Bab 04 – Persiapan
Avena
tampak sibuk di dapur dengan ikan yang akan ia olah. Evander ikut menemaninya
di dapur, hanya melihat sambil sesekali membantunya membukakan sesuatu. Evander
menemani bukan karena ia takut diracun oleh Avena, tapi kapan lagi ia punya
kesempatan memperhatikan istrinya memasak.
“Itu apa?”
tanya Evander yang melihat istrinya menyeduh bunga.
“Ini teh
herbal,” ucap Avena lalu menuangkan untuk Evander juga.
Evander
hanya tersenyum lalu memilih untuk meraih gelas bekas milik Avena untuk
menikmati tehnya.
“Kalau kau
suka manis bisa ditambah madu,” ucap Avena lalu duduk sembari menunggu
masakannya matang.
Pelayan di
rumah Evander sempat cemas dan panik saat melihan Evander dan istrinya datang
ke dapur bahkan sampai memasak sendiri seperti ini. Tapi Margot sudah
memberitau jika Avena hanya masak sekali ini saja dan mungkin sesekali
kedepannya. Semua jadi bernafas lega dan memilih untuk ikut membantu.
Setelah
semuanya selesai Avena dan Evander duduk di ruang makan. Pelayan yang mengurus
sisanya. Avena makan lebih dulu, mencicipi masakannya terlebih dahulu sadar
jika semua orang takut jika ia diam-diam meracuni Evander.
“Harusnya
ku tambah sedikit garam,” komentar Avena yang tampak tak percayadiri sembari
menunggu suaminya mencicipi.
“Aku suka
yang seperti ini,” ucap Evander setelah mencicipi masakan buatan istrinya.
“Menurutku
juga…” Avena langsung berubah pikiran menyesuaikan dengan Evander. “Selama aku
makan disini rasanya sangat asin, ku kira kau suka yang seperti itu,” lirih
Avena.
Evander
menggeleng. “Aku tidak begiu suka asin, tapi karena sudah jadi dan banyak hal
yang harus ku kerjakan aku jadi tidak masalah,” ucap Evander yang membuat
Margot yang menguping kaget.
“Terlalu
banyak garam kurang baik untuk tekanan darahmu,” ucap Avena lembut sembari
menikmati makanannya bersama Evander yang begitu lahap. “Besok aku akan pergi
membeli ikan kerapu lagi, daginya lembut…” ucap Avena karena melihat suaminya
begitu lahap dan terlihat begitu kelaparan.
Evander
menaikkan alisnya kaget dengan inisiatif Avena lalu mengangguk. “Tapi besok
kita mulai liburan. Aku ingin mengajakmu ke gunung, pantai, lalu pergi ke
kerajaanmu sebentar dan pulang,” ucap Evander mengingatkan istrinya.
Avena
mengangguk dengan senyum yang langsung mengembang dengan ceria. Setelahnya ia
langsung sibuk bersiap di kamarnya bersama Margot sementara Evander sibuk
mengatur liburannya. Baru setelahnya ia mulai sibuk memilih pakaiannya dan
Margot kembali membantu berkemas.
“Tuan,
Pangeran datang,” ucap pelayan yang memberitau Evander jika Rhory datang.
Evander
mengerutkan keningnya lalu berjalan keluar untuk menemui Rhory.
“Kopi?”
tawar Evander sebelum mempersilahkan Rhory masuk ke ruangan kerjanya.
“Suamiku
dimana?” tanya Avena yang berencana memamerkan lingerie merahnya karena hari
ini ia belum disentuh.
“Diruang
kerjany…”
Belum
selesai Margot menjawab Avena sudah langsung berlari ke ruang kerja Evander
dengan cepat. Avena sudah tak sabar untuk memamerkan baju dan tubuhnya pada
Evander sampai akhirnya.
“Suamiku!
Li…hat…” wajah ceria Avena seketika hilang saat melihat ada pangeran Rhory di
ruang kerja suaminya. “Maaf!” seru Avena yang langsung memerah seperti kepiting
dan kembali berlari ke kamarnya dengan begitu terburu-buru.
Evander dan
Rhory yang kaget dengan apa yang Avena suguhkan juga ikut bersemu. Meskipun
setelahnya keduanya kembali mencoba fokus pada strategi perang. Namun pada
akhirnya di pertengahan Evander tak bisa menahan senyumnya karena teringat pada
apa yang Avena lakukan tadi.
“Maaf soal
istriku tadi,” ucap Evander sembari mengusap wajahnya dan kembali berusaha
fokus.
Rhory
mengangguk pelan dan ikut bersemu kembali teringat pada Avena. “Apa kalian
sudah berpacaran sebelumnya?” tanya Rhory yang akhirnya penasaran pada hubungan
Evander dan Avena.
Evander
menarik nafas dengan berat lalu menggeleng dengan malu-malu. “Aku hanya bertemu
dengannya sekali saat sedang berburu, aku jatuh dari kuda…dan ya setelah itu
aku menikahinya. Dia cantik, baik, seorang bangsawan…” ucap Evander sembari
mengelus tengkuknya.
“Tapi
namamu tidak bisa tersemat pada anakmu, kau tau itu kan? Dia calon ratu,” ucap
Rhory mengingatkan.
Evander
terdiam sejenak lalu mengangguk. “Aku sudah memikirkannya. Kami sudah bicara.
Katanya dia tak keberatan jika menggunakan nama belakangku. Setidaknya dia
setuju setelah tau hanya aku keturunan Calix terakhir.” Evander tersenyum lega
sambil mengangguk senang. “Avena…dia sangat pengertian.”
Rhory
mendengar cerita Evander dengan iri. Sial sekarang Evander jadi dua langkah di
depannya. Selain karena capaiannya dalam medan perang, Avena yang mencintainya
dengan begitu tulus juga membuatnya iri.
Rhory
memandang keluar jendela, melihat persiapan tanah untuk menanam di taman.
Alisnya berkerut heran, Evander tak suka jika taman milik keluarganya terusik
sementara ini ada seperempat bagian yang di rombak.
“Avena
bilang dia ingin menanam, jadi ku buatkan sedikit tempat,” ucap Evander yang
begitu banyak memberikan konpensasi pada Avena.
Belum Rhory
sempat menanggapi pintu ruang kerja Evander kini kembali di ketuk. Baik Evander
maupun Rhory langsung menoleh ke pintu dan bersiap. Namun tak lama terlihat
Avena muncul sedikit mengintip dengan pakaian yang jauh lebih sopan.
Evander
langsung menyambutnya dan memeluknya sejenak. Rhory hanya melihat di kejauhan,
melihat kemesraan yang Evander tunjukkan bersama istrinya. Bila ia mengira
Evander akan mengajak Avena mengobrol disana, ia salah. Evander tetap meminta
istrinya menjauh dari ruang kerjanya dan Avena cukup patuh atas perintahnya.
“Avena
hanya terlalu bersemangat untuk liburan,” ucap Evander menjelaskan lalu kembali
menjelaskan rencana perangnya. “Yang Mulia, mungkin aku akan mengambil
pensiunku lebih awal,” ucap Evander tiba-tiba sebelum menutup obrolan kali ini.
“Kenapa?”
tanya Rhory cukup kaget dengan keputusan mendadak Evander.
“Aku ingin
memulai hidup yang tenang bersama istri dan anakku kelak, aku ingin berbisnis
saja. mengekspor rempah, teh, semacamnya…” ucap Evander menceritakan
rencananya.
Rhory yang
sempat berpikir jika Evander akan menjadi saingannya dalam meraih tahta jadi
ragu akan hal itu. Evander mungkin adalah anak emas dari Raja Hanes, ayahnya.
Tapi Evander tak memiliki garis keturunan raja begitu berbeda darinya.
“Apa
istrimu yang mempengaruhi pikiran menyedihkan itu?” tanya Rhory sedikit kecewa
pada apa yang direncanakan Evander untuk hidupnya.
Evander
langsung menggeleng. “Aku sudah memikirkannya sebelum menikah. Seperti sumpahku
setelah menaklukkan 100 kerajaan dan setelah Pangeran mampu melampauiku, aku
akan berhenti,” ucap Evander yang terlihat begitu lega.
Rhory
terdiam, ia ingat janji itu pernah terucap dari Evander. Perang yang akan
datang, akan menjadi perang ke 98 yang ia jalani dalam misi penaklukan wilayah.
Misi yang ia emban sendiri tanpa bantuan Evander disisinya.
Rhory tak
bisa berkata-kata lagi. Ia memilih pergi membawa rancangan perang beserta peta
yang sudah Evander tandai. “Selamat bersenang-senang,” ucap Rhory sebelum
akhirnya pergi.
Rhory
sempat melihat Avena duduk di sofa ruang tamu selayaknya seorang tamu yang
sedang menunggu Evander muncul.
“Yang
Mulia,” sapa Avena.
“Putri
Astoria…” balas Rhory namun segera ia mengurungkan niatnya untuk bicara dengan
Avena setelah melihat Evander datang untuk mengantar kepergiannya bersama
Avena.
Evander
merangkul Avena sampai depan lalu menundukkan tubuhnya. Siapapun yang melihat
bagaimana Evander memperlakukan istrinya pasti tau jika mereka benar-benar
mencintai satu sama lain. Belum lagi Avena yang tak malu-malu menggenggam
tangan Evander atau mencarinya terlebih dulu seperti tadi.
Rhory jadi
merasa keputusan Evander bukan karena ingin memenuhi sumpahnya, tapi ia tengah
mengkasihaninya. Mengkasihani bangsawan murni kelas atas sepertinya yang tak
bisa mengalahkan jendral perang dari kalangan militer seperti Evander. Ini
lebih terasa menghina daripada ketika Rhory menyadari jika Evander sudah jauh
ada di depannya.