20. Pinjam HP
Malam ini
Arman pergi ke tongkrongan naik mobil bersama istri dan anak-anaknya. Semua orang
di tongkrongan bernafas lega dan merasa senang karena Arman akhirnya lebih
memilih keluarganya daripada Ica. Beni juga ikut senang meskipun dalam hatinya
ia masih ingin merebut Sofia dari Arman.
Beni
langsung menyambut Aya yang tetap memakai helem dan jaket meskipun naik mobil.
Aya masih malu-malu kucing berbeda dengan Aska yang sudah biasa disana.
“Wah! Cantiknya
Kakak Aya!” puji Beni.
“Iya dong! Timaasih
ya Om Bani, Kakak menyayangi Om Bani!” ucap Aya yang membuat orang-orang
meleleh saat mendengar ucapannya.
Arman duduk
bersama teman-temannya, sementara Sofia sesekali mengawasi Aya dan Aska yang
bermain di parkiran agar tidak ke jalan raya. Lalu menemani Aska dan Aya naik
odong-odong. Tak butuh waktu lama bagi Aya untuk mengantuk sementara Aska masih
penuh energi.
“Yayah, Kakak
binjam hp dong. Mau tonton Peppa,” pinta Aya pada Ayahnya karena sudah tidak
kuat menemani Aska yang masih pecicilan.
“Oh ini
sayang,” jawab Arman sambil memberikan ponselnya pada Aya.
Aya membawa
ponsel Ayahnya sambil menggandeng Bundanya ke mobil untuk tidur. Arman langsung
mendekat pada Aska dan mencoba mengalihkan perhatiannya agar lebih cepat
mengantuk. Namun disaat yang bersamaan tiba-tiba Ica mengirim pesan pada Arman.
“Bentar ya Kak,
Bunda pinjam hp Ayah dulu ya,” ucap Sofia setelah melihat pesan dari Ica yang
masuk ke ponsel Arman.
Tangan Sofia
langsung gemetar, tidak hanya tangannya tapi juga tubuhnya. Ia tak tau harus
bagaimana lagi sekarang. Airmatanya juga langsung mengalir tanpa sempat ia
tahan.
“Bunda!”
seru Aya yang sudah tak terdengar lagi di telinga Sofia yang sedang mencocokkan
foto profil di kontak Ica Cantik pada ponsel Arman dan nomor tak di kenal yang
tiba-tiba mengiriminya foto beberapa waktu lalu.
Sofia
langsung menangis begitu melihat nomor asing itu juga mengiriminya foto makanan
seperti yang ada dalam pesanan Gofoodnya tadi. Sofia sudah hilang kendali lagi.
Ia tak bisa menahan dirinya. Aya juga panik begitu melihat Bundanya menangis.
Sekuat tenaga Aya mencoba mendorong pintu mobilnya lalu berlari menuju Ayahnya.
Bugh! Aya
sempat jatuh semua orang yang melihatnya sempat khawatir jika Aya akan
menangis, tapi Aya langsung bangun dan kembali berlari.
“Yayah!
Yayah!” teriak Aya panik. “Yayah! Bunda menangis!” teriak Aya yang langsung
membuat tongkrongan langsung sunyi seketika.
Suara tangisan
Sofia dari dalam mobil yang pintunya terbuka terdengar cukup jelas. Sofia
menangis begitu histeris, suaranya begitu menyayat hati semua orang yang tau sejahat
apa Arman di belakang Sofia.
“Ah! Aya
sih! Ngapain tadi pinjem hp Ayah! Bunda jadi gini!” gerutu Arman sambil
menggendong kedua anaknya.
Aya terkejut
mendengar gerutu Arman yang terdengar seperti sedang memarahinya. Aya langsung
ikut menangis karena merasa bersalah. Suasana jadi semakin tak terkendali
ketika Aska juga ikut menangis karena Aya dan Bundanya menangis.
“Diam!”
bentak Arman pada si kembar yang menangis dengan cukup keras.
Plak! Sofia
langsung menampar Arman dengan cukup keras.
