23. Rumah Beni
“Kakak!”
seru Aska yang langsung berlari menuju Aya yang sedang makan pisang bersama
Rina.
“Abang!”
jerit Aya ikut memeluk Aska lalu terjatuh bersama dan saling bantu untuk
bangun.
“Tidak usah
menangis ya!” hibur Aska sebelum Aya menangis karena jatuh meskipun ia sendiri
juga ingin menangis.
Aya
mengangguk sambil mengusap perut dan lututnya. Rina sedikit bingung karena Aya
yang mengklaim dirinya sebagai Kakak ternyata memiliki Abang. Tapi terlepas
dari itu semua Rina merasa senang dan gemas dengan tingkah Aya dan Aska yang
pintar dan saling menyayangi.
“Abang!
Abang! Ini Mama Om Bani,” ucap Aya mengenalkan Aska pada Rina.
“Halo, aku
Abang Aska!” Aska mengenalkan dirinya dengan penuh percaya diri.
Rina
tertawa lalu menjabat tangan Aska dan memeluknya. “Aduh pintarnya Abang!” seru
Rina.
Beni
tersenyum lega melihat Mamanya yang mau menerima Aska dan Aya, mungkin juga
mamanya begitu menerima dua bocah ini karena sudah lama ingin punya anak lagi.
Tapi karena sudah monopause jadi tidak bisa. Kedua kakak Beni juga belum di
karuniai anak, jadi mamanya tetap belum bisa menggendong cucu sampai sekarang.
“Siapa yang
mau mandi nomer satu!” seru Rina sambil mengajak Aya dan Aska ke kamar mandi di
kamarnya karena ada bathtub dan shower di dalamnya.
Beni ikut
membantu menyiapkan pakaian Aska dan Aya, juga menyiapkan ruang tamu yang akan
di gunakan untuk si kembar sementara waktu. Ada pembantu juga yang membantu
tapi Beni tetap ingin menyiapkan semuanya untuk Aya dan Aska. Itung-itung
latihan menjadi ayah sambung, pikir Beni.
“Mama punya
belalai sepelti Abang tidak?” tanya Aska sambil berendam bersama Aya.
Rina
tertawa terbahak-bahak sambil geleng-geleng kepala mendengar pertanyaan ajaib
Aska.
“Tidak,
Mama seperti Bunda sama Kakak Aya. Mama kan perempuan,” jelas Rina setelah puas
tertawa.
“Adek udah
mandinya?” tanya Beni lalu masuk ke kamar mandi melihat Aska dan Aya.
“Om Bani
punya belalai sepelti Abang tidak?” tanya Aska sambil menggoyang-goyangkan
pinggulnya agar tititnya ikut bergoyang juga seperti belalai gajah.
Beni
langsung bersemu mendengarnya. “P-punya dong,” jawab Beni gugup.
“Mana?”
tanya Aska sambil mengulurkan tangannya.
“Kakak mau
liat!” ucap Aya lalu berdiri yang membuat Beni langsung mundur dan kelimpungan
di kasur karena malu dengan pertanyaan polos dan respon tak terduga dari Aya
dan Aska. Belum lagi ia jadi melihat tubuh Aya yang telanjang bulat.
Rina
tertawa terbahak-bahak melihat respon putranya yang kelabakan menghadapi dua
bocil yang ia bawa sendiri. Sementara Beni berpura-pura kejang karena
pertanyaan ajaib dari Aska dan Aya yang ingin melihat kejantanannya yang jelas
jauh berkali-kali lipat lebih besar daripada belelai gajah kecil milik Aska.
***
Selesai
mandi, Rina mengajak Aska dan Aya menikmati cemilan sembari menunggu Rosyid,
Papanya Beni, pulang dari perusahannya. Begitu Rosyid sampai rumah ia langsung
menatap heran, kaget dan bingung melihat dua bocah yang sedang duduk di ruang
keluarganya sambil memakan udang rebus dan kentang.
“Salim dulu
Nak, nih Papanya Om Beni,” ucap Rina mengenalkan suaminya pada Aska dan Aya.
Aska dan
Aya bangun lalu menyalimi Rosyid dan langsung duduk kembali karena masih asik
dengan makanannya.
“Ini
anaknya siapa?” tanya Rosyid pelan dan nyaris berbisik.
“Anak
temennya Beni, nginep disini dulu sementara,” jawab Rina lalu pergi ke kamar
bersama suaminya.
Beni hanya
menatap orang tuanya lalu kembali fokus memperhatikan Aya dan Aska yang sedang
menikmati kentang dan udangnya agar tidak tersedak. Beni terus menunggu ada update
berita soal kondisi Sofia juga. Beni benar-benar sudah membulatkan tekatnya
untuk bisa menikung Sofia.
“Adek,
nanti ikut belanja mau gak?” tanya Rina begitu keluar kamar pada Aya dan Aska.
Aya dan
Aska langsung mengangguk lalu terdiam dan saling tatap lalu menggeleng dengan
kompak.
“Gimana?
Mau tidak?” tanya Rina bingung dengan jawaban Aya dan Aska.
“Mau tapi
Kakak suka minta mainan kalo bebelanja, jadi Kakak mau disini saja menunggu,”
jawab Aya.
“Abang
juga?” tanya Rina yang di angguki Aska.
“Abang suka
disini basama Kakak,” jawab Aska lalu bangun untuk cuci tangan di bantu Beni.
Apa ini
kesempatan emas untuk memikat hati Aska dan Aya dengan mainan saat belanja?
Pikir Beni sambil membantu Aya dan Aska bergantian cuci tangan.
“Gapapa
kita ikut aja, Om Beni juga ikut,” ajak Beni mencoba mempengaruhi anak-anak.
Aska
mengangguk, Aya yang melihat Aska ikut mengangguk. Pokoknya Aska dan Aya harus
selalu bersama-sama. Rina melongok menguping pembicaraan Beni yang membujuk
anak-anak. Rina senang akhirnya ia bisa berbelanja dengan ramai lagi, tidak
hanya dengan suaminya seperti biasa.
Sepanjang
perjalanan belanja yang hanya ke supermarket dekat rumah karena hanya ingin
membeli jajanan untuk dua tamu kecil menggemaskannya saja. Aska dan Aya duduk
bersama Beni. Awalnya Beni duduk di tengah, di antara Aya dan Aska. Tapi
lama-lama Aya dan Aska duduk bersama lalu ketiduran di perjalanan sambil saling
menggenggam.
“Gemasnya
Aya sama Aska ini. Buruan nikah Ben! Bikin anak yang banyak!” celetuk Rina
sambil menepuk lutut Beni.
Beni hanya
tersenyum lalu ikut menggenggam tangan Aska yang ada di sampingnya. Beni miris
melihat si kembar yang di khianati Ayahnya sendiri.
“Anak
baik…” lirih Beni sambil memandangi Aya dan Aska yang seharian belum tidur
siang karena masalah yang menimpa keluarganya. [Next]