0
Home  ›  Chapter  ›  Stalker

Bab 11 – Laporan Emily

Bab 11 – Laporan Emily-1

Jhons yang tak sepaham lagi dengan Jared memutuskan untuk berpencar dalam kasus pencarian Lusi. Jhons terus menelusuri siapa Mark sebenarnya meskipun ia hanya menemukan sedikit informasi saja seputar diri Mark yang memang sudah lama tidak tersentuh oleh polisi lagi.

Informasi yang ia dapat hanya berputar itu-itu saja. Karena memang Mark yang tak pernah berbuat onar setelah ia masuk SMA dan kehilangan ibunya. Kasus tabrak lari yang menjadikan Anri sebagai korban juga sudah di usut hingga tuntas. Rasanya tak ada alasan lain lagi bagi Mark untuk melampiaskan dendamnya.

Itu pun kalau kasus ini berhubungan dengan dendam. Tapi saat Jhons lihat dan selidiki kembali dari informasi yang ia terima, ia sama sekali tak meilhat adanya hubungan atau korelasi antara Mark dengan Lusi sebelumnya atau dengan kasus sebelumnya.

“Mau kemana?” tanya rekan Jhons yang melihatnya bangun dari bangkunya setelah sekian lama duduk diam.

“Merokok…”jawab Jhons singkat lalu keluar untuk menghirup udara segar selagi memikirkan kemana Lusi pergi.

Bertepatan dengan Jhons yang melangkah keluar tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang anak perempuan yang datang bersama ayahnya dengan seragam yang masih belum sempat ia ganti. Ayah dan anak itu langsung datang menyerahkan foto dan surat laporan yang kemarin ia buat.

“Ini sudah lebih dari 48 jam sejak Mamaku hilang,” ucap Viona melapor bersama Thomas, ayahnya.

Jhons yang sebelumnya berniat pergi kembali masuk untuk mendenggar laporan dari Viona dan Thomas.

“Emilyana Kordvano, 57 tahun, kepala perawat, tidak berkaca mata, seperti yang ada di foto. Mamaku terakhir pergi dengan pakaian itu, aku mendapatkannya dari Facebooknya,” ucap Viona menjelaskan ciri fisik ibunya yang hilang.

“Apa ibumu pernah ikut kencan buta?” tanya Jhons yang menyerobot tiba-tiba.

Viona saling tatap dengan Thomas. Thomas langsung menggeleng terlebih ia ingat sekali jika hubungan pernikahannya cukup langgeng dan harmonis, setidaknya dalam perspektifnya sendiri. Sementara Viona yang sering mendengar curhatan mamanya yang sudah lelah dengan kecuekan suaminya jadi ragu apakah mamanya benar pergi ke tempat kencan butanya atau tidak.

“Minggu depan kami akan merayakan ulangtahun pernikahan yang ke 30, untuk apa istriku mengikuti kencan buta,” ucap Thomas sedikit tersinggung.

Jhons mengangguk lalu meringis sedikit malu dan merasa bersalah juga tak enak hati sudah menanyakan itu pada Thomas.

“Maaf, hanya saja beberapa waktu lalu ada seorang gadis yang hilang saat mengikuti kencan buta. Kami masih mencarinya. Aku hanya khawatir, mungkin bila polanya sama, prlakunya bisa jadi sama juga,” ucap Jhons lalu beranjak dari sana membiarkan Viona dan Thomas menyelesaikan laporannya.

Viona terus menatap Jhons yang berlalu dari sana. Namun Viona yang datang bersama ayahnya tentu saja tak ingin menghentikan Jhons saat ini. Terlebih ayahnya ini juga tak tau menau soal perasaan Emily yang sudah bosan dengan pernikahannya atau kebiasaan nakal Emily yang sering datang ke bar dan sengaja memboking banyak pria penghibur untuk menemaninya bersenang-senang.

***

Mark membantu Lilia turun dari mobil dan langsung menggendongnya masuk kedalam dengan begitu berhati-hati. Suasana rumah yang sunyi dan mencekam langsung membuat Lilia teringat pada segala kekejaman Mark. Lilia bahkan bergidik ngeri dan merinding ketika Mark melewati tangga menuju gudang bawah tempatnya biasa di sekap sebelumnya.

