0
Home  ›  Chapter  ›  Diplomatic Marriage

Bab 01 – Malam Pertama 🔞

Beli Karya

 

Bab 01 – Malam Pertama 🔞-1

Avena bersiap dengan gaun indahnya bersiap dengan segala polesan make up untuk membuatnya lebih cantik. Evander juga tampak gagah dengan tuxedonya. Keduanya menjadi pasangan yang begitu sempurna. Meskipun Evander bukan seorang putra mahkota dan Avena hanya datang dari kerajaan kecil, namun keduanya tetap menjadi sorotan publik hingga di juluki sebagai pernikahan abad ini.

Evander mengira jika pernikahannya tak akan jadi semeriah ini. Tapi ia sudah menaklukkan lebih banyak kerajaan daripada Pangeran Rhory atau jendral lainnya, Evander pantas merayakan kemenangannya juga pernikahannya dengan meriah. Ia adalah pahlawan bagi negaranya.

“Hapus air matamu, aku juga mengirimkan banyak makanan ke kerajaanmu,” ucap Evander sembari melambaikan tangannya bersama Avena dari atas kereta kudanya.

Avena mengangguk lalu mengeratkan genggamannya pada Evander. “Kita harus banyak bicara.”

“Kita harus banyak berciuman,” ucap Evander lalu menarik dagu Avena dan menciumnya di depan seluruh masyarakat yang bersorak untuknya.

Avena langsung menundukkan pandangannya begitu Evander melepas pagutannya. Ia ingin marah, tapi sekarang Evander adalah suaminya, disisi lain ia juga merasa berdebar dan cukup berdesir atas ciuman barusan.

“Dia putri yang pemalu,” ucap orang-orang yang melihat interaksi Evander dan Avena.

Evander tertawa melihat reaksi malu-malu Avena yang kembali menutupi wajahnya dengan kerudung putih yang terselip di antara tiaranya.

***

Pesta berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Avena harusnya menikmatinya, tapi ia terus teringat pada orang-orang yang bisa di selamatkan dengan banyaknya uang ini daripada di gunakan untuk berpesta seperti ini. Ayahnya juga sudah langsung pulang begitu pestanya selesai. Tinggal ia sendiri bersama Evander yang tak dapat seenaknya bepergian lagi.

Avena tinggal di kastil megah milik keluarga Calix bersama Evander. Begitu banyak pelayan disana. Kastil megah dengan dua kolam renang, lapangan golf, peternakan, perkebunan, lapangan tenis, dan masih banyak fasilitas lainnya. Avena menikmati tempat itu terutama kebun mawar yang ada di belakang yang langsung dapat ia lihat dari kamarnya.

Pertama kali Avena sampai disana dan berkeliling bersama suaminya, ia sudah tau jika ia akan mencintai tempat itu dengan baik. Tentu Evander juga mengijinkannya berkeliling dan mengeksplore rumahnya. Evander merasa apa yang menjadi miliknya layak juga untuk di miliki istrinya meskipun di beberapa kesempatan Avena tampak sedikit menghindarinya dan tampak begitu canggung. Ia tetap tak keberatan atas hal itu.

“Avena, aku harus pergi ke kerajaan sebentar. Kau bisa menungguku pulang atau apapun yang ingin kau lakukan disini, ini rumahmu juga,” ucap Evander lalu pergi meninggalkan Avena.

Avena hanya diam lalu membiarkan Evander keluar begitu saja. Jika Avena mengira seluruh pelayan di rumah akan menghormatinya seperti saat menghormati Evander ia salah. Salah besar. Tak satupun pelayan yang memperdulikannya lagi setelah Evander pergi. Bahkan beberapa menatapnya dengan rendah dan tampak benci atas kehadirannya.

“Ku dengar kerajaan Astoria juga pandai dengan sihirnya, apa kau juga menggunakan sihir untuk mendapatkan Tuan Evander?” tanya salah satu pelayan pada Avena karena sudah terlalu kesal dan merasa jika Avena tak layak untuk tuannya.

Avena menggeleng dengan alis berkerut. Tapi belum Avena menjelaskan pelayan yang lain sudah langsung menarik pelayan yang menanyai Avena tadi untuk menjauh darinya. Avena hanya diam lalu masuk ke kamarnya.

Avena menangis sendirian disana. Ia yakin semua wanita di kerajaan Wilder pasti sedang membicarakannya dan menganggapnya sebagai penyihir atau hal yang lebih buruk lagi. Ia juga belum melewati malam pertama dengan Evander. Entah apa yang di katakan orang-orang nanti jika tau Evander belum menyentuhnya.

