0
Home  ›  Chapter  ›  Stalker

Bab 01 – Bus

 

Bab 01 – Bus-1

Mark hanya berdiri di belakang pemilik perusahaan sambil tersenyum dan mengangguk, membiarkan pria tua itu mengambil seluruh perhatian karyawan barunya. Mark tidak ingin tampak mencolok, ia hanya ingin menjadi karyawan normal dengan kehidupan yang normal pula. Kehidupan kantor yang monoton, hidup di zona nyaman, tinggal di rumahnya sendiri dalam perumahan elit yang sepi. Bagai mimpi yang menjadi nyata.

Mark jelas tak mau mencari banyak masalah, meskipun itu bukan berarti ia takut menghadapi masalah. Semua orang terlihat sama saja bagi Mark. Tak ada yang menarik baginya, sejak terakhir keterlibatannya dalam bentrokan yang cukup hebat dalam membela kakak iparnya. Rasanya Mark sudah cukup puas mengotori tangannya.

“Mark Guteres…” lirih Lilia hendak mengajak Mark bicara pertama kalinya setelah sekian lama bertemu dengan badan yang sedikit gemetar.

“Mark, ini laporan keuangan yang kamu minta kemarin. Sudah ku rangkum, mungkin bisa kamu cek dulu sebelum ku susun lengkap laporannya,” sela seorang karyawan dengan suara yang lebih lantang dan jelas menghampiri Mark dengan setumpuk berkas dan sebuah CD-R berisi dokumen-dokumen kantor.

Lilia mundur perlahan mengurungkan niatannya untuk bicara dengan Mark. Lilia memilih menunggu saat yang tepat untuk bicara dengan Mark. Mungkin saat Mark sendiri atau suasana sedikit lebih sepi dan tenang.

Mark begitu bersinar bagi Lilia. Mark jauh lebih bersinar daripada dulu. Jabatannya sebagai Co-Founder dan keramahannya dalam membimbing karyawannya membuatnya begitu populer. Semua orang mendekati Mark. Rasanya bahkan ruang kerja Mark tak pernah sepi.

Semua orang hilir mudik keluar masuk dari ruangannya. Entah yang memang memiliki kebutuhan dengannya atau orang yang datang hanya untuk menawarinya makanan. Semua tampak begitu akrab dengan Mark.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Lilia senang Mark sudah tidak jadi pemurung dengan tatapan dingin yang menyudutkan lagi. Tapi disisi lain, Lilia juga sedih karena ia melewatkan waktu dimana Mark berubah. Lilia sedih ia tak mengetahui apa yang sudah Mark lalui sampai bisa seperti sekarang.

Lilia begitu penasaran, ia juga sudah memikirkan alasan yang tepat untuk mulai mengobrol dengan Mark. Gilanya lagi ia juga sudah berlatih untuk berbasa-basinya juga. Tapi rasanya bisa mengobrol dengan Mark bukan hal yang mudah meskipun ia sudah sedekat ini.

***

Seminggu berlalu, Lilia masih belum bisa mengobrol dengan Mark. Sudah beberapa kali ia diam-diam mengambil foto Mark. Sialnya untuk mengobrol dengan Mark tak semudah mencuri fotonya. Ini tidak semudah yang ia bayangkan. Begitu banyak wanita cantik di sekitarnya. Bahkan tak sedikit karyawati yang sengaja bersolek dan datang lebih pagi hanya agar bisa menyambut Mark. Terlalu banyak saingan.

Lilia terus memutar otak, berpikir bagaimana caranya mencari momen yang tepat agar bisa bicara dengan Mark. Syukur jika ia bisa dekat dan bisa langsung mengatakan perasaannya yang terasa sangat mustahil terjadi. Sampai akhirnya ide gila itu muncul.

Mark selalu naik bus yang sama untuk berangkat maupun pulang. Ia bisa naik mobil tapi ia selalu bersikap low profile dan lebih memilih naik bus. Lilia jelas tau itu, ia sudah lama mengamatinya. Lilia akan mengikuti Mark, naik bus yang sama dan mengobrol di dalam bus. Seperti di drama-drama.

Tapi sialnya rencana hanya rencana. Mark yang ceria dan hangat itu kembali terlihat datar dengan pandangannya yang sudah lelah bekerja. Lilia takut mengganggunya, apalagi dari dulu Mark termasuk orang yang introvert. Lilia tak mau mengusik ketenangannya.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Bus berhenti di depan halte dekat perumahan yang cukup sepi dan terbilang elit. Lilia cukup ragu untuk mengejar Mark. Tapi entah karena nalurinya atau memang ia yang sudah lepas kendali, Lilia turun dari bus dan diam-diam menjaga jarak dari Mark sampai Mark masuk kedalam rumahnya.

Rumahnya cukup besar dan mewah untuk Lilia yang hidup di kos-kosan kecil pinggiran, di tambah dengan track recod Mark yang juga pernah tinggal di rusun yang kumuh. Tempat tinggal Mark yang sekarang jauh lebih mewah dari sebelumnya.  

Lilia juga melihat ada garasi mobil di dekatnya. Lilia ikut senang Mark bisa bangkit dari keterpurukannya. Tapi sehubungan dengan hal itu Lilia malah jadi semakin penasaran dengan Mark. Apakah mungkin Mark yang sudah sekaya ini masih tinggal sendiri? Apakah Mark sudah memiliki pasangan?

Segudang pertanyaan mulai memenuhi pikiran Lilia. Jika sebelumnya Lilia mengira Mark sudah berubah karena menjadi ceria dan ramah. Sekarang ia menarik kesimpulannya itu kembali. Mark masih belum berubah, Mark masih menjadi air tenang yang mustahil untuk ia selami hingga dasar.

***

“Em, tidak banyak yang mengetahui soal Mark. Tapi dia memang ramah dan menyenangkan. Ku dengar dia terlalu sibuk bekerja jadi tidak sempat mencari pasangan, tapi siapa juga yang percaya ucapan seperti itu dengan tampangnya yang begitu menawan dan tubuhnya yang menggoda…”

“Ah! Apa mungkin dia gay? Belakangan ini kan lagi tren cowok ganteng tapi gay…”

“Menurutmu kalau Mark beneran gay dia bakal jadi apa? Yang nusuk apa yang di tusuk?”

Lilia hanya diam menyemak gosip dan informasi seputar Mark yang terus simpang siur, bergulir bagai bola salju. Lilia sudah memperhatikan Mark dari dulu, Mark bukan pria seperti itu. Gay, lelucon macam apa itu bahkan anak TK bisa bergosip lebih baik daripada menuduh Mark sebagai penyuka sesama jenis.

Kali ini Lilia kembali mengikuti Mark berharap bisa bicara dengannya dan mungkin menanyakan soal rumor yang beredar terlebih dahulu. [Next]

Bab 01 – Bus-2


13
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share