“Aku akan menghangatkan ini dulu, kamu istirahat saja,” ucap Mark setelah menidurkan Lilia dan menyalakan robot penyedot debunya.

Lilia hanya mengangguk lalu menghela nafasnya. Aroma wangi dan maskulin Mark yang sudah lama tak ia rasakan kembali memanjakan indra penciumannya. Tempat tidur yang nyaman dan selimut yang hangat juga tak kalah memanjakannya dan menambah rasa nyamannya tinggal bersama Mark.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Lilia menatap sekelilingnya sebelum akhirnya ia memejamkan mata. Pikirannya kemana-mana, mulai dari bayaran kosnya, barang-barangnya disana, sampai harapan ibu kosnya yang akan mencarinya ketika sewanya jatuh tempo. Lilia ingin kabur dan pergi dari sana. Secepat yang ia bisa dan ia mampu. Tapi bila mengingat kondisinya dan kekuatannya yang tak seberapa ia kembali murung dan sadar jika jalan terbaiknya kali ini hanya diam dan patuh pada Mark.

“Lilia…” panggil Mark sambil membawakan nasi dan sup yang sudah ia hangatkan.

Lilia kembali membuka matanya dan mendapati Mark yang sudah siap dengan meja kecil dan makanan di atasnya.

“Kamu mudah tertidur seperti bayi saja,” ucap Mark lembut lalu duduk di samping Lilia yang berusaha bangun dan duduk bersandar pada tempat tidurnya.

Lilia tersenyum menanggapi ucapan Mark, Lilia tak mau terlena lagi. Pasti setelah ini tak berselang lama Mark akan kembali menyeretnya kebawah dan menyiksanya seperti sebelumnya.

“Biar ku suapi…” ucap Mark begitu bersemangat dan telaten merawat Lilia. “Aku punya bayi besar yang harus ku rawat sekarang,” sambung Mark sambil menyuapi Lilia.

Lilia tersenyum sambil menerima suapan demi suapan dari Mark. Setelah memperlakukannya dengan begitu kejam dan buruk sampai membuatnya khilaf dan tak sengaja membunuh orang. Lilia benar-benar melihat sisi Mark yang benar-benar berubah. Bahkan setelah perawat sempat mengatakan jika ia mencoba mencari pertolongan.

Mark merawat Lilia dengan sangat baik. Tak hanya menyuapinya tapi juga membantunya kembali belajar berjalan menggunakan kruk dan memandikannya juga tiap sore meskipun Lilia tak memintanya. Mark bahkan juga memasak dan mengurus rumah sendiri.

Lilia yang sebelumnya di perlakukan layaknya hewan sekarang berganti layaknya ratu. Mark akan dengan cepat dan selalu siaga menemaninya, dan dengan sigap pula melayani segala yang ia butuhkan. Entah sekedar makan atau membantunya ke kamar mandi untuk buang air.

“Aku mencintaimu Lilia,” bisik Mark setiap ia bangun pagi dan membangunkan Lilia yang tertidur di sampingnya.

“Mark…”

“Lilia, kita bisa saling menjaga kan?” tanya Mark tiba-tiba.

Lilia langsung mengangguk sambil mengerutkan keningnya. “A-ap-apa ada sesuatu?” tanya Lilia yang takut jika terjadi sesuatu pada Mark.

Mark menggeleng. “Aku hanya ingin memastikan jika aku bisa mempercayaimu,” jawab Mark lalu tersenyum.

Lilia menghela nafas lega. Penjagaannya dan kewaspadaannya soal Mark mulai mengendur. Lagipula hati wanita mana yang tidak luluh pada semua sikap manis yang Mark tunjukkan untuk memanjakan dan mengurus ketika sakit seperti Mark.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Apa kamu takut ada sesuatu?” tanya Mark.

Lilia mengangguk. “Aku takut ada polisi yang mencarimu. Aku takut…”

“Tapi kalo ada polisi yang menangkapku kamu bisa bebas, kamu bisa kembali ke kehidupanmu yang dulu. Kamu tidak perlu bergantung padaku lagi…”

Airmata Lilia mengalir sendirinya mendengar ucapan Mark. Lilia mulai terisak-isak. Ia merindukan kebebasannya lagi, tapi disaat yang bersamaan bila ia menatap Mark yang akan sendirian di penjara ia juga tidak tega. Lilia tetap tidak tega meninggalkan Mark sendiri, namun ia juga tak bisa terus bersama Mark dan menanggung segala siksaan yang di berikan padanya.

“Jangan menangis, kamu ini cengeng sekali,” ucap Mark sambil tertawa dan menyeka airmata Lilia dengan lembut. “Aku merapikan kosmu, aku sudah membawa barang-barangmu kemari. Pemilik kosmu terus bertanya apakah aku lajang atau tidak sambil bercerita soal keponakannya yang sekolah di luar negeri,” Mark mengalihkan pembicaraan begitu saja sesuai suasana hatinya.

“A-ap-apa dia mencariku?” tanya Lilia sedikit gugup.

Mark menggeleng. “Dia malah senang aku mengambil barang-barangmu,” jawab Mark lalu menerjang tubuh Lilia.

Lilia menghela nafas kecewa. Ucapan Mark dulu yang terasa begitu menghinanya terasa benar sekarang. Tak satupun orang mencarinya dan khawatir padanya.

“Apa kamu masih ingin bebas dan berkumpul bersama orang-orang yang tidak memedulikanmu itu?” tanya Mark sambil mengecup pipi Lilia secara bergantian.

Lilia menggeleng lalu menangkup pipi Mark. “Aku selalu bermimpi untuk bisa bersamamu, tidak ada hal lain yang ku inginkan lagi…” lirih Lilia lalu melumat bibir Mark dengan lembut.

Mark tersenyum lalu membalas lumatan Lilia dengan sedikit lebih kasar. Saling memagut dan menghisap seolah baru menemukan sumber kesegaran baru. Tangan Mark juga tak tinggal diam, sembari Lilia mengalungkan tangannya di leher Mark sambil mengelus bahu dan punggungnya. Mark mulai menyingkapkan daster yang Lilia kenakan.

“Punyaku…” lirih Mark sambil melepaskan daster yang di kenakan Lilia lalu langsung menjilat dan menghisap lehernya untuk meninggalkan jejak kepemilikannya disana.

Mark tak hanya menandai di leher saja namun juga pada dada Lilia juga. Mark begitu posesif pada segala yang ia anggap sebagai miliknya termasuk Lilia.

“Anghhh…Markhhh…” desah Lilia seiring dengan cumbuan Mark dan tiap sentuhannya yang begitu membakar gairahnya.

Yes baby…” saut Mark disela-sela hisapannya pada ujung payudara Lilia yang begitu membuatnya gemas.

Mark mulai melucuti pakaiannya sendiri hingga sama telanjangnya dengan Lilia. Mark melebarkan kaki Lilia, memposisikannya hingga mengangkan dan dirasa cukup untuk menerimanya. Tanpa membuang waktu Mark langsung memasukkan kejantanannya dalam sekali hentakan hingga Lilia membusungkan dadanya sambil meremas seprei.

“Anghh…Markhhh…ahh…” pekiknya begitu bergairah ketika Mark memasukinya dalam sekali hentakan.

Mark langsung bergerak perlahan sambil melumat bibir Lilia. Gerakannya terus meningkat secara perlahan sambil mendekap tubuh Lilia yang terus memeluknya itu. Sampai akhirnya ia mencapai puncak kepuasannya bersamaan dengan Lilia.

Mark kembali mencumbu bibir Lilia sembari beristirahat dan mempersiapkan dirinya juga Lilia untuk ronde berikutnya. Namun saat tengah nyaman dalam cumbuannya tiba-tiba ada panggilan masuk ke ponselnya yang mengganggu momen intimnya.

“Argh!” geram Mark lalu meninggalkan Lilia sejenak untuk mengangkat telfonnya.

Lilia melepaskan pelukannya dari Mark membiarkannya pergi untuk urusannya dengan perasaan tegang dan takut karena geraman Mark yang terdengar begitu marah. [Next]

Bab 11 – Laporan Emily-2


13
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share