25. Pulang
Pagi-pagi
Aska dan Aya sudah terdengar asik bermain dengan topeng pemberian Beni. Awalnya
keduanya ingin bertengkar karena rebutan topeng, tapi semuanya jadi ceria
kembali ketika Rosyid menunjukkan topeng yang ia beli juga. Sekarang jadi ada
dua Ultramen di rumah.
“Tenang
Mama, sekalang ada dua Ultamen di sini!” ucap Aska yang bergandengan dengan Aya
memamerkan topengnya pada Rina yang sedang menyiapkan bekal untuk suaminya.
Rina
tersenyum melihat tingkah lucu Aya dan Aska. “Ini Ultramen minum susu dulu,
biar cepat tinggi!” ucap Rina sambil memberikan dot pada Aska dan Aya.
“Om Bani
mau kemana?” tanya Aya yang melihat Beni sudah bersiap pergi.
“Om Beni
mau kuliah,” jawab Beni lalu memeluk dan mencium Aya dengan gemas. “Nanti Kakak
di rumah sama Abang jangan nakal ya, jangan main keluar ya,” pesan Beni sebelum
pergi.
Aya
mengangguk lalu melambaikan tangannya mengantar kepergian Beni.
Beni
menghela nafasnya sambil melambaikan tangan pada Aya sebelum tancap gas. Beni
tidak habis pikir pada apa yang Arman lakukan. Bagaimana bisa ia setega itu
pada Aya hingga balita itu trauma hanya karena ucapannya. Bagaimana bisa Arman
setega itu melewatkan kebahagiaan mengurus anak-anaknya dan menghabiskan waktu
bersama Sofia.
***
Arman duduk
di samping Sofia yang sudah sadar namun masih saja diam membisu enggan
menanggapinya di dalam ruang ICU. Beni melihatnya dari luar, sampai akhirnya
Sofia terlihat berbicara dengan Arman. Tak lama setelahnya Arman menatap Beni
lalu keluar dari ruangan.
“Sofia
pengen ngomong,” ucap Arman pada Beni.
Beni
langsung masuk dan memakai APD lengkap lalu duduk di samping Sofia. Arman
mengawasi dari jendela luar memperhatikan istrinya yang malah lebih memilih
mengobrol dengan pria lain daripada dirinya. Arman tak bisa mendengar apa yang
di bicarakan Beni dan Sofia tapi yang jelas saat Beni bicara, Sofia
mendengarkan dan menatapnya dengan serius. Beni juga menunjukkan foto dan vidio
di ponselnya yang sukses besar membuat Sofia tersenyum.
“Anak-anak
baik, tadi pagi main Ultramen. Semalem Aya sedih keinget waktu di marahi Arman
dulu. Tapi udah gapapa, kayaknya Aya juga udah lupa. Pagi-pagi dia udah asik
main sama Aska lagi,” ucap Beni.
“Maaf ya
Ben, jadi ngerepotin kamu…” lirih Sofia.
Beni
mengangguk sambil tertawa. “Gapapa, santai aja. Kamu ini kayak sama siapa aja.”
Sofia
tersenyum lalu menghela nafas.
“S-Sof…”
“Hmm…”
“K-kalo
kamu cerai sama Arman, a-aku…aku mau loh jadi ayah buat Aya sama Aska…”
Sofia
menatap Beni kaget. Beni menundukkan kepalanya sambil mengelus tengkuknya
terlalu gugup untuk mengatakan perasaannya dan keinginanya yang terang-terangan
ingin menikung Sofia.
“Ben, aku
gak pengen cerai. Aku tau Arman salah. Tapi aku masih mau memperbaiki semuanya.
Aku mau kasih kesempatan kedua buat Arman. Kamu baik, aku tau kamu cowok baik.
Tapi bukan buat aku, mungkin ada perempuan lain di luar sana yang menunggu jadi
jodohmu. Anak-anakku masih butuh Arman buat jadi ayahnya. Maaf…” jawab Sofia
dengan lembut namun cukup jelas dan tegas jika ia menolak Beni dan masih ingin
mempertahankan keluarganya.
“Ahaha aku
cuma kebawa suasana!” ucap Beni kikuk sambil berusaha tetap ceria.
