19. Jaket Aya
Aya semakin
menjauh dari Arman sejak kejadian di tongkrongan. Aya sudah tak mau lagi ikut
pergi menemui teman-teman Ayahnya. Berbeda dengan Aska yang masih mau-mau saja
karena semua orang termasuk Ica berbuat baik padanya.
Beni jelas
sadar apa yang menyebabkan Aya tidak mau ikut ke tongkrongan lagi. Bukan karena
tongkrongan di penuhi orang dewasa saja, tapi Aya yang trauma karena ucapan
Ica. Karena hal itu Beni pergi membeli sebuah jaket dan helem khusus untuk Aya.
Tapi jelas
Beni tak bisa berkata jika ia membelikan semua itu khusus untuk Aya. Jadi ia
memutar otaknya agar memiliki alasan untuk memberikannya langsung pada Aya agar
bisa bertemu Sofia.
Beni langsung pergi menuju rumah Arman. Benar ada Adi dan istrinya yang sedang membantu memasak disana. Aska dan Aya tidak terlihat sepertinya memang ia sedang tidur.
“Beni!”
seru Sofia menyambut kedatangan Beni.
Namun
tiba-tiba ponselnya bergetar dan memunculkan notifikasi pembayaran makanan dari
ojek online. Sofia tersenyum melihatnya, mungkin Arman ingin membelikan
untuknya atau untuk anak-anak, jadi Sofia tidak ambil pusing.
“I-ini Sof,
buat Aya. Kemarin nangis habis dari tongkrongan…”
Adi
langsung memelototi Beni begitu Beni bicara menyinggung soal tongkrongan. Sofia
tersenyum lalu mengangguk dan langsung membuka plastik yang di bawakan Beni.
“Wah!
Cantiknya, Kakak Aya pasti suka!” ucap Sofia sambil tersenyum sumringah.
“Makasih ya Om Beni,” ucap Sofia seolah sedang ada anak-anak di sekitarnya.
“I-Iya
sama-sama…” jawab Beni gugup. Jujur ia sudah sangat gatal untuk membongkar
semuanya dan siap kapanpun untuk merebut Sofia juga Aska dan Aya dari Arman.
Ponsel
Sofia kembali bergetar, ada notifikasi makanan sudah di terima. Ia mengerutkan
keningnya bingung, dari tadi tidak ada tukang ojek yang datang dan tak ada yang
menghubunginya juga. Sofia ingin menyelidiki ini sebenarnya, tapi ada Beni jadi
ia menundanya.
“Udah
makan? Aku masak tumis jamur sama ayam goreng. Tinggal sayap-sayap doang sih,
tapi masih anget barusan mateng,” tawar Sofia pada Beni.
Beni
menghela nafas. “Di bungkus aja sih kalo boleh, aku mau ke kampus hehe,” ucap
Beni berusaha terlihat ceria dan seolah tidak terjadi apa-apa.
“Boleh!
Sebentar ya!” seru Sofia yang dengan semangat membungkuskan masakannya untuk
Beni.
Beni
menoleh pada Adi. Adi menggelengkan kepalanya dengan alis berkerut.
“Plis Bang,
jangan dulu. Kasihan anak-anaknya masih kecil,” ucap Adi.
“Gila lo!
Kasian lagi kalo Sofia sama anak-anak di jahatin terus-terusan!” geram Beni.
Adi
menghela nafasnya. “Bang Arman bilang cuma main-main doang, pasti dia balik ke
Mbak Sofia lagi!” ucap Adi lalu langsung bungkam begitu mendengar langkah kaki
Sofia mendekat.
“Ini Ben,
aku bawain susu coklat juga,” ucap Sofia sambil memberikan sebuah plastik
berisi rice bowl dan sebotol susu coklat berukuran 350 ML.
“Makasih
Sof,” ucap Beni yang langsung pergi sebelum Sofia sempat menjawab.