Akhirnya dengan berat hati, Avena memutuskan untuk bersolek dan melayani Evander malam ini. Mungkin memang di tuduh sebagai tukang sihir adalah hal yang buruk, tapi itu jauh lebih buruk daripada di tuduh menikah karena di hamili oleh sang Jendral. Jadi Avena akan lebih memilih untuk hamil daripada kehidupannya jadi lebih runyam lagi.

Avena mandi, menyegarkan dirinya. Memakai wewangian yang ia bawa dari kerajaannya. Pelayan pribadinya dulu bilang jika ini aroma yang akan menaikkan hasrat para pria. Jadi Avena menurutinya. Ia juga menggunakan pakaian sexy yang ia bawa. Sebuah kimono transparan berwarna merah berbahan sutra. Avena menggerai rambutnya lalu menggunakan penutup mata menunggu Evander pulang.

“Mana istriku?” tanya Evander yang baru sampai setelah hampir 8 jam di luar.

Tak ada pelayan yang menjawab dengan pasti sampai akhirnya Evander masuk ke kamarnya dan mendapati Avena yang sudah menunggunya dengan segala kemolekannya.

“Tuan Evander?” panggil Avena dengan lembut.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Evander langsung mendekat dan melahap bibir indah Avena dengan lembut sembari menindihnya dan menggenggam kedua tanggannya. “Hmm… aku disini,” jawab Evander dengan suaranya yang terdengar lebih berat dari biasanya juga sedikit serak.

Avena mengangguk lalu mengigit bibir bawahnya. Ia mendengar Evander yang sedang melepaskan pakaiannya dan terdengar pula suara ikat pingganya yang jatuh ke lantai. Lalu jasnya dimana lencananya terdengar nyaring menghantam lantai. Avena tau ini kewajibannya tapi ia juga gugup dan takut untuk itu.

“Tolong lakukan dengan perlahan dan cepat, aku takut…” pinta Avena yang membuat Evander tertawa pelan.

Evander paham apa yang akan ia lakukan. Ia bukan pria yang baru puber. Ia paham betul cara memanjakan wanita. Jika menaklukkan sebuah kerajaan bukan hal yang sulit baginya. Evander yakin menaklukkan istrinya di ranjang juga bukan hal yang mustahil untuknya.

“Umm… yahh…” saut Evander sembari mencium kening, pipi hingga terus kebawah menuju leher dan berakhir di atas payudara Avena.

Avena mendesah pelan, tapi itu masih permulaan. Evander terus bergerak meraba bagian intim milik Avena. Memastikan jika gadisnya ini siap untuknya. Sembari terus melumat bibir istrinya itu dengan lembut dan meninggalkan beberapa tanda kepemilikannya dengan begitu posesif di leher, dada, hingga payudaranya.

Avena menggeliat menahan gairahnya yang semakin menggelora seiring dengan sentuhan suaminya. Sampai akhirnya Evander memposisikan dirinya bersiap untuk memasuki Avena dengan segala kenikmatannya. Ada sedikit rasa sakit dan perih, namun semuanya dapat teratasi dengan baik oleh Evander yang kembali memainkan payudara istrinya itu.

“Sakit?” tanya Evander memastikan.

“Umhh…” Avena mengangguk dengan desah lembut yang keluar dari mulutnya.

“Semua akan terasa nikmat setelah ini,” bisik Evander sembari mencium pipi Avena dan mulai menjilati telinganya yang membuatnya merasa kegelian lalu mulai bergerak pelan mengejar kepuasannya sembari memberikan kesempatan untuk Avena menikmati apa yang sedang mereka lalui malam ini.

***

Semalaman full Avena dan Evander bergelut padahal awalnya hanya memperkirakan untuk melakukannya dengan singkat. Tapi persetan dengan waktu Evander merasa berhak atas tubuh Avena dan Avena juga merasa jika hanya satukali terasa kurang. Avena menghabiskan malam pertamanya bersama Evander setelah segala kesibukannya sebagai pengantin malam ini dalam pelukannya.

Avena padahal sudah berencana untuk pindah ke kamarnya sendiri setelah memuaskan Evander. Tapi ia yang sudah terlalu lelah akhirnya kalah dan takhluk dalam pelukan Evander.  Avena terlelap dalam pelukan hangat sang Jendral. Hingga pagi menjelang dan Evander kembali menjamah tubuhnya.

“Istriku…” lirih Evander sembari mengejar kepuasannya dan saling berciuman dengan Avena yang baru bangun itu.

Avena ingin mengelak dan marah ketika Evander menjamahnya pagi ini. Tapi ia terlalu lemah untuk melakukannya, tubuhnya juga terlalu terlena dengan sentuhan Evander. Julukan pada Evander yang Agung dan Perkasa rasanya tak hanya dapat tersemat di medan perang saja, kini Avena juga mendapat pembuktian atas julukan tersebut.

“Sudah?” tanya Avena dengan nafas terengah.

