Bab 03 – Berjabat Tangan
Pagi ini
terasa begitu indah bagi Evander. Baru membuka mata ia sudah melihat istrinya
meringkuk di bawah ketiaknya sembari memeluknya seolah sedang meminta
perlindungan. Wajah Avena terlihat begitu damai. Dunia terasa tentram jika
Evander ada di sebelah Avena.
“Avena…”
panggil Evander pelan coba membangunkan istrinya karena nanti mereka akan
berkunjung ke istana.
“Emhhh…”
Avena mengerang pelan.
“Kita ada
janji dengan raja,” ucap Evander mengingatkan Avena yang sukses membuat gadis
itu terlonjak kaget.
Evander
tersenyum melihat Avena yang langsung terkesiap. Avena langsung terburu-buru
keluar dari kamar Evander. Tapi tak berselang lama Avena kembali ke kamar
Evander, Evander yang baru turun dari tempat tidur sempat mengira jika ada
barang yang tertinggal hingga istrinya kembali lagi. Betapa terkejutnya Sang
Jendral ketika Avena memeluknya dan berjinjit dengan susah payah untuk
menciumnya lalu kembali berlari keluar.
Evander
dibuat tersipu oleh tingkah menggemaskan Avena yang sukses membuatnya
berbunga-bunga pagi ini. Sementara Avena merasa bodoh sudah bermanja dengan
Evander barusan. Meskipun disisi lain ia juga yakin Evander tak akan marah
dengan apa yang ia lakukan barusan dan sama berbunga-bunganya dengan Avena.
Avena
bersiap di kamarnya. Mematut beberapa gaun yang ada di lemarinya, baik yang ia
bawa dari kerajaannya sendiri maupun yang sudah di siapkan Evander. Avena juga
merias dan menata rambutnya, Margot juga ikut membantunya.
“Cantik.
Terimakasih…” ucap Avena yang terpana dengan hasil penataan rambutnya dari
Margot.
Margot
hanya diam mencoba menjaga jarak dari Avena, meskipun pujian tadi juga
membuatnya senang.
Avena
lanjut menikmati sarapannya bersama Evander sebelum akhirnya berangkat ke
kerajaan dengan mobil. Ini kali pertama Avena tau jika di kerajaan besar tak
hanya raja yang bisa menggunakan mobil, tapi jendral perangnya juga bisa.
“Suka?”
tanya Evander yang melihat Avena terpana dengan kendaraannya.
Avena
mengangguk dengan senyum manisnya yang selalu sukses melelehkan hatinya. “Aku
sedikit gugup,” ucap Avena bersamaan dengan senyumnya yang memudar.
“Kenapa?”
tanya Evander sembari menatap Avena sekilas.
“Ya…
rasanya ini kali pertamaku pergi ke kerajaan lain…kau paham…em…rasanya
seperti…ah…aku jadi takut, takut salah bicara, salah bersikap, salah bertindak.
Nanti aku jadi tidak sengaja menyebabkan perang,” jawab Avena yang terdengar
begitu polos dan penuh pertimbangan.
Evander
tertawa mendengar ucapan istrinya. Baru kali ini ia mendengar pertimbangan
sematang ini dari seorang wanita. “Aku kan suamimu, aku tidak akan menyerang
kerajaanmu Tuan Putri Avena.”
Avena
tersipu mendengar ucapan Evander lalu ikut tertawa bersamanya. Avena dan
Evander begitu menikmati perjalanannya. Beberapa masyarakat juga menatap
mereka, beberapa bahkan sampai menghentikan aktivitasnya sejenak begitu
mendengar suara mobil milik Evander akan melintas.
“Aku akan
banyak diam,” ucap Avena sembari mengepalkan tangannya dengan penuh keyakinan.
Evander tersenyum
mendengar ucapan Avena. Senyuman yang jarang terlihat bahkan rakyatnya
sendiripun jarang melihatnya. Evander yang jarang tersenyum terlihat begitu
menawan, berkali lipat dari biasanya karena senyumnya begitu lepas. Berbeda
dengan biasanya yang hanya tersenyum untuk basa-basi semata.
“Aku jadi
banyak tertawa saat bersamamu…”
“Lihat!
Ikan!” seru Avena yang malah fokus pada nelayan yang baru tiba dipasar saat
berpapasan dijalan. “Pasti enak jika di buat sup.” Lanjutnya dengan polos yang
mengabaikan ucapan Evander namun tetap membuatnya senang.
Evander
suka dengan cara Avena mengungkapkan perasaan dan pikirannya dengan begitu
polos dan apa adanya. Rasanya seperti memiliki adik kecil yang harus ia jaga,
sekaligus pasangan yang membuatnya bangga disaat bersamaan. Evander begitu
menikmati waktunya hingga mereka sampai di istana.
Avena
sempat ikut masuk, membungkuk memberi hormat pada Raja Hannes lalu duduk
dihadapannya bersama Evander yang akan mengambil liburannya untuk bulan madu.
