0
Home  ›  Chapter  ›  Diplomatic Marriage

Bab 02 – Surat 🔞

Beli Karya
Bab 02 – Surat 🔞-1

Evander tampak sibuk di ruang kerjanya. Beberpa kali ada anak buahnya yang datang ke rumah untuk melapor atau mengantar surat. Avena yang baru makan kembali terlelap, kakinya nyeri setelah bercinta dengan Evander. Sekarang ia merasa sangat kotor meskipun Evander sudah begitu lembut padanya bahkan sudah menikah juga dengannya. Avena datang sebagai istri dan wanita terhormat, bukan jadi tawanan perang atau budak. Tapi ia tetap merasa di rendahkan.

Menjelang sore hari Evander menghampiri Avena ke kamarnya. Gadis itu sudah bangun menikmati kue juga tehnya sembari memandangi kebun bunga dan menulis surat untuk keluarganya. Evander senang Avena mudah beradaptasi dan segera memiliki kesibukannya sendiri. Setidaknya itu yang Evander lihat.

“Avena…” panggil Evander sembari duduk di sampingnya.

Avena menutup kertasnya lalu menatap Evander.

“Kau menikmati waktumu disini?” tanya Evander setelah puas memandangi paras istrinya itu.

Avena tersenyum lalu mengangguk. Mustahil juga jika ia mengeluh pada Evander soal para pelayan yang mengabaikannya atau kerinduan pada rumahnya. Ini baru hari keduanya menjadi istri.

“Tuanku, apa yang membuatmu menyukaiku?” tanya Avena memberanikan diri sembari membenarkan kancing bajunya yang terbuka.

Evander diam sejenak lalu tersenyum. “Kau ini seperti legenda bagi kami para petarung…”

Avena mengerutkan keningnya heran. Bingung dengan ucapan Evander yang tiba-tiba menyebutnya sebagai legenda.

“Kerajaanmu itu, seperti penolong untuk semuanya. Padahal kerajaanmu miskin. Kau menolong siapapun yang terluka dan mendekat ke Astoria. Tanpa bertanya mereka darimana. Kalau ada wanita yang di sebgut sebagai penyihir penyembuh dari hutan, kurasa itulah kau…”

“T-tapi aku begitu karena kasihan saja. Aku bukan penyihir, aku hanya belajar medis dan tumbuhan herbal saja.” Avena membela diri mendengar ucapan suaminya. “Lalu kenapa kau suka aku?”

Evander hanya tersenyum lalu menarik tangan Avena memintanya duduk di pangkuannya. “Apa aku harus menjelaskan detail setiap perasaanku? Kalau aku bisa menyerah tanpa syarat, apa aku tidak boleh mencintaimu tanpa syarat hmm…”

Avena yang semula ingin memasang tembok pertahanan besar dan kokoh agar tidak terlena dengan segala perlakuan Evander seketika dibuat berdebar karenanya. Bahkan untuk menyembunyikan perasaannya saat ini pun rasanya nyaris tidak mungkin karena wajahnya yang sudah merona duluan karenanya.

“K-kau pintar merayu…” lirih Avena yang membuat Evander tak bisa menahan tawanya hingga pelayan diluar mampu mendengarnya. Avena yang semula ingin terlihat dingin perlahan jadi ikut tertawa karena Evander yang menertawakannya. “Apa ini rencanamu?”

“Rencana apa?” saut Evander setelah puas tertawa.

“Menaklukan kerajaanku dengan merayuku?” tanya Avena yang langsung di angguki Evander sembari melumat bibirnya dengan lembut.

“Apa kau ingin ku taklukkan dengan cara lain?” tanya Evander setelah puas melumat bibir istrinya itu.

Avena menggeleng pelan lalu memalingkan pandangannya dengan semu diwajahnya yang mulai menghilang. Evander kembali menciumnya, mengecup pipinya lalu bahu dan tengkuknya dengan lembut.

“Aku menulis surat untuk kerajaanku, surat biasa. Hanya mengabari jika aku sudah melewati malam denganmu,” ucap Avena mengalihkan pembicaraan.

