Bab 04 – Bicara
Mark melihat
begitu banyak fotonya di dalam ponsel maupun laptop milik Lilia. Hampir isi
galeri foto di ponsel Lilia di penuhi dengan fotonya. Mulai dari di kantor
sampai di tempat gym, bahkan saat ia kencan juga ada. Mark sedikit ngeri
melihat kelakuan Lilia, terlebih ia juga tak menemukan hal lain yang
mencurigakan di ponsel maupun laptop Lilia. Seolah semua yang ia lakukan bukan
untuk di setorkan pada orang lain, tapi untuk di nikmati sendiri.
“Huft… apa ini
rasanya di jadikan sebagai objek…” lirih Mark lalu turun untuk merantai kaki
Lilia dan menginjaknya hingga cidera.
Lilia masih diam
dan belum sadarkan diri. Mark bergidik jijik melihatnya. Sudah beberapa minggu
ini Lilia mengikutinya, Mark tak menyangka menangkap Lilia lebih mudah dari
yang ia kira.
“Amatiran,
harusnya dia tidak meninggalkan jejak di luar kalau mau menyusup kemari,” ucap
Mark sambil memandang Lilia lalu pergi keluar untuk membuat makan malam.
Mark ingin
mengeksekusi Lilia dari awal tapi melihat kinerjanya di kantor yang cukup baik,
Mark jadi mempertimbangkannya. Cara Lilia mengikutinya saat pulang dari kantor
membuatnya risih dan menaruh curiga awalnya, tapi kecurigaannya semakin menguat
saat Lilia juga mengikutinya ke tempat gym dan sengaja kencan buta.
Brak! Suara ember
yang jatuh dari gudang. Mark langsung tau jika Lilia sudah sadar. Mark
membiarkannya sambil menikmati makanannya sebelum turun untuk melihat Lilia.
Ini bukan penyekapan pertama Mark dan bukan kali pertamanya juga menganiaya
orang yang mengusiknya.
“Mark, i-ini salah
paham…” ucap Lilia begitu melihat Mark membuka pintu.
Mark tak bereaksi
dan hanya mengambil tongkat yang ada di balik pintu.
“A-aku tidak
bermaksud jahat…” Lilia kembali berusaha meyakinkan Mark. “A-aku h-hanya…hanya
ingin bicara denganmu…” lanjutnya berusaha meluruskan keadaan.
“Untuk orang yang
sudah menguntit selama dua bulan, alasanmu sangan buruk…” ucap Mark dingin lalu
berdiri sambil menginjak kaki Lilia yang baru ia buat cidera.
Lilia merintih
kesakitan sambil memohon ampun agar Mark berhenti menginjak kakinya.
“Siapa yang
mengirimmu kemari?” tanya Mark sambil menunjuk kepala Lilia dengan tongkatnya.
Lilia langsung
menggeleng karena memang ia datang sendiri. Tak ada yang mengirimnya dan tak
ada yang memberinya perintah.
“A-aku datang
hanya ingin bicara denganmu. A-aku Lilia, kita pernah satu sekolahan saat SMP.
Saat SMA juga, kita pernah mengikuti lomba robotik bersama…”
Mark mengerutkan
alisnya bingung. Benar ia pernah ikut lomba robotik, tapi ia tak ingat pernah
bertemu wanita seperti Lilia sebelumnya.
“K-kamu, kamu
memberiku pita juaramu waktu itu. A-aku masih menyimpannya. Aku hanya ingin
bicara denganmu, a-aku menyukaimu sejak saat itu. Tapi aku tidak berani bicara
denganmu…”
Mark
menyunggingkan senyum di sudut bibirnya meragukan ucapan Lilia yang tidak
meyakinkan. Alasan tolol yang baru pertama kali ini ia dengar dari orang yang
repot-repot mengikutinya selama ini.
“Suka?” tanya Mark
sambil menahan tawanya yang langsung di angguki Lilia dengan cepat.
“A-aku menyukaimu
sejak masih SMP, aku kalah saat lomba robotik. Tapi aku senang bisa melihatmu
tersenyum dan berfoto dengan ibumu dulu,” ucap Lilia kembali meyakinkan Mark.
Mark tertawa kecil
lalu berjongkok agar bisa menatap Lilia dengan jelas. “Katakan lagi…”
“Aku menyukaimu
Ma…” belum Lilia menyelesaikan ucapannya Mark sudah meraih dagunya untuk
melumat bibir Lilia.
Lilia
membelalakkan matanya kaget. Ketakutannya karena dikurung sebelumnya hilang dan
berubah menjadi rasa bahagia. Ia berciuman dengan Mark! Ciuman pertamanya
dengan Mark! Nafas Lilia memburu, bagai banyak kupu-kupu yang bersiap terbang
keluar setelah memenuhi dadanya.
Tawa Mark langsung
menggelegar begitu ia melepas ciumannya dari Lilia. Wajah Lilia yang memerah
setelah ciuman itu dan matanya yang berkaca-kaca membuatnya terlihat begitu
lucu. Lilia yang semula sempat tersenyum karena Mark menciumnya jadi menatap
Mark dengan bingung dan sedikit takut.
“Kamu ini orang
yang tidak tau diri, pembohong rendahan yang bodoh. Siapa yang akan percaya
dengan alasan seperti itu? Pftt… dan lihat! Lihatlah wajahmu. Kamu bisa
tersenyum setelah aku menciummu? Setelah aku menyekapmu disini? Hahaha kamu
bahkan tidak bisa membaca situasi saat ini, bodoh sekali…” ucap Mark lalu
memukul kaki Lilia dengan tongkatnya.
Lilia menjerit
kesakitan sementara Mark bangun sambil menatapnya dengan pandangannya yang
begitu merendahkan Lilia.
“Kamu masih
menyukaiku kalau seperti ini?” tanya Mark seiring dengan tangisan Lilia yang
begitu kesakitan setelah menerima pukulan di pergelangan kakinya.
Lilia tak
menjawab, kakinya terlalu sakit bahkan ia tak bisa merasakan jari-jari kakinya
lagi.
“Diamlah disini
dan jadilah anak baik jika memang menyukaiku,” ucap Mark lalu pergi dan kembali
menutup pintu gudangnya.
***
Mark mendengar
beberapa gosip di para staf yang kesulitan menghubungi Lilia. Beberapa orang
yang bekerja dalam tim yang sama dengan Lilia juga mengeluh karena ketidak
hadirannya beberapa waktu belakangan bahkan bagian kepala tim juga sudah
mengirimkan surat peringatan tapi tidak mendapat balasan dari Lilia.
“Diisi saja dengan
anak magang, perusahaan tidak akan merasa kehilangan orang malas yang tidak
bertanggung jawab seperti Lilia,” ucap Mark sambil menanda tangani surat
peringatan yang kedua untuk Lilia.
Mark tersenyum
untuk meyakinkan karyawannya sebelum keluar dari ruangannya. Mark kembali
mengeluarkan ponsel Lilia yang belakangan selalu ia bawa. Masih tak ada hal
yang mencurigakan, bahkan tak ada rekan kerjanya di kantor yang menghubungi
Lilia atau menanyakan kabarnya setelah ia tak berangkat kerja beberapa hari
ini.
“Dia sendirian…” gumam Mark pelan lalu mengecek CV milik Lilia untuk memastikan kembali omogan konyol Lilia beberapa waktu lalu. [Next]