Bab 01 – Malam Pertama 🔞
Evander mengira jika pernikahannya tak akan
jadi semeriah ini. Tapi ia sudah menaklukkan lebih banyak kerajaan daripada
Pangeran Rhory atau jendral lainnya, Evander pantas merayakan kemenangannya
juga pernikahannya dengan meriah. Ia adalah pahlawan bagi negaranya.
“Hapus air matamu, aku juga mengirimkan banyak
makanan ke kerajaanmu,” ucap Evander sembari melambaikan tangannya bersama Avena
dari atas kereta kudanya.
Avena mengangguk lalu mengeratkan genggamannya
pada Evander. “Kita harus banyak bicara.”
“Kita harus banyak berciuman,” ucap Evander
lalu menarik dagu Avena dan menciumnya di depan seluruh masyarakat yang
bersorak untuknya.
Avena langsung menundukkan pandangannya begitu
Evander melepas pagutannya. Ia ingin marah, tapi sekarang Evander adalah
suaminya, disisi lain ia juga merasa berdebar dan cukup berdesir atas ciuman
barusan.
“Dia putri yang pemalu,” ucap orang-orang yang
melihat interaksi Evander dan Avena.
Evander tertawa melihat reaksi malu-malu Avena
yang kembali menutupi wajahnya dengan kerudung putih yang terselip di antara
tiaranya.
***
Pesta berlangsung selama tiga hari
berturut-turut. Avena harusnya menikmatinya, tapi ia terus teringat pada
orang-orang yang bisa di selamatkan dengan banyaknya uang ini daripada di
gunakan untuk berpesta seperti ini. Ayahnya juga sudah langsung pulang begitu
pestanya selesai. Tinggal ia sendiri bersama Evander yang tak dapat seenaknya
bepergian lagi.
Avena tinggal di kastil megah milik keluarga
Calix bersama Evander. Begitu banyak pelayan disana. Kastil megah dengan dua
kolam renang, lapangan golf, peternakan, perkebunan, lapangan tenis, dan masih
banyak fasilitas lainnya. Avena menikmati tempat itu terutama kebun mawar yang
ada di belakang yang langsung dapat ia lihat dari kamarnya.
Pertama kali Avena sampai disana dan
berkeliling bersama suaminya, ia sudah tau jika ia akan mencintai tempat itu
dengan baik. Tentu Evander juga mengijinkannya berkeliling dan mengeksplore
rumahnya. Evander merasa apa yang menjadi miliknya layak juga untuk di miliki
istrinya meskipun di beberapa kesempatan Avena tampak sedikit menghindarinya
dan tampak begitu canggung. Ia tetap tak keberatan atas hal itu.
“Avena, aku harus pergi ke kerajaan sebentar.
Kau bisa menungguku pulang atau apapun yang ingin kau lakukan disini, ini
rumahmu juga,” ucap Evander lalu pergi meninggalkan Avena.
Avena hanya diam lalu membiarkan Evander keluar
begitu saja. Jika Avena mengira seluruh pelayan di rumah akan menghormatinya
seperti saat menghormati Evander ia salah. Salah besar. Tak satupun pelayan
yang memperdulikannya lagi setelah Evander pergi. Bahkan beberapa menatapnya
dengan rendah dan tampak benci atas kehadirannya.
“Ku dengar kerajaan Astoria juga pandai dengan
sihirnya, apa kau juga menggunakan sihir untuk mendapatkan Tuan Evander?” tanya
salah satu pelayan pada Avena karena sudah terlalu kesal dan merasa jika Avena
tak layak untuk tuannya.
Avena menggeleng dengan alis berkerut. Tapi
belum Avena menjelaskan pelayan yang lain sudah langsung menarik pelayan yang
menanyai Avena tadi untuk menjauh darinya. Avena hanya diam lalu masuk ke
kamarnya.
Avena menangis sendirian disana. Ia yakin semua
wanita di kerajaan Wilder pasti sedang membicarakannya dan menganggapnya
sebagai penyihir atau hal yang lebih buruk lagi. Ia juga belum melewati malam
pertama dengan Evander. Entah apa yang di katakan orang-orang nanti jika tau
Evander belum menyentuhnya.
Akhirnya dengan berat hati, Avena memutuskan
untuk bersolek dan melayani Evander malam ini. Mungkin memang di tuduh sebagai
tukang sihir adalah hal yang buruk, tapi itu jauh lebih buruk daripada di tuduh
menikah karena di hamili oleh sang Jendral. Jadi Avena akan lebih memilih untuk
hamil daripada kehidupannya jadi lebih runyam lagi.
