0
Home  ›  Chapter  ›  Diplomatic Marriage

Epilog

Epilog-1


Kabar gembira kembali tersiar dari kerajaan Wilder. Meskipun setelah perang terakhir menyebabkan banyak wilayah yang hilang dari kekuasaannya. Kerajaan ini tampak lebih makmur daripada sebelumnya. Tak ada ketakutan akan perang, atau kekurangan pangan. Evander dan Avena menunjukkan dengan jelas bagaimana seharusnya kerajaan dan keluarga kerajaan memimpin yang sebenarnya.

Kabar kelahiran putri pertama Evander dan Avena menjadi perbincangan semua orang. Georgina Calix, putri mahkota yang akan mewarisi segala milik Evander dan Avena nantinya. Kelahirannya disambut penuh sukacita oleh semua orang. Pesta besar diadakan selama seminggu. Semua orang merayakan, bahkan termasuk Raja Hannes juga.

Raja Hannes yang tak benar-benar dibunuh oleh Evander. Evander hanya mengurungnya di penjara bawah tanah dan memutuskan untuk mengasingkannya setelah pesta usai. Hanya itu kemurahan hati yang bisa ia berikan pada Raja Hannes.

“Apa ini yang dirasakan ibumu dulu…” ucap Raja Hannes setelah lama diam bersama Evander yang menemuinya untuk terakhir kali sebelum pengasingannya.

“Kenapa kau membuangku?” tanya Evander yang memerlukan jawaban atas rasa penasarannya.

“Aku tidak membuangmu, tidak juga membuang ibumu. Aturan kerajaan membuat semuanya jadi begini. Ibumu tetap menjadi kekasih hatiku sampai kapanpun, aku coba melindunginya dengan segala yang kubisa. Aku tidak membuangmu, itu alasan kenapa kau bisa menjadi tangan kananku. Aku ingin tetap terhubung denganmu, dengan ibumu.”

Evander memalingkan wajahnya, ia paling tidak bisa jika sudah menyinggung soal keluarganya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

“Julian… pria itu juga mencintai Veronica sama sepertiku. Saat aku mengatakan jika Veronica mengandung anakku dan Raja saat itu tak setuju dan hendak memenggalnya. Julian dengan berani mengatakan jika Veronica mengandung anaknya. Kami sama-sama coba melindunginya. Hanya itu. Lalu semuanya terbongkar saat Isabelle tau, ia mulai membuat rumor dan diamini semua orang. Persis seperti yang Rhory katakan.”

Evander menghela nafas, perasaan menyesal mulai menyelimutinya.

“Tahtaku memang sepantasnya jadi milikmu. Semua ini memang pantas menjadi milikmu. Aku senang bisa menebus semuanya, memberikan yang sepantasnya. Aku bangga melihatmu tumbuh dengan baik, pulang dengan selamat, memiliki istri yang baik, dan anak. Aku bangga…”

“Berhentilah mengatakan omong kosong seperti itu,” lirih Evander ketus meskipun sebenarnya ia merasa hangat dan jadi goyah karenanya.

“Omong kosong apa? Bukankah aku sudah sering mumujimu? Ini hanya hal biasa yang ku lakukan padamu seperti biasanya. Evander… kau tetap putraku, tangan kananku, kesayanganku, kebanggaanku. Maaf aku tak bisa menjadi ayah yang baik,” ucap Hannes yang tak kuat membendung tangisnya sembari mendekat pada Evander untuk memeluknya yang terakhir kali sebelum penjaga yang akan membawanya kepengasingan datang.

Evander ikut menangis sembari membalas pelukan Hannes dengan sama eratnya. “Maaf…” lirihnya sebelum akhirnya berpisah dari pria yang selama ini ia layani.

***

“Avena…” panggil Evander yang mencari Avena ke kamarnya.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Tak ada jawaban. Evander kembali melangkah mencari istrinya. Ia memerlukan penenangnya, memerlukan pelukan Avena. Sampai ia menemukan Avena yang baru selesai menyusui putrinya dan memasrahkannya pada Debie dan Margot.

“Sstt…anakmu baru tidur,” ucap Avena berbisik sembari memeluk Evander yang sudah berkaca-kaca dan tampak begitu rapuh.

Evander membalas pelukan Avena dengan erat lalu menggenggam tangannya ke kamar.

“Sudah?” tanya Avena lembut.

Evander mengangguk dengan berat hati. “Aku jadi merasa bersalah…” lirihnya sembari melepaskan pakaiannya.

Avena menggeleng dengan cepat sembari menangkup wajah suaminya dengan lembut. “Kuatkan hatimu, memang ini jalannya. Sudah yang terbaik seperti ini,” ucap Avena menguatkan lalu mengecup bibir Evander lembut.

Evander tersenyum getir lalu mengangguk. “Aku mau mandi,” ucapnya yang merasa begitu kacau.

Avena mengangguk lalu membiarkan suaminya sibuk dengan dirinya sendiri sementara ia bersiap menghiburnya di tempat tidur malam ini.

Pada akhirnya tak ada kemenangan dan kedamaian mutlak yang bisa di capai setelah perang. Setiap darah yang tumpah atas hal itu tetap memerlukan pengorbanan dan pertanggungjawaban besar. Avena sadar atas hal itu, begitu pula dengan Evander yang tau jika ini akan menjadi resikonya.

“Tuanku…” lirih Avena menyambut Evander. (Tamat)

Epilog-2


11
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share