Evander tersenyum lalu mengangguk. Rasanya ia ingin terus memandangi istrinya, belum pernah ia merasakan rasa seterikat ini sebelumnya. Ia benar-benar terpikat tiap kali memandang Avena. Entah sihir atau ramuan cinta apa yang di berikan, tapi kalaupun tidak Evander akan tetap meneguk ramuan cinta itu jika resikonya dimabuk oleh Avena.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

“Apa isinya?” tanya Evander sembari membiarkan Avena turun dari pangkuannya sejenak.

Avena mengambilkan surat yang sempat ingin ia sembunyikan dari Evander sebelumnya. Avena duduk di sebelah Evander, namun segera Evander menariknya kembali. Meminta Avena untuk duduk di pangkuannya saja.

“Bacakan!” perintah Evander singkat sembari mengelus rambut Avena yang lembut dan wangi itu.

Avena langsung mengigit bibir bawahnya terlihat ragu dan malu untuk membacakan suratnya di depan Evander.

“Ayo, aku menunggu…” desak Evander lembut nyaris terdengar berbisik sayang suaranya begitu berat dan cukup serak jadi membuatnya tak terdengar seperti 100% bisikan.

“A-aku malu…” jawab Avena lalu memalingkan wajahnya.

“Bacakan anggap saja ini rahasia kita. Rahasia pertama kita,” paksa Evander lalu membiarkan Avena turun dari pangkuannya sementara ia mengunci pintu kamar Avena agar mereka bisa benar-benar menjaga rahasia. “Apa perlu memakai ruang kerjaku?” tawar Evander menggoda istrinya.

Avena kembali tersipu dan tak bisa menyembunyikan senyumannya. Evander melepaskan jasnya juga ikat pinggangnya dan beberapa kancing kemejanya sebelum tiduran di tempat tidur Avena. Avena ikut naik dan duduk di bersandar di samping Evander yang ada disampingnya.

“Ku bacakan, tapi janji tidak boleh menertawakanku ya,” ucap Avena lalu mengacungkan kelingkingnya pada Evander.

Evander tertawa melihat istrinya yang begitu pemalu lalu menautkan kelingkingnya menuruti permintaan Avena, bahkan sampai mencium tangannya juga. Avena tersenyum lembut lalu mulai membuka suratnya.

“Aku sedang banyak penyesuaian dengan para pelayan di rumah. Disini indah sekali, aku tinggal di rumah yang besar seperti kastil. Kamarku dekat dengan taman bunga mawar. Suamiku memperlakukanku dengan lembut, dia tidak seperti monster…”

Evander langsung mengangguk lalu memeluk pinggang Avena.

“Tapi Suamiku sibuk sekali. Aku berharap tidak ada perang lagi, jadi kami bisa segera memiliki keturunan. Aku tidak sabar ingin mengabari jika aku hamil…”

Evander kembali mengangguk dan mulai berfikir untuk mengatur jadwalnya dan mengundur peperangan sejenak sampai ia mempunyai anak.

“Aku ingin menanam banyak tanaman herbal juga disini, kirimkan beberapa bibit kalau tidak merepotkan,” tutup Avena dalam suratnya.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Tanaman herbal untuk apa yang kau cari?” tanya Evander yang ingin memenuhi keinginan istrinya sendiri.

“Untuk menghilangkan bekas lukaku, untuk mengobati penyakit lain juga,” jawab Avena lembut lalu meletakkan suratnya di atas laci.

“Tulis ulang suratmu, biar aku yang mencarikanmu tanaman-tanaman itu.”

Avena mengangguk patuh. “Tidak semua keinginanku harus kau penuhi Tuan, kalau kau sibuk. Aku bisa…”

“Aku bisa. Tidak masalah, aku juga tidak keberatan atas keinginanmu untuk segera mempunyai anak. Aku juga menginginkannya,” sela Evander lalu bangun dan ikut duduk bersandar dengan Avena. “Kita memang perlu bulan madu,” lanjutnya.

Avena mendekat dan mengecup pipi suaminya untuk pertama kalinya lalu tersenyum.

“Besok temani aku mengambil cuti,” ucap Evander yang di angguki Avena. Evander langsung menerjang tubuh Avena yang jauh lebih kecil dan lebih ringkih darinya itu memulai pergelutannya semalam kembali.

Avena mengelus rahang, leher, hingga dada bidang Evander yang gagah itu. Merasakan kulitnya yang punya banyak goresan bekas luka. Terbayang di benaknya betapa keras medan pertempuran yang sudah dilalui Evander selama ini. Merasakan betapa besar gairah Evander ketika mencumbu hingga menelanjanginya.

