0
Home  ›  Chapter  ›  Diplomatic Marriage

Bab 06 – Bulan Madu

Bab 06 – Bulan Madu-1


Perjalanan liburan bulan madu kali ini tak terasa seperti benar-benar liburan. Bagaimana tidak Evander mengajak serta anak buahnya yang hampir sebatalion untuk ikut bersantai dengannya. Rasanya ia ingin semua anggotanya juga ikut berlibur dengannya. Selain itu Evander juga terlihat sibuk mengunjungi wilayah-wilayah hasil penaklukannya di tiap pemberhentian. Mengobrol dan beramah-tamah sejenak lalu melanjutkan perjalanan lagi.

Avena tak keberatan, ini juga bukan pemandangan baru baginya. Ayahnya juga sering begitu, hanya saja ini jangkauannya lebih luas. Selain itu jika Avena naik tahta menjadi ratu, ia juga harus terbiasa beramah-tamah seperti saat ini. 

“Ini istriku yang cantik, diexpor langsung dari Astoria. Aku menggunakan seluruh keberuntungan yang kumiliki dalam hidupku untuk menikahinya,” ucap Evander yang begitu membanggakan Avena pada setiap obrolannya dalam mengenalkan istrinya itu. 

Ucapan Evander selalu sukses membuatnya tersipu dan selalu berbunga-bunga. Avena selalu dibuat berdebar dengan segala pujian, sanjungan dan segala keromantisan yang tak pernah Evander tutup-tutupi. Padahal Avena dan semua orang tau betapa dingin, kejam, dan tak tersentuhnya Evander selama ini. 

“Rencananya kami akan menikmati makan malam bersama di pantai, mungkin satu dua malam. Kalau kau mau bergabunglah, kami punya banyak daging untuk di panggang,” ucap Evander sebelum kembali melanjutkan perjalanan pada walikota tempat taklukannya dulu.

Avena ikut mengangguk setuju dengan ucapan Evander sembari tersenyum manis sebelum menggenggam tangan Evander dan berjalan beriringan dengannya kembali melanjutkan perjalanan.

“Maaf ya jadi tidak ada perjalanan romantis, aku ingin semua pasukanku ikut sedikit…yahh…liburan kecil,” ucap Evander yang jadi sungkan dengan Avena.

Avena yang semula memandang ke luar jadi menatap Evander lalu bersandar di bahunya dengan manja. “Ini juga sudah romantis, tidak masalah, aku suka,” jawab Avena yang membuat Evander senang.

“Apa sudah lelah?” tanya Evander sembari mendekap istrinya dan mencium pipi juga keningnya.

Avena menggeleng pelan. “Hanya mengantuk, sedikit,” jawab Avena lalu menepuk paha Evander agar suaminya itu cukup paham jika ia ingin tiduran berbantalkan pahanya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Evander langsung mengelus rambut Avena, mengarahkannya kebawah agar bisa berbaring sebentar. “Sebentar lagi sampai,” ucap Evander lembut. 

Avena mengangguk sembari menatap gundukan di pangkal paha Evander. “Ini ya yang harus rajin ku puaskan?” tanya Avena sambil berbisik dan meraba batang kebanggaan milik Evander itu.

Evander tersenyum menahan tawanya sambil mengangguk. “Jangan di bangunkan!” Evander memperingatkan sambil berbisik dan melotot agar Avena tak macam-macam. 

Tapi Avena malah tersenyum jahil sembari mencium batang kebanggaan suaminya yang masih terbungkus celananya dengan rapi itu. “Membangunkan apa?” tanya Avena pura-pura polos lalu kembali mencium batang kebanggaan milik Evander itu sembari memainkan hidungnya pelan.

“Avena!” Evander mengingatkan dengan tegas sekarang hingga Avena tersentak kaget. “Jangan nakal,” ucap Evander yang sudah kembali melembut dan langsung mendekap Avena sebelum istrinya yang sudah terlanjur kaget itu jadi sedih atau hubungannya jadi dingin. “Sebentar lagi,” Evander kembali mengingatkan.

Avena langsung mengangguk dengan cepat dan ketakutan sekarang. Avena langsung tersadar siapa suaminya dan merutuki kenakalannya barusan karena ngeyel dan tak mengindahkan ucapan Evander. Avena bahkan tak berani lagi memandang Evander setelah dibentak seperti tadi. 

Evander jadi merasa bersalah, bahkan Avena juga enggan duduk di pangkuannya lagi dan kembali menatap keluar jendela lagi. Matanya juga berkaca-kaca dan berusaha keras menahan tangisnya. Evander mencoba menggenggam tangan Avena dan ingin kembali memanjakannya tapi Avena terlanjur mendiamkannya.

“Maaf, aku tidak bermaksud membentakmu,” ucap Evander lalu mendekap Avena kembali. 

Avena mengangguk pelan lalu membiarkan Evander memeluknya yang malah membuatnya menangis dalam diam. Evander jadi merasa bersalah, namun setidaknya nafsunya yang semula meningkat dapat teralihkan sejenak. Pengawal yang ikut di mobil yang Evander tumpangi sempat menoleh melihat Evander yang sedang merayu Avena. Evander jadi terlihat manusiawi seperti pria biasa yang tetap takut pada istrinya. 

*** 

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Rhory masih teringat pada Avena di perjalanannya menuju wilayah yang akan ia taklukan. Membayangkan betapa cantiknya Avena, betapa indah lekuk tubuhnya dibalik gaun sutra satin berwarna merah waktu yang hanya sekilas itu. Bahkan saat Avena duduk di sofa menunggunya selesai berurusan dengan Evander dengan gaun sopannyapun Avena masih bisa menunjukkan pesonanya dengan baik.

Sejujurnya Rhory mulai iri pada Evander. Bukan lagi pada capaiannya dalam penaklukan wilayah, tapi pada istrinya yang begitu mencuri perhatiannya. Avena yang terlihat ceria dan penuh kasih sayang untuk Evander. Begitu patuh, begitu rapuh, begitu lemah, begitu mudah kagum oleh Evander.

Sulit mencari perempuan bangsawan yang sama seperti Avena. Keturunan bangsawan yang mau mengisi ego seorang pria. Rhory merasa mungkin pikirannya terlalu berlebihan, tapi Evander bahkan sudah mendapat gelar Yang Agung dan selalu di gaungkan keherbatannya. Rhory merasa Evander tak lagi membutuhkan pengisi egonya di rumah. Seharusnya Evander memberikan Avena padanya.

“Bagaimana bisa dia tidak menyerahkan rampasan perang pada Raja,” gumam Rhory yang mulai memikirkan cara untuk menyalahkan Evander dan merebut Avena darinya. 

“Maaf Yang Mulia,” saut salah satu pengawal yang ada di samping Rhory.

Rhory hanya diam lalu mulai mengayun pedangnya memulai peperangan tanpa pemberitahuan, menyerang siapapun yang ada disana tanpa ampun sedikitpun. Seolah ingin menunjukkan kekejamannya jauh melebihi Evander berkali-kali lipat.

*** 

Sebuah hadiah datang dari kerajaan Hollis yang baru saja di bumi hanguskan oleh Rhory. Raja Hannes tampak begitu bahagia mendapatkan lukisan dirinya yang sedang menunggang kuda dengan gagah. Lukisan yang tak hanya sebagai bentuk persahabatan atas kedua kerajaan ini namun juga sanjungan untuk Raja Hannes itu sendiri. 

“Berikan mereka salah satu kudaku,” ucap Raja Hannes.

“Maaf Yang Mulia, tidak bisa. Kerajaan Hollis baru saja di bumi hanguskan Pangeran Rhory,” ucap pengawal. 

Raja Hannes tampak terkejut mendengar kabar itu lalu buru-buru berlari ke ruangannya melihat peta wilayah mana saja yang akan ditaklukkan oleh Rhory. 

“Panggil Evander!” teriak Raja dengan panik.

“Jendral sedang bulan madu, Yang Mulia,” jawab asisten raja yang mengikutin Raja Hannes.

Raja Hannes dibuat panik dan kelumpungan mendengar dua kabar yang mengejutkannya seperti ini. Ia jadi teringat jika Evander sudah mengambil cutinya untuk berlibur dengan istrinya dan masih akan berkunjung ke Astoria setelahnya. 

“Panggil Evander...” perintah Raja Hannes lagi yang mulai terdengar putus asa karena Evander yang selama ini menjadi tumpuhannya tak berada disekitarnya. 

Asisten raja langsung menuruti perintah sementara Raja Hannes terdiam di ruangannya begitu malu dengan dirinya sendiri yang malah begitu bergantung pada Evander. Ia tau Evander memerlukan liburannya juga, sejak awal ia mulai mengabdikan diri di militer menggantikan ayahnya, Julian Calix. Evander tak pernah mengambil libur. Bahkan uang dan harta rampasan perang maupun gajinya juga tak pernah ia nikmati. Baru kali ini Evander akan menikmati hasil kerja kerasnya dan Hannes langsung kalang kabut karenanya.

“Kenapa putraku bisa seceroboh ini, bukankah dia bisa menggunakan cara yang lebih sopan seperti Evander yang menaklukkan Astoria,” gumam Hannes yang merasa bersalah.

Bab 06 – Bulan Madu-2
11
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share