***
Tak
berselang lama setelah Beni pergi Arman pulang. Adi dan istrinya sudah
berfirasat buruk jadi buru-buru menyelesaikan pekerjaannya dan tidak lagi
berleha-leha seperti biasanya.
“Kamu gak
bawa apa-apa?” tanya Sofia menyambut Arman.
Arman
mengerutkan keningnya bingung.
“Tadi
tiba-tiba ada notifikasi di hpku kalo kamu pesen makan, ku kira buat aku.”
Deg! Bukan
hanya Arman yang panik sekarang tapi juga Adi dan Lina juga.
“Ah… Mbak,
mau di lanjut nanti ya motonginnya. Di cari emak suruh bayar listrik!” seru Adi
yang langsung mencari alasan untuk kabur bersama Lina.
Sofia hanya
diam menatap Adi dan Lina yang kabur, sementara Arman terdiam berusaha
menyembunyikan kepanikannya.
“Kamu kalo
gak mau jelasin gapapa, aku gak maksa. Kamu mau jujur atau bohong itu
pilihanmu,” ucap Sofia dingin lalu mengambil potongan ayam yang sudah
dipotong-potong Adi dan Lina kedalam.
Arman sudah
merasa perlu untuk menyudahi ini semua. Tapi semakin ia ingin menyudahi semua
ini semakin ia bingung harus menyudahi bagaimana. Apalagi tugas akhirnya juga
banyak di bantu oleh Ica juga.
“Sof…”
“Aku
percaya kamu. Aku gak tau harus kemana lagi kalo suamiku gak bisa ku percaya
lagi!” sela Sofia tanpa menatap Arman.
Sofia
terlalu rapuh untuk menatap suaminya sendiri. Sofia merindukan segala
kebersamaan dan kehangatan keluarga kecilnya lagi. Arman memeluk Sofia dari
belakang, Sofia menyikutnya pelan menolak pelukan dari suaminya yang
benar-benar membuatnya merasa semakin rapuh.
Argh!
Kenapa aku jadi kayak gini sih?! Kenapa jadi cengeng gini?! Padahal biasanya
Ayah lebih jahat dari ini aku gapapa, batin Sofia sambil mengusap telinganya
yang sobek karena Ayahnya dulu.
Sofia
menoleh kebelakang, melihat punggung suaminya yang masuk ke kamar mandi. Sofia
mendongakkan kepalanya menahan agar airmatanya tidak mengalir. Ia merindukan
Armannya yang dulu, Sofia menghela nafas dengan berat.
“Bunda…” terdengar
suara Aya yang sudah bangun tidur mencarinya.
Sofia
mengambil nafas lalu menghembuskannya perlahan, hingga ia tenang sebelum
menemui putrinya yang sudah bangun.
“Eh anak
cantik sudah bangun!” sambut Sofia lalu menggendong Aya dan menciuminya dengan
gemas.
“Ih apa
ini?” tanya Aya begitu melihat ada jaket dan helem kecil yang baru ia lihat.
“Oh ini,
jaket sama helem baru buat Kakak, dari Om Beni,” jawab Sofia sambil membantu
Aya mencoba jaket dan helem barunya.
“Wah
cantiknya anak Ayah!” seru Arman setelah keluar kamar mandi.
“Iya di
kasih Om Bani!” jawab Aya sambil mematut dirinya di depan cermin.
Sofia
tersenyum senang melihat putrinya yang begitu bahagia dan ceria. Sementara
Arman perlahan kehilangan senyumnya karena tau Beni pasti baru saja ke rumahnya.
“Kakak akan
selalu menyayangi Om Beni selamanya deh kalo bagini!” ucap Aya lalu berlari ke
kamar memaksa Aska untuk bangun demi memamerkan jaket dan helem barunya.
“Sip-sip,
nanti kita pergi ke tongkrongan Ayah ya!” ajak Arman.
“Bunda ikut
juga?” tanya Aska.
Arman menatap Sofia sejenak lalu mengangguk dengan berat hati. Takut jika Sofia dan Ica bertemu.