Evander mendekapnya lalu melumat bibirnya dengan lembut. “Sudah untuk pagi ini, selamat pagi istriku,” jawab Evander sembari menyapa Avena dengan lembut dan mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang.

Avena benar-benar terlena pada beberapa saat. Namun ia langsung tersenyum dan berusaha bangun memunguti pakaiannya sembari berjalan ke kamar mandi.  Avena terlihat kewalahan dan sangat payah ketika berjalan ke kamar mandi. Begitu berbeda dengan Evander yang tampak santai dan tanpa beban dengan apa yang tadi mereka lalui.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Biar ku bantu,” ucap Evander lalu menggendong Avena ke kamar mandi.

Ini hal yang paling Avena hindari sebenarnya. Ia malu jika Evander melihat tubuhnya ketika sedang telanjang seperti ini. Tapi jika tidak pada Evander mau pada siapa lagi ia meminta tolong.

“Tuan Evander…” panggil Avena dengan lemah.

“Setelah ini kita makan, kau bisa istirahat lebih lama,” ucap Evander menyela Avena.

Avena mengangguk dengan lemas. Ia tak bisa menolak perintah Evander, Avena terus memandangi suaminya yang begitu lembut membersihkan tubuhnya.

“Permisi Tuan…”

“Letakkan saja disana,” ucap Evander dengan tegas begitu mendengar pelayannya masuk ke kamarnya. “Mau berendam?” tanya Evander pada Avena dengan lembut kembali.

Avena menggeleng pelan lalu tanpa sadar mengusap pipi dan alis Evander.

“Luka, memang ada bekas luka disana tapi sudah sembuh,” ucap Evander.

“Eh!” Avena langsung menarik tangannya yang sudah kurang ajar itu kembali. “A-aku bisa melakukan ini sendiri,” ucap Avena kikuk lalu menekuk lututnya dan menutupi dadanya sendiri.

Evander tersenyum melihat reaksi Avena namun seketika perhatiannya langsung teralihkan oleh bekas luka di paha Avena. Evander menyentuhnya tanpa ragu.

“Siapa yang melakukan ini?” tanya Evander dengan alis berkerut.

“A-ah itu tidak sengaja, kerajaannya juga sudah kau hancurkan.”

“Oh ya?”

Avena mengangguk.

“Lalu pelakunya apa dia sudah dapat balasan?”

Avena terdiam lalu mengangguk dengan ragu. “Apa yang lebih menyakitkan daripada rumahmu di hancurkan?”

“Berarti belum,” putus Evander.

Avena tersenyum lalu menggeleng. “Sudah tidak apa-apa ini sudah sembuh, yang penting kakiku sudah sehat,” ucap Avena agar Evander tak melakukan hal-hal yang tak di inginkan.

“Tetap saja…”

Belum Evander mendebat Avena suara perut Avena yang kelaparan sudah menyelanya. Evander yang semula emosi kini seketika reda. Ia kembali membantu Avena mengeringkan tubuhnya lalu membantunya memakai baju.

“Tuanku, aku ingin tidur di kamarku,” ucap Avena sembari meminum susu yang ada di atas laci lalu berjalan pelan-pelan ke kamarnya sendiri.

Avena keluar dari kamar Evander ia sempat berpapasan dengan Margot kepala pelayan yang mengantar surat pada Evander. Avena sempat mencoba menyapanya tapi Margot buang muka padanya. Avena hanya bisa kembali ke kamarnya sendiri lalu beristirahat.

***

“Tuan! Semalam aku melihat gadis itu…”

Evander menaikkan sebelah alisnya. “Avena? Nyonya Avena, dia istriku sekarang. Tolong hormati dia, drajatnya sama sepertiku di rumah ini,” sela Evander mengingatkan.

“Ah, baik Tuan. Maafkan kelancanganku.”

“Jadi apa yang ingin kau katakan tadi?”

“Semalam aku melihat Nyonya Avena tidak di kamarnya,” lanjut Margot melapor pada Evander.

Evander mengangguk. “Semalam aku tidur bersamanya. Ah iya, antarkan makanan ke kamarnya. Berikan yang terbaik, aku ingin membuatnya betah di rumah ini,” ucap Evander lalu memberikan gelas susunya yang habis. “Ini, aku minta lagi.”

Margot mengangguk dengan kiku dan berat hati. Ia hanya ingin mengabdi pada Evander dan garis keturunan Calix atau keluarga kerajaan Wilder saja. Tapi sekarang ia jadi harus melayani dan mengabdi pada putri mahkota dari kerajaan kecil yang miskin seperti Astoria. Ini jauh lebih rendah dari standarnya sebagai pelayan. Namun mengingat tuannya mencintai gadis itu ia tak bisa berbuat banyak.

11
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share