15. Kencan
Magang
sudah selesai. Arman juga sudah mengumpulkan laporannya yang di buat bersama
Ica. Sementara Sofia setiap hari sibuk memasak, sembari mengajari anak-anaknya
berjalan dan berbicara dengan baik. Cecil kadang membantu mengawasi si kembar
dan menemani Sofia dirumah setiap malam saat weekend.
“Abang
akhir-akhir ini sibuk ya?” tanya Cecil pada Sofia yang datang sambil membawa
dimsum yang baru matang ia kukus untuk di makan bersama-sama di depan TV.
Sofia
mengangguk. “Katanya banyak tugas, bikin laporan gitu. Kan bentar lagi
kuliahnya Abang juga selesai,” jawab Sofia sambil sibuk mencuilkan dimsum untuk
anak-anaknya.
Cecil
mengangguk. “Nanti kalo Abang kuliahnya selesai, udah gak banyak tugas, kita
bisa pergi jalan-jalan kayak dulu deh!” seru Cecil yang di angguki Sofia.
“Iya, aku
jadi kangen pengen jalan-jalan sama Abang juga,” ucap Sofia yang teringat sudah
lama sekali ia tak menghabiskan waktu berdua dengan Arman. “Adek libur
sekolahnya kapan?” tanya Sofia mengalihkan pembicaraan.
“Emm…belum
tau, masih lama kayaknya,” jawab Cecil. “Aku pengen jalan-jalan sama Abang, Kak
Sofia, si bocil-bocil ini juga, Papa, gitu rame-rame,” ucap Cecil kembali
membahas liburan.
Sofia
mengangguk mendengarkan ucapan Cecil sambil mengawasi anak-anaknya yang coba
mengunyah.
“Kita
jalan-jalannya deket aja gapapa,” ucap Cecil yang masih berandai-andai bisa
piknik keluarga.
Sofia
mengangguk. “Iya deket aja, cuma makan doang juga gapapa. Aku juga seneng,” ucap
Sofia setuju dengan Cecil. “Kakak sama Abang pengen jalan-jalan juga?” tanya
Sofia pada Aya dan Aska.
Keduanya tidak
begitu paham kemana tujuannya jalan-jalan tapi Aya dan Aska langsung mengangguk
dengan semangat sambil melompat-lompat dan bergoyang-goyang kecil.
“Nanti kita
ajak Ayah pergi ya!” seru Sofia lagi yang kembali membuat kedua buah hatinya
senang dan bersemangat.
***
“Kamu kalo
ngajak pergi pasti deket-deket terus ya…” ucap Ica yang pergi makan malam bersama
Arman.
Arman
menatap Ica dengan alis yang sudah naik sebelah.
“Maksudku,
kita kan bisa nginep di vila, ke Bali, piknik yang agak jauh. Apa gak bosen
cuma ke mall, restoran, mall, kafe, gitu-gitu terus? Agak jauh aku cuma di ajak
nganter pesenan dari clothinganmu.”
Arman
terdiam mendengar ucapan Ica. Ia bingung harus bilang apa, biasanya Sofia dan Cecil
juga anak-anaknya sudah sangat bahagia pergi ke tempat-tempat seperti itu.
“Kamu serius
gak sih sama aku?” tanya Ica tiba-tiba.
“Ya gimana?
Bisnisku kan kurang bagus belakangan, yang rame kan bisnis makanan,” ucap Arman
mengalihkan pembicaraan. “Incomeku aja belakangan ini seminggu belum
tentu nutup sejuta. Belum buat bayar pegawai sama bayar listrik,” lanjut Arman
coba memberikan pengertian.
Ica
memalingkan wajahnya dan hanya menghancurkan sushi di piringnya dengan sumpit
di tangannya karena sadar Arman menghindari pertanyaannya. Arman menghela
nafas. Ia melihat rekening m-banking di ponselnya. Melihat saldo bisnisnya dan
bisnis makanan yang di jalankan Sofia yang jauh lebih berkembang daripada
miliknya.
“Kamu mau
belanja?” tawar Arman untuk menghibur Ica.
“Emang ada
duit?” tanya Ica jengah karena sebelumnya sudah mendengar keluhan Arman soal
uang.
“Ada,”
jawab Arman yang sudah berpikir untuk mengambil beberapa uang dari rekening
milik Sofia.
Ica
langsung tersenyum sumringah lalu mengangguk.
“