“Kamu gak
berhak bentak anak-anakku!” bentak Sofia pada Arman yang hilang kesabaran.
Sofia
langsung mendekap kedua anaknya yang ketakutan pada Ayahnya sendiri.
Arman
langsung masuk mobil dan menyetir pulang sebelum drama rumah tangganya menjadi
konsumsi publik. Kling! Pesan masuk dari Ica lagi.
“Kamu ngapain
di belakangku selama ini…” lirih Sofia sambil memeluk Aya dan Aska.
“Maaf Bunda…”
lirih Aya di sela isakannya.
Sofia
menggeleng pelan. “Tidak apa-apa, Kakak Aya tidak salah,” ucap Sofia
menenangkan Aya dan Aska meskipun perasaannya sudah hancur berkeping-keping
sudah di kecewakan suaminya.
Begitu
sampai di rumah Sofia langsung meminta anak-anaknya masuk ke kamar duluan. Lalu
ia langsung memberikan ponsel Arman dengan airmata yang berlinangan.
“Sana balik
ke tongkrongan, di cari Ica Cantikmu! Kamu ngapain di belakangku, kenapa dia
sampai chat kamu kayak gitu hah?!” bentak Sofia emosi sambil menangis.
Arman
tertunduk tak berani menatap Sofia. Ia sudah tertangkap basah, ia tak bisa
berkutik lagi.
“Aku kecewa
sama kamu, aku gak percaya sama kamu lagi!” putus Sofia karena mendengar anak-anaknya
menangis lagi.
Sementara Arman
tak kunjung menyusulnya dan lebih memilih menemui Ica untuk menyudahi semuanya.
Memang Arman sulit memutuskan hubungannya akan seperti apa, tapi setelah
melihat kemarahan Sofia ia tak bisa bermain lagi. Semuanya sudah terbongkar,
permainannya harus sudah selesai sebelum keluarganya yang selesai.
Arman sudah
memutuskan untuk menyudahi hubungannya dengan Ica malam ini juga dan akan
kembali pada Sofia juga anak-anaknya. Hanya ada penyesalan di hati Arman kali
ini. Tak ada lagi hal menarik pada diri Ica.
“Cukup! Aku
gak mau ketemu kamu lagi! Sofia udah tau semuanya! Aku mau sama keluargaku!”
ucap Arman dengan tegas pada Ica yang ada di tongkrongannya dan sudah berdiri
untuk menyambutnya seperti biasa.
Arman
langsung pergi setelah mengucapkan kata-kata perpisahannya dengan Ica. Ica sempat
mencoba menahan Arman dengan tangisan dan wajah memelasnya. Tapi Arman sudah
terlanjur di liputi rasa bersalahnya pada Sofia dan anak-anaknya.
“Bunda
sedih nanapa?” terdengar suara Aska yang masih belum tidur dari luar kamar.
Arman coba
membuka pintu tapi Sofia menguncinya dari dalam. Untuk pertama kalinya Arman
dan Sofia bertengkar, untuk pertama kalinya juga Arman tak bisa tidur di kamar
bersama istri dan anak-anaknya.
“Ayah jahat
sama Bunda, Ayah sudah tidak menyayangi Bunda lagi,” ucap Sofia coba
menjelaskan masalahnya sesederhana mungkin pada anak-anaknya yang terus
bertanya.
“Kakak sasayangi
Bunda!” seru Aya.
“Abang juga!”
Aska tak mau kalah.
Arman
mendongakkan kepalanya. Semuanya sudah terlanjur. Permainannya yang hanya
berniat mengusir kebosanan dan penghibur semata kini jadi bom waktu dan sudah
memporak-porandakan keluarganya.
“Pa…” lirih
Arman begitu Samud mengangkat telfonnya.
“Kenapa?”
saut Samud.
“Sofia udah
tau semuanya, anak-anakku juga. Aku takut di tinggal sendirian…” adu Arman dengan
airmata yang sudah berlinangan menyesali perbuatannya. [Next]