13. Tempat Magang
Sofia terlihat lebih banyak di sibukkan dengan urusan rumah setelah memiliki anak. Tidak hanya mengurus dua bayinya yang terasa begitu cepat tumbuh, tapi juga membantu Cecil belajar dan mengurus bisnisnya. Arman juga sibuk dengan kuliahnya setelah cutinya selesai dan merasa jika Sofia sudah terbiasa dan bisa mengurus semua sendiri.
“Sayang aku pusing,” keluh Arman pada Sofia begitu selesai mandi dan hendak bersantai bersama di kamar.
“Pusing kenapa?” tanya Sofia sambil duduk bersandar menyusui Aska.
“Harus cari tempat magang,” ucap Arman lalu mendekat pada istrinya berharap akan di manja-manja seperti dulu.
Sofia mengelus rambut Arman dengan lembut, lalu mengusap pipi dan dagunya. “Apa gak bisa magang di tempat kita sendiri aja?” tanya Sofia lembut.
Arman menggeleng pelan. “Harus di perusahaan katanya,” jawab Arman lalu memeluk pinggang Sofia dengan erat.
Sudah lama Arman tak mendapat jatahnya. Sofia terlalu sibuk dan lelah dengan kesehariannya. Begitu pula dengan Arman yang menjelang akhir masa kuliahnya jadi semakin sibuk. Sudah hampir setahun Arman tak dapat jatahnya lagi, meskipun perhatian dan kasih sayang Sofia tak pernah pudar. Tapi Arman tetap pria dewasa yang butuh jatahnya juga.
“Beni bilang temennya ada yang punya bisnis baliho. Mau coba di tanyain bisa magang di sana enggak,” ucap Arman lanjut bercerita tapi tak selang lama Aska sudah terlelap dan Sofia langsung memindahkannya agar bisa tidur bersama Aya.
Aska langsung memegang tangan Aya, selalu begitu setiap tidur. Mungkin sudah kebiasaannya sejak masih di perut. Keduanya akan selalu bersentuhan saat tidur.
“Liat, anak-anak udah gede aja. Udah belajar jalan, udah bisa makan,” ucap Sofia yang malah lebih fokus untuk membahas soal tumbuh kembang bayinya daripada mendengar cerita Arman.
“Aku bikin susu, buat jaga-jaga kalo kebangun,” ucap Arman yang memilih untuk tidak lanjut bercerita karena merasa Sofia tak lagi mau mendengarkannya.
Sofia mengangguk lalu tiduran sembari menunggu suaminya kembali ke kamar, berusaha menahan kantuknya agar bisa mendengarkan keluhan suaminya hari ini. Tapi sayang kali ini Arman terlalu lama dan Sofia juga sudah terlalu lelah dan menantuk. Pesanan hari ini cukup banyak, ia juga masih harus menemani Cecil belajar dan mengurus anak-anaknya.
“Sof…” panggil Arman yang membawa dua dot bayi kembali ke kamar.
Arman mendengus pelan melihat istrinya yang sudah terlelap dengan begitu nyenyak.
“Kita jadi jarang berduaan lagi sekarang,” lirih Arman lalu memeluk Sofia dan mengecup keningnya.
“Emhh…” Sofia melenguh pelan. “Ayah Sayang, maaf ya aku jarang perhatiin kamu…” lirih Sofia yang kembali terbangun sambil membalas pelukan Arman.
Arman mengangguk, ia sedikit merasa lega dan senang karena Sofia masih mau memperhatikannya.
“Anak-anak masih kecil, Cecil juga perlu di perhatiin, tadi dapet banyak pesanan, Alhamdulillah… aku agak capek, tapi aku seneng.”
Arman mengecup kening Sofia lagi sambil mengelus punggungnya. “Besok aku mau ketemu temennya Beni, semoga bisa lancar ya urusanku. Habis aku lulus nanti. Aku janji bakal bantu kamu juga buat ngurusin semuanya, biar kamu gak capek jadi kita bisa berduaan lagi,” ucap Arman lembut.
Sofia mengangguk lalu mempererat pelukannya pada Arman. “Aku kangen kamu, kangen kita bisa berduaan lagi,” bisik Sofia yang di angguki Arman sebelum keduanya tidur bersama dan malam ini seperti biasa Arman yang akan membantu menidurkan anak-anaknya jika terbangun di tengah malam.
***
“Yayah! Dada!” seru Aya dan Aska sambil duduk di lantai melambaikan tangan pada Arman yang hendak berangkat menuju rumah teman Beni.
Arman melambaikan tangannya sebelum tancap gas pagi ini. Arman tertawa di tengah perjalanannya. Ia merasa malu dengan pikirannya sendiri semalam. Bagaimana bisa ia cemburu pada dua malaikat kecil menggemaskan yang selalu menunggunya pulang. Konyol sekali, ia sudah jadi orang tua dan malah cemburu pada anaknya sendiri.
“Yuk Ben!” seru Arman begitu sampai di rumah Beni.
“Pergi dulu Ma!” seru Beni yang langsung masuk kedalam mobil Arman.
Beni memperhatikan perintilan di dalam mobil Arman yang sudah tidak sekeren dulu. Lebih banyak peralatan bayi seperti tisu basah, popok, bantal, boneka, dan minyak telon. Beni tersenyum lembut membayangkan jika ia sekarang ada di posisi Arman, mungkin ia akan sangat bahagia.
“Kenapa?” tanya Arman melihat senyum di bibir Beni.
“Mobilmu jadi kayak tempat penitipan bayi,” ejek Beni yang sebenarnya iri pada kehidupan Arman yang harmonis bersama Sofia.
“Iya, kalo punya anak masih kecil emang gini. Biar anak-anakku nyaman kalo perjalanan.”
Beni tak menanggapi jawaban Arman. Ia malah melihat ikat rambut milik Sofia yang ada di tempat koin. Beni membayangkan dirinya ada di posisi Arman, menjadi suami dari Sofia dan membesarkan kedua bayinya yang lucu dan menggemaskan. Betapa bahagianya ia, tapi apa mau di kata ia masih belum bertemu jodohnya.
“Belok kanan, nanti tempatnya dikiri jalan,” ucap Beni memberi aba-aba Arman mengangguk menuruti arah yang Beni tunjukkan sampai ia tiba di rumah Ica.
“Beni!” sambut Ica begitu Beni keluar dari mobil Arman.
“Hei!” sapa Beni. “Ini temenku yang mau magang,” ucap Beni sambil mengenalkan Arman.
“Hai, aku Ica,” sapa Ica sembari menjabat tangan Arman. “Yuk masuk, mau minum apa?”
“Bebas,” ucap Beni yang di angguki Ica.
Arman terdiam tertegun melihat Ica yang terlihat menarik, bukan karena lebih cantik dari Sofia. Hanya saja Ica terlihat bebas dan lebih perhatian di mata Arman. Terlebih pagi tadi Sofia juga tak sempat memperhatikannya karena Aya dan Aska rewel. Penampilan Ica juga terlihat lebih rapi jika di bandingkan Sofia yang hampir selalu memakai daster batik dan rambut lepek yang di jempit sekenanya.