Bab 05 – Mandi
Mark masih ragu dengan ucapan Lilia tapi melihat CV dan mengecek kebenarannya secara menyeluruh. Mungkin Lilia juga tidak berbohong soal alasannya datang menemui Mark. Mereka benar-benar ada di sekolah yang sama saat SMP dan SMA. Bahkan Mark juga mulai sedikit ingat soal Lilia yang pernah berfoto dalam foto yang sama bersama gurunya yang mendampingi ke perlombaan dulu.
Keraguan Mark juga
perlahan berkurang ketika Lilia sama sekali tidak berusaha pergi dari gudang.
Bahkan Lilia juga tidak berteriak dan merengek seperti Lusi. Lilia hanya diam
di bawah sambil mengobati kakinya dengan salep yang di berikan Mark. Bahkan
Lilia juga tak protes ketika Mark memberikannya makanan dan minuman di dalam
mangkuk layaknya anjing.
Bukan tanpa alasan
Lilia bisa terus diam dibawah sana. Tapi karena ia yang sudah kapok merintih
dan memohon untuk di keluarkan pada Mark. Lilia tak mau kakinya makin sakit
lagi jika ia terus merintih dan membuat Mark marah padanya. Meskipun ia juga
tetap memikirkan cara untuk kabur dari rumah Mark.
Lilia memikirkan
caranya melepaskan diri dari gudang namun untuk berdiri saja kakinya terasa
begitu sakit dan nyeri. Di tambah lagi ia yang hanya memakai pakaian dalam saja
membuatnya takut dan ragu untuk pergi maupun melawan Mark.
“Kamu ini
menyedihkan sekali, setidaknya berbohonglah dengan benar agar aku berbaik hati
melepaskanmu,” ucap Mark di ambang pintu sambil menatap Lilia yang jadi
terlihat lebih kurus setelah lebih dari seminggu ia sekap di rumahnya.
Lilia menundukkan
pandangannya begitu takut menatap Mark yang berdiri di hadapannya.
“Apa alasanmu
masih sama?” tanya Mark yang hampir selalu sama setiap datang menemui Lilia.
Lilia mengangguk
pelan dengan begitu ketakutan.
Mark tersenyum
lalu menarik kaki Lilia untuk melepaskan rantai di kakinya. “Aku biasanya tidak
sebaik ini, apa aku sudah berlebihan dalam merawatmu?” tanya Mark pada Lilia
yang meringis menahan sakit di kakinya.
Lilia hanya diam,
ia bingung harus menjawab apa. Ia terlalu takut pada Mark, belum pernah ia
setakut ini sebelumnya. Mark yang ia kenal memang pendiam tapi melihat Mark
yang bisa ceria di kantor dan sikapnya yang menyeramkan sekarang, Lilia merasa
bingung dan takut pada Mark. Mark tidak seperti Mark yang ia sukai dulu.
Air mata Lilia
mengalir, ia mulai menangis. Sedih, takut, kecewa, semua bercampur jadi satu.
Bahkan melihat Mark kencan dan berciuman dengan gadis di bar waktu itu tak
semenyakitkan ini.
“Hai, kenapa?”
tanya Mark lembut.
“Aku menyukaimu,
benar-benar menyukaimu. Aku terus memperhatikanmu dari jauh, aku terus
mencarimu waktu kamu tiba-tiba hilang sebelum pesta perpisahan. Sekarang aku
sudah menemukanmu, aku sudah bicara denganmu tapi kamu malah seperti ini…”
jawab Lilia sambil menangis kecewa.
Mark menatap Lilia
bingung, kenapa ia masih saja membahas hal itu. Bahkan setelah Mark
berkali-kali mengintrogasinya dan memukulinya juga. Lilia masih saja memikirkan
Mark dan malah menyatakan perasaannya berulang kali.
Lilia menangis
lalu memalingkan pandangannya sambil sedikit meringkuk, ia sudah pasrah pada
apapun yang akan Mark lakukan padanya. Entah menyiksanya lebih lagi atau bahkan
membunuhnya, Lilia sudah tak peduli. Toh ia tak punya siapapun lagi sekarang.
Orangtuanya sudahh meninggal semua, pamannya juga mengusirnya dan tak mau
berurusan dengannya lagi setelah ia tamat SMA. Lilia hanya tinggal sebatang
kara, jika bukan karena obsesinya pada Mark mungkin ia juga sudah memilih untuk
bunuh diri sejak lama.
“Jangan menangis…”
lirih Mark lembut lalu mendekap Lilia dan membawanya naik ke atas.
“Dulu kamu gak
kayak gini, kamu berubah,” ucap Lilia disela tangisnya.
Mark tersenyum
mendengar ucapan Lilia yang begitu polos. “Tidak ada yang berubah, kamu hanya
tidak mengenali aku dengan baik.”
Lilia terdiam,
ucapan Mark ada benarnya juga. Lilia selama ini hanya memperhatikan Mark di
kejauhan, hanya memperhatikan kulitnya saja.