Membiarkan Evander yang Agung itu menguasainya dan memimpin dengan segala keperkasaannya. Membiarkan tubuhnya dinikmati Sang Jendral Perang yang begitu memujanya itu. Saling menatap lalu berciuman sebelum keduanya semakin dimabuk cinta.

“Tuanku…ahhh….” Desah Avena tak tertahankan.

***

Keduanya terus bergumul hingga nyaris melewatkan jam makan malam. Setelah puas Evander keluar sejenak, membiarkan Avena mengatur nafasnya dan kembali dengan membawa makan malam untuk istrinya.

“Ku dengar kau tak suka jika ada piring kotor dikamar,” ucap Avena lembut melihat makanan yang di bawa Evander.

“Benar, kecuali untuk istriku,” jawab Evander lalu membantu Avena bangun untuk menikmati makanannya.

Avena duduk bersandar, kakinya masih gemetar menghadapi suaminya yang begitu perkasa. Avena sempat ingin menekuk kakinya agar sedikit lebih sopan dihadapan Evander. Tapi suaminya itu menahan kakinya agar tetap lurus dan rileks seperti biasanya.

“A-aku terlihat kacau…” Avena merasa malu berhadapan dengan Evander yang daritadi memperhatikannya.

“Kau cantik, kacau, tapi cantik. Aku suka,” ucap Evander yang tak ingin membuat Avena malu. “Aku tidak suka makan dikamar karena teringat pada mendiang orang tuaku,” aku Evander lalu mengecup kening Avena sebelum kembali ke kamarnya.

Avena terdiam sejenak lalu kembali melanjutkan makannya. Setelah itu ia membersihkan tubuhnya di kamar mandi sembari memandangi beberapa bekas tanda kepemilikan yang Evander sematkan di leher juga dadanya yang membuat Avena kembali berdebar.

Avena mengingat dengan jelas betapa lembut, hangat, dan basah juga sensasi geli dan sedikit perih ketika Evander menandainya. Avena juga melihat putingnya yang sedikit membengkak karena Evander menghisapnya cukup kuat. Bahkan Avena masih ingat betapa keras, panas, dan ahhh… kejantanan milik Evander yang pertama kali ia nikmati dan satu-satunya yang membuatnya melayang.

Setelah puas dengan mandi juga berendamnya yang cukup untuk menghilangkan lelah juga merilekskan tubuhnya Avena keluar dari kamarnya. Meletakkan piringnya diluar agar pelayan bisa membersihkannya lalu hendak kembali ke kamarnya kalau saja ia tak berpapasan dengan Evander yang baru keluar dari ruang kerjanya.

“Ayo tidur,” ajak Evander yang langsung menggendong Avena ke kamarnya.

Avena tersenyum lalu mengalungkan tangannya di leher Evander sembari mengecup pipinya dengan lembut.

Margot kepala pelayan yang tak begitu senang dengan kehadiran Avena termasuk keputusan tuannya untuk menikah yang terasa begitu mendadak perlahan melihat Avena sebagai pribadi yang tepat untuk tuannya. Tak ada ocehan yang tak mau kalah, tak ada perdebatan dan perang dingin diantara keduanya, tak ada nona putri pewaris tahta dan bangsawan yang angkuh. Avena datang sebagai gadis manis yang penuh kepatuhan dan kepasrahan pada Evander Calix yang agung. Bahkan Avena tak keberatan untuk langsung tidur bersama suaminya tanpa membatasi diri dengan standar protokoler ala bangsawan atau kerajaan seperti kebanyakan lainnya.

“Nanti akan ku buatkan sup kalau tanaman herbalnya lengkap,” ucap Avena lembut sebelum masuk ke kamar Evander.

Margot terdiam cukup kaget dengan niatan Avena untuk memasak sendiri. Ia sedikit meragukan Avena soal kemampuannya memasak. Tapi mendengar cerita salah satu prajurit yang sempat bersembunyi di kerajaan Astoria dan kisah pengobatannya. Margot jadi tak ragu dengan apa yang Avena ingin lakukan.

“Besok kita bisa berbelanja kalau kau mau,” jawab Evander lalu mengutup pintu kamarnya.


11
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share