Avena mandi, menyegarkan dirinya. Memakai
wewangian yang ia bawa dari kerajaannya. Pelayan pribadinya dulu bilang jika
ini aroma yang akan menaikkan hasrat para pria. Jadi Avena menurutinya. Ia juga
menggunakan pakaian sexy yang ia bawa. Sebuah kimono transparan berwarna merah
berbahan sutra. Avena menggerai rambutnya lalu menggunakan penutup mata
menunggu Evander pulang.
“Mana istriku?” tanya Evander yang baru sampai
setelah hampir 8 jam di luar.
Tak ada pelayan yang menjawab dengan pasti
sampai akhirnya Evander masuk ke kamarnya dan mendapati Avena yang sudah
menunggunya dengan segala kemolekannya.
“Tuan Evander?” panggil Avena dengan lembut.
Evander langsung mendekat dan melahap bibir
indah Avena dengan lembut sembari menindihnya dan menggenggam kedua tanggannya.
“Hmm… aku disini,” jawab Evander dengan suaranya yang terdengar lebih berat
dari biasanya juga sedikit serak.
Avena mengangguk lalu mengigit bibir bawahnya.
Ia mendengar Evander yang sedang melepaskan pakaiannya dan terdengar pula suara
ikat pingganya yang jatuh ke lantai. Lalu jasnya dimana lencananya terdengar
nyaring menghantam lantai. Avena tau ini kewajibannya tapi ia juga gugup dan
takut untuk itu.
“Tolong lakukan dengan perlahan dan cepat, aku
takut…” pinta Avena yang membuat Evander tertawa pelan.
Evander paham apa yang akan ia lakukan. Ia
bukan pria yang baru puber. Ia paham betul cara memanjakan wanita. Jika
menaklukkan sebuah kerajaan bukan hal yang sulit baginya. Evander yakin
menaklukkan istrinya di ranjang juga bukan hal yang mustahil untuknya.
“Umm… yahh…” saut Evander sembari mencium
kening, pipi hingga terus kebawah menuju leher dan berakhir di atas payudara
Avena.
Avena mendesah pelan, tapi itu masih permulaan.
Evander terus bergerak meraba bagian intim milik Avena. Memastikan jika
gadisnya ini siap untuknya. Sembari terus melumat bibir istrinya itu dengan
lembut dan meninggalkan beberapa tanda kepemilikannya dengan begitu posesif di
leher, dada, hingga payudaranya.
Avena menggeliat menahan gairahnya yang semakin
menggelora seiring dengan sentuhan suaminya. Sampai akhirnya Evander
memposisikan dirinya bersiap untuk memasuki Avena dengan segala kenikmatannya.
Ada sedikit rasa sakit dan perih, namun semuanya dapat teratasi dengan baik
oleh Evander yang kembali memainkan payudara istrinya itu.
“Sakit?” tanya Evander memastikan.
“Umhh…” Avena mengangguk dengan desah lembut
yang keluar dari mulutnya.
“Semua akan terasa nikmat setelah ini,” bisik
Evander sembari mencium pipi Avena dan mulai menjilati telinganya yang
membuatnya merasa kegelian lalu mulai bergerak pelan mengejar kepuasannya
sembari memberikan kesempatan untuk Avena menikmati apa yang sedang mereka
lalui malam ini.
***
Semalaman full Avena dan Evander bergelut
padahal awalnya hanya memperkirakan untuk melakukannya dengan singkat. Tapi
persetan dengan waktu Evander merasa berhak atas tubuh Avena dan Avena juga
merasa jika hanya satukali terasa kurang. Avena menghabiskan malam pertamanya
bersama Evander setelah segala kesibukannya sebagai pengantin malam ini dalam
pelukannya.
Avena padahal sudah berencana untuk pindah ke
kamarnya sendiri setelah memuaskan Evander. Tapi ia yang sudah terlalu lelah
akhirnya kalah dan takhluk dalam pelukan Evander. Avena terlelap dalam pelukan hangat sang Jendral.
Hingga pagi menjelang dan Evander kembali menjamah tubuhnya.
“Istriku…” lirih Evander sembari mengejar
kepuasannya dan saling berciuman dengan Avena yang baru bangun itu.
Avena ingin mengelak dan marah ketika Evander
menjamahnya pagi ini. Tapi ia terlalu lemah untuk melakukannya, tubuhnya juga
terlalu terlena dengan sentuhan Evander. Julukan pada Evander yang Agung dan
Perkasa rasanya tak hanya dapat tersemat di medan perang saja, kini Avena juga
mendapat pembuktian atas julukan tersebut.
“Sudah?” tanya Avena dengan nafas terengah.
Evander mendekapnya lalu melumat bibirnya
dengan lembut. “Sudah untuk pagi ini, selamat pagi istriku,” jawab Evander
sembari menyapa Avena dengan lembut dan mengecup keningnya dengan penuh kasih
sayang.