Tentu bukan hal sulit untuk sekedar memberikan jatah liburan. Tapi setelahnya
Evander dan Raja Hannes larut pada obrolan mereka yang begitu asik. Sadar
mungkin Avena akan bosan Raja Hannes memberitau jika ia memiliki kebun tanaman
herbal dan meminta pelayannya menemani Avena kesana.
“Aku akan
menyusul,” ucap Evander sembari membiarkan istrinya berkeliling di taman tanpa
pengawasannya.
Avena
melangkah keluar bersama pelayan lalu sedikit membungkukkan badannya ketika
berpapasan dengan Pangeran Rhory. Avena tak yakin siapa Rhory sebenarnya, tapi
melihat pelayan dan yang lainnya membungkuk untuknya Avena langsung mengambil
kesimpulannya sendiri.
Rhory
menatap Avena sejenak. Gadis itu tak coba untuk menggodanya, tidak genit dan
terlihat berbeda. Dari bentuk wajah dan warna kulitnya yang terlihat seperti
porselen membuatnya terpesona. Rhory sudah menebak jika Avena adalah gadis yang
dipilihkan untuknya, untuk jadi permaisurinya. Tapi sayang begitu ia masuk
kedalam ruangan, ia mendapati Evander disana.
“Perang
kali ini biar Rhory yang turun, dia harus menunjukkan kekuatannya sebagai
pewaris tahta,” ucap Raja Hannes.
Evander
langsung mengangguk dengan patuh dan tak banyak bicara. Ia ingin ikut berperang
dan memamerkan kebolehannya pada Avena, tapi ia sudah terlanjur mengatakan
kalau ia akan mengambil liburannya. Selain itu Evander yakin jika cepat atau
lambat ia juga harus berhenti berperang.
“Istriku
ingin menanam beberapa tanaman herbal juga di rumah, mungkin aku juga akan
berkunjung ke Astoria juga,” ucap Evander yang di setujui Raja Hannes.
***
Rhory
menatap di kejauhan setelah pertemuan singkatnya, sebelum ia akan sibuk dengan
segala persiapan perangnya. Rhory melihat Avena yang tampak begitu anggun di
taman bersama pelayan dan Evander yang menemaninya. Evander terlihat lebih
manusiawi dan tak sedingin juga sekaku biasanya. Harusnya sebagai bagian dari
kerajaan Evander tak boleh menunjukkan kemesraannya di publik.
Tapi entah
sial atau beruntung. Posisinya yang hanya sebagai jendral militer tak
membuatnya di kenai aturan itu, karena bukan murni anggota kerajaan. Evander
jadi bebas mengecup, memeluk, merangkul, dan bergandengan dengan istrinya.
Rhory juga
menginginkan itu. Menginginkan hal yang sama seperti yang dimiliki Evander. Ia
menginginkan Avena juga. Gadis manis yang polos dan penuh perhatian.
“Kau perlu
mencari istri juga,” ucap Hannes yang memperhatikan kemana putranya melihat.
“Setelah kemenanganmu, akan ku kenalkan pada Putri Priscila.”
Rhory hanya
diam lalu mengangguk sebelum mengalihkan pandangannya dan pergi ke barak
militer.
“Dengan
jahe ini nanti akan ku masakkan ikan yang super istimewa!” ucap Avena begitu
optimis dan ceria sembari menggenggam jahe yang baru ia ambil sembari berjalan
bersama dengan Evander.
“Oke oke,
aku akan menunggu masakanmu,” ucap Evander menuruti Avena sebelum ia
membungkukkan badannya untuk memberi hormat pada Rhory yang kembali di ikuti
Avena. “Pangeran, ini istriku Avena, dari kerajaan Astoria.” Evander
mengenalkan istrinya.
Avena
kembali membungkuk sambil tersenyum sementara Rhory hanya bisa diam terpukau
dengan kecantikan Avena. Rhory hanya diam lalu berdeham sebentar dan mengangguk
sebelum ia kembali berpura-pura cuek dan melanjutkan langkahnya.
Sungguh
Rhory ingin memandangi Avena lebih lama. Bibir semerah delima, semu dipipinya,
rambutnya yang ikal bergelombang dan ditata rapi, sedikit wangi bunga yang
terhembus oleh udara di taman. Semuanya membuat Rhory makin menginginkan Avena.
Ini bukan kali pertamanya tapi ini kali pertamanya bertemu Avena secara
langsung dengan minim riasan, tak seperti saat pesta pernikahannya dulu.
Rhory jadi
paham kenapa Evander jadi lebih hangat dan jadi tiba-tiba kalem sekarang ini.
Melihat bagaimana Avena yang ceria dan manis tadi, rasanya sudah menjawab
semuanya. Rhory juga akan pulang lebih awal untuk menemui Avena jika gadis itu
jadi istrinya.
“Avena
Espen…” gumam Rhory lalu memejamkan matanya karena melewatkan kesempatan untuk
berjabat tangan dengannya barusan.