Sofia
tersenyum lalu mengangguk, berusaha memahami Beni dan tidak membesarkan
permasalahan ini.
“A-aku
pergi dulu ya, mau kuliah,” pamit Beni setelah di tolak.
Sofia
mengangguk. “Hati-hati Ben, makasih udah mau jagain anak-anakku. Kamu cowok
terbaik yang ku kenal selain Arman sama Aska,” ucap Sofia yang membuat Beni
tersenyum sebelum keluar ruangan.
“Kamu
ngomongin apa?” tanya Arman.
“Aska sama
Aya. Aya trauma sama kamu. Semalem dia nangis menyesal pinjem hpmu. Kamu harus
banyak minta maaf sama dia,” ucap Beni dengan pandangan dingin penuh
penghakiman pada Arman.
Arman
memeluk Beni. “Makasih udah jagain anakku. Kalo gak ada kamu aku gak tau harus
minta tolong siapa. Aku janji kejadian ini gak akan terulang lagi. Makasih
banyak Ben, kamu bener-bener sahabatku!” ucap Arman dengan suara bergetar
menahan tangisnya sambil memeluk erat Beni yang sudah begitu berjasa padanya.
Beni
mengangguk pelan lalu menepuk punggung Arman pelan sebelum ia pergi.
Mungkin
benar Arman hanya khilaf. Arman adalah suami dan ayah yang baik, kesalahannya
mungkin besar tapi melihat kesungguhannya untuk berubah yang tak kalah besar
membuat Beni jadi mengerti kenapa Sofia mau memberi kesempatan kedua untuk
Arman.
Beni
kembali melihat ke jendela, Sofia dan Arman sudah berpelukan dan saling
memaafkan satu sama lain. Ini adalah sakit hati terbesar Beni, tapi sejujurnya
Beni sendiri juga bingung kenapa ia bisa sesakit ini. Padahal seharusnya ia
bahagia karena bisa bebas dari Aska dan Aya, juga bahagia karena Sofia dan
Arman bisa kembali bersama.
***
“Om
Bani!!!” seru Aska dan Aya menyambut kepulangan Beni yang tidak jadi kuliah
dengan ceria.
Beni
memutuskan untuk menemani Aya dan Aska sebelum kembali pulang. Beni tidak suka
anak kecil, Beni selalu merasa terganggu dengan anak-anak sebelumnya. Tapi kali
ini ia merasa begitu sedih dan takut kehilangan dua anak kecil yang hanya
menumpang di rumahnya ketika keluarganya di terjang badai hebat.
“Sofia udah
sadar Ma, bentar lagi kayaknya sembuh,” ucap Arman begitu berpapasan dengan
Mamanya.
Rina tau
sekarang putranya sedang membolos. Tapi kali ini Rina tidak marah. Aska dan Aya
hanya tinggal sebentar di rumah, tapi Rina sudah merasa begitu dekat dan tanpa
sadar menganggap Aya dan Aska sudah menjadi bagian dari keluarganya juga. Rina
yang sudah ada rencana untuk pergi ke salon juga mengundur jadwal perawatannya
karena merasa waktunya bersama Aska dan Aya tinggal sebentar.
“Padahal
kalo mau ketemu bisa di ajak main kesini, tapi kenapa rasanya berat banget kalo
di tinggal Aya sama Aska,” gumam Rina yang melihat Beni sedang menjadi monster yang
di serang dua Ultramen kecilnya.
“Bu Rina!”
panggil tetangga rumah Beni.
Rina
langsung keluar, lalu terburu-buru pergi karena tetangganya ada yang meninggal.
Tak selang lama suara pengumuman dari masjid juga terdengar. Tapi di saat yang
bersamaan juga Aya tiba-tiba melipir dan terlihat sedang mengejan.
“Kakak
kenapa?” tanya Beni khawatir.
“Kakak biol,”
jawab Aska mewakili Aya.
“Waduh!” kaget
Beni, tak berapa lama Aska juga melipir dan bersembunyi lalu juga mengejan.
“Mbak!”
teriak Beni mencari pembantunya tapi ia lupa kalau hari ini pembantunya
mengambil cuti.
“Sudah Om
Bani, cebok…” ucap Aya lalu mendekat pada Beni. [Next]