di kamar mandi untuk membersihkan
tubuhnya dari darah dan kotoran lainnya.
Bel pintu rumah
Mark berbunyi. Lilia tercekat dan begitu ketakutan di kamar mandi. Telinganya
begitu waspada mendengarkan suara yang ada di luar. Lilia benar-benar
ketakutan, tapi tak berapa lama Mark tiba-tiba muncul dan masuk ke kamar mandi
dengan senyum hangatnya.
“Sudah…tidak apa-apa,
selama kita saling menjaga dan menyembunyikan ini kita akan aman…” ucap Mark
lembut yang langsung di angguki Lilia.
Mark menyalakan
keran dan memenuhi bathtubnya dengan air sambil melepaskan pakaiannya
dan sama telanjangnya seperti Lilia. Mark mulai membasuh tubuhnya lalu berendam
bersama Lilia seolah tak terjadi apapun.
“Besok kita ke
dokter, aku sudah membuat janji dengan dokter tulang untuk menangani kakimu.
Aku ingin kamu sehat,” ucap Mark lembut sambil mendekap Lilia lalu menyirami
tubuhnya dengan air lalu mengusap tubuhnya dengan lembut.
Lilia menggeleng.
“T-tidak… jangan…aku takut…” tolak Lilia.
Mark tersenyum.
“Selama kamu tidak membahasnya dan kita rahasiakan bersama, semua akan
baik-baik saja. Paham?”
Lilia mengangguk
dengan gugup.
“Kamu percaya
padaku?” tanya Mark sekali lagi yang kembali mendapat jawaban yang sama dari
Lilia. “Aku menyayangimu Lilia…” lirih Mark lalu mendekap Lilia dan mengecup
keningnya.
Lilia hanya diam
sambil membalas pelukan Mark dengan pikiran yang begitu bercampur aduk dan
penuh rasa ketakutan. [Next]