Mark mulai
melucuti pakaian yang tersisa di tubuh Lilia hingga ia benar-benar telanjang
bulat. Mark mendudukkan Lilia didalam bathub lalu mengguyur tubuh Lilia
menggunakan shower hingga basah kuyub. Mark mengambil sabun dan mulai
membersihkan tubuh Lilia, Mark juga mencuci rambut Lilia sebelum akhirnya
membilas tubuhnya.
“Aku terlalu beik
belakangan ini, aku hanya menyekapmu tidak membunuhmu…” Mark menghela napas
lalu tersenyum memandangi Lilia yang selesai ia mandikan. “Biasanya aku tidak
memberi makan atau memberi obat pada orang sepertimu. Lihat aku sudah begitu
berbaik hati sekarang. Bukankah aku berlebihan Lilia?” ucap Mark lalu mengambil
handuk untuk mengeringkan tangannya juga tubuh Lilia.
Lilia tak berani
menjawab atau menanggapi ucapan Mark. Lilia takut pada Mark, pada sifatnya yang
begitu mudah berubah, pada hal-hal yang baru ia lihat setelah terjebak di rumah
ini, pada sisi lain dalam diri Mark. Semua menakutkan sekarang.
Memang Lilia
sempat berpikir untuk bunuh diri dan menyudahi kehidupannya begitu saja. Tapi
jika ia mati di tangan orang yang selama ini menjadi tujuan hidupnya, Lilia
tetap merasa sedih dan tak terima.
“Kamu seperti
dia…” gumam Mark sambil memandangi Lilia yang selesai ia mandikan dan baru
selesai pula ia pakaikan baju.
Lilia menatap Mark
bingung, alisnya berkerut dengan wajah tirus dan tampak kebingungan. Sementara
Mark tersenyum lembut lalu menggenggam tangan Lilia dan menciuminya.
“Aku mencintaimu…”
lirih Mark lembut dan hangat lalu mencium tangan Lilia sambil memejamkan mata.
Perasaan Lilia
menghangat begitu mendengar ucapan Mark yang menyatakan cinta padanya. “A-aku
juga mencintaimu…” jawab Lilia.
Mark membuka
matanya lalu tersenyum mengejek Lilia. “Kamu juga mencintai Lisa?” tanya Mark
lalu menggendong Lilia dan mendudukkannya di ruang makannya. “Aku mencintai
Lisa, kakak iparku. Kalau kamu mau ku cintai juga, kamu harusnya jadi seperti
dia juga,” ucap Mark lalu menyodorkan makanan yang sudah ia siapkan sebelumnya
untuk Lilia.
Lilia menatap
makanannya dengan ragu. Bukan karena curiga pada Mark yang mungkin saja
meracuninya, tapi Lilia ragu pada kebaikan Mark yang begitu tiba-tiba ini.
“Lisa, kakak iparku.
Dia memasak, mengurus rumah, berkebun, mengurusi ternak juga. Dia keibuan, dia
cinta pertamaku…em… tidak! Kedua. Cinta pertamaku tentu saja untuk ibuku,” ucap
Mark mulai bercerita lalu melemparkan sendok dan garpu kedepan Lilia.
Lilia mengambilnya
lalu mulai makan. Lilia senang akhirnya Mark memanusiakan dirinya. Sudah lama
ia tak merasakan nikmatnya makan di meja makan dengan peralatan makan lengkap
seperti ini. Karena biasanya Mark hanya meletakkan makanannya di atas mangkuk
makanan hewan, begitu pula dengan minumannya.
“Lilia, kamu
bilang kamu menyukaiku kan?” tanya Mark tiba-tiba.
Hampir Lilia
tersedak mendengarnya, namun Lilia cukup mampu menenangkan dirinya agar tidak
tersedak sambil mengangguk dengan cepat sambil menatap Mark.
“Jadilah Lisa untukku,
aku merindukan Lisa…” pinta Mark dengan wajah sedih dan memelas yang langsung
menyihir perasaan Lilia yang mudah luluh itu.
Lilia langsung
mengangguk. Ternyata memang rasa suka dan cintanya pada Mark jauh lebih besar
dari kemarahan dan logikanya sendiri. Lilia yang sudah di sekap dan mendapatkan
begitu banyak kesakitan dari kekasaran Mark luluh begitu saja begitu ia melihat
mendengar permintaannya. Lilia juga melupakan itu semua begitu ia melihat wajah
sedih dan memelas seolah tak berdaya pada wajah Mark.
“Terimakasih
Lilia, aku akan selalu bersamamu. Kita akan selalu bersama-sama selamanya,”
ucap Mark begitu bahagia lalu menggenggam erat tangan Lilia sebelum akhirnya ia
mengecup keningnya dan sibuk di kamarnya.
Lilia menghentikan
makannya sejenak. Antara kaget dengan reaksi Mark yang begitu indah dan terasa
sangat mendadak, juga bingung pada perubahan sikap Mark yang tiba-tiba jadi
begitu baik padanya.
“Kamu akan suka
tidur di sampingku,” ucap Mark sambil membawa sebuah kardus besar ke gudangnya.
Lilia sedikit
tersenyum, ia merasa bingung pada Mark. Rasanya seperti tinggal dengan anak
kembar yang memiliki dua kepribadian yang berbeda. [Next]