0
Home  ›  Chapter  ›  The Young Parents

17. Tongkrongan

17. Tongkrongan-1

Arman akhirnya menemui Ica. Ia berencana menyudahi hubungannya sebelum semuanya terlambat dan semakin berantakan. Tapi begitu Arman sampai di kantor tempatnya magang untuk menemui Ica. Ica terlihat sembab setelah menangis, hidungnya merah, matanya masih berkaca-kaca.

“Ini buat Aska,” ucap Ica memberikan helem dan jaket anak-anak pada Arman.

Arman menerimanya dengan berat hati. Ia memang ingin menyudahi ini semua tapi ia juga tidak tega jika melukai hati Ica.

“Emang bener ya, semua cowok sama aja. Harusnya aku gak usah buka hatiku buat kamu dari awal!” ucap Ica lalu masuk kedalam.

Arman tak sempat menahannya dan memang tak ingin menahannya. Perasaannya kalut dan berantakan. Ia di posisi serba salah sekarang. Ingin tetap bersama Ica, ia akan kehilangan Sofia. Jika ia memilih Sofia ia akan menyakiti hati Ica. Arman tak mau menyakiti siapapun.

“Yayah!” seru Aya menyambut Arman karena Aska sedang buang air besar.

“Yayah!” seru Aska yang ikut menyambut Arman meskipun belum memakai celana.

Arman tersenyum lalu berjalan ke wastafel untuk mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum menggendong anak-anaknya.

“Nih Ayah beliin jaket buat Abang,” ucap Arman memberikan sebuah plastik pada Aska.

“Kakak?” tanya Aya meminta jatahnya juga pada Arman sambil menepuk dadanya.

“Oh iya! Ayah lupa cari yang buat Kakak!” seru Arman pura-pura kaget dan lupa.

Aya cemberut murung lalu berjalan dengan lesu ke kamar.

“Didak papa ya, nanti ba gantian ya!” hibur Aska yang dengan senang hati berbagi dengan saudarinya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Aya langsung mengangguk sambil tersenyum sumringah.

“Yes! Yes! Yes! Babagi!” seru Aya girang lalu melompat sambil bertepuk tangan bersama Aska.

Arman merasa sangat jahat pada Aya sekarang sampai Arman tak berani menatap putri kecilnya tersebut. Sementara Sofia memandangi jaket yang tengah di kenakan Aska tersebut dengan penuh tanda tanya. Jaket itu sama seperti foto yang dikirimkan nomor asing tadi.

“Kamu beli dimana? Kok gak sekalian beli dua?” tanya Sofia.

“Ak_” belum sempat Arman menjawab ada panggilan masuk ke ponselnya. “Sebentar, dari Papa…” pamit Arman lalu menjauh dari Sofia dan anak-anaknya.

“Sayang, aku disuruh pulang sebentar. Katanya Papa ada yang mau di omongin, aku pergi dulu ya,” pamit Arman pada Sofia sambil mengecup keningnya dengan lembut lalu mengecup kening anak-anaknya juga.

Sofia hanya mengangguk sambil berharap jika memang mertuanya bisa membantunya menyelesaikan masalah kali ini.

***

Benar saja, setelah malam dimana Arman bicara cukup serius dengan Papanya. Arman kembali bersikap seperti biasanya, menjadi ayah dan suami yang menyenangkan kembali. Arman juga mengajak Aska ikut ke tongkrongannya karena Aska terlalu aktif dan sulit tidur, jadi Sofia bisa istirahat cukup karenanya.

Tapi jika mengira Arman sudah taubat, maka itu salah besar. Arman masih menemui Ica di tongkrongan. Ica mencoba mencuri hati Aska dengan bermain dan menghabiskan waktu bersamanya hingga Aska lelah lalu pulang.

“Kau jangan jahat sama Sofia, dia itu ibunya anakmu. Kalo sampai Sofia tau, minta cerai. Habis udah!” ucapan Samud yang salah di tafsirkan Arman dan malah mengira jika ia boleh selingkuh asal tidak ketahuan. Maka berlanjutlah permainan api itu.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Beni menatap jengah tingkah Arman dan Ica, bukan hanya Beni tapi semua yang ada di tongkrongan juga menatapnya dengan jengah dan jijik. Beberapa malah ada yang terang-terangan menunjukkan sikap jengkelnya terhadap Ica juga.

“Mas Adi, minta minum dong!” pinta Ica dengan manja.

“Dih minta! Beli! Ini punya Mbak Sofia semua!” ketus Adi yang merasa berhutang budi pada Sofia yang mau menerima istrinya bekerja juga.

Ica mendelik mendengar ketusan Adi dan tingkah anak-anak lain yang sudah kehilangan rasa hormat padanya. Namun bukan mawas diri karena sikapnya dan keegoisannya. Ica malah merasa jika ia kurang cantik dan sexy jadi semua sudah tak tertarik lagi padanya, namun bagi Ica itu tidak terlalu penting karena Arman masih mau padanya.

***

“Yayah tidak sayang Aya,” ucap Aya pada Bundanya sambil duduk menunggu Ayah dan Abangnya pulang.

“Sayang kok,” saut Sofia sebelum putrinya bersedih sambil memeluknya. “Kakak kenapa bilang gitu?” tanya Sofia lembut.

“Yayah bamainnya sasama Abang saja. Kakak tidak dijajak. Yayah cuma sasayangi Abang,” jawab Aya lalu menangis sedih.

Sofia mendekapnya lalu menggendongnya masuk ke kamar. Sofia juga ikut menangis mendengar jawaban Aya. Perasaannya sama sedihnya dengan Aya.

“Maaf ya Sayang, besok Bunda beliin Kakak helem sama jaket juga ya,” hibur Sofia.

Aya menggeleng. “Aku pengen di sasayangi Ayah. Bukan itu,” jawab Aya yang merasa bila Ayahnya pilih kasih.

Sofia mengangguk. “Kalo gitu nanti Bunda bilang sama Ayah ya,” ucap Sofia yang di angguki Aya.

“Besok Kakak juga mau bilang sasama Yayah,” ucap Aya yang terbiasa mengungkapkan apapun yang ia rasakan.

Sofia mengangguk sambil mengelus rambut putrinya. “Kakak Aya itu anak Bunda yang paling cantik, paling pinter, paling pengertian, Bunda selalu menyayangi Kakak. Jadi Kakak jangan bersedih ya,” hibur Sofia lagi yang langsung di angguki Aya sambil mengusap airmatanya sendiri.

“Aku juga selalu semala-malanya sasayangi Bunda (Aku juga selama-lamanya menyayangi Bunda),” jawab Aya lalu mencium Bundanya. [Next]

17. Tongkrongan-2


13
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share