Avena benar-benar terlena pada beberapa saat.
Namun ia langsung tersenyum dan berusaha bangun memunguti pakaiannya sembari
berjalan ke kamar mandi. Avena terlihat
kewalahan dan sangat payah ketika berjalan ke kamar mandi. Begitu berbeda
dengan Evander yang tampak santai dan tanpa beban dengan apa yang tadi mereka
lalui.
“Biar ku bantu,” ucap Evander lalu menggendong
Avena ke kamar mandi.
Ini hal yang paling Avena hindari sebenarnya.
Ia malu jika Evander melihat tubuhnya ketika sedang telanjang seperti ini. Tapi
jika tidak pada Evander mau pada siapa lagi ia meminta tolong.
“Tuan Evander…” panggil Avena dengan lemah.
“Setelah ini kita makan, kau bisa istirahat
lebih lama,” ucap Evander menyela Avena.
Avena mengangguk dengan lemas. Ia tak bisa
menolak perintah Evander, Avena terus memandangi suaminya yang begitu lembut
membersihkan tubuhnya.
“Permisi Tuan…”
“Letakkan saja disana,” ucap Evander dengan
tegas begitu mendengar pelayannya masuk ke kamarnya. “Mau berendam?” tanya
Evander pada Avena dengan lembut kembali.
Avena menggeleng pelan lalu tanpa sadar
mengusap pipi dan alis Evander.
“Luka, memang ada bekas luka disana tapi sudah
sembuh,” ucap Evander.
“Eh!” Avena langsung menarik tangannya yang
sudah kurang ajar itu kembali. “A-aku bisa melakukan ini sendiri,” ucap Avena
kikuk lalu menekuk lututnya dan menutupi dadanya sendiri.
Evander tersenyum melihat reaksi Avena namun
seketika perhatiannya langsung teralihkan oleh bekas luka di paha Avena.
Evander menyentuhnya tanpa ragu.
“Siapa yang melakukan ini?” tanya Evander
dengan alis berkerut.
“A-ah itu tidak sengaja, kerajaannya juga sudah
kau hancurkan.”
“Oh ya?”
Avena mengangguk.
“Lalu pelakunya apa dia sudah dapat balasan?”
Avena terdiam lalu mengangguk dengan ragu. “Apa
yang lebih menyakitkan daripada rumahmu di hancurkan?”
“Berarti belum,” putus Evander.
Avena tersenyum lalu menggeleng. “Sudah tidak
apa-apa ini sudah sembuh, yang penting kakiku sudah sehat,” ucap Avena agar
Evander tak melakukan hal-hal yang tak di inginkan.
“Tetap saja…”
Belum Evander mendebat Avena suara perut Avena
yang kelaparan sudah menyelanya. Evander yang semula emosi kini seketika reda.
Ia kembali membantu Avena mengeringkan tubuhnya lalu membantunya memakai baju.
“Tuanku, aku ingin tidur di kamarku,” ucap
Avena sembari meminum susu yang ada di atas laci lalu berjalan pelan-pelan ke
kamarnya sendiri.
Avena keluar dari kamar Evander ia sempat
berpapasan dengan Margot kepala pelayan yang mengantar surat pada Evander.
Avena sempat mencoba menyapanya tapi Margot buang muka padanya. Avena hanya
bisa kembali ke kamarnya sendiri lalu beristirahat.
***
“Tuan! Semalam aku melihat gadis itu…”
Evander menaikkan sebelah alisnya. “Avena?
Nyonya Avena, dia istriku sekarang. Tolong hormati dia, drajatnya sama
sepertiku di rumah ini,” sela Evander mengingatkan.
“Ah, baik Tuan. Maafkan kelancanganku.”
“Jadi apa yang ingin kau katakan tadi?”
“Semalam aku melihat Nyonya Avena tidak di
kamarnya,” lanjut Margot melapor pada Evander.
Evander mengangguk. “Semalam aku tidur
bersamanya. Ah iya, antarkan makanan ke kamarnya. Berikan yang terbaik, aku
ingin membuatnya betah di rumah ini,” ucap Evander lalu memberikan gelas
susunya yang habis. “Ini, aku minta lagi.”
Margot mengangguk dengan kiku dan berat hati. Ia hanya ingin mengabdi pada Evander dan garis keturunan Calix atau keluarga kerajaan Wilder saja. Tapi sekarang ia jadi harus melayani dan mengabdi pada putri mahkota dari kerajaan kecil yang miskin seperti Astoria. Ini jauh lebih rendah dari standarnya sebagai pelayan. Namun mengingat tuannya mencintai gadis itu ia tak bisa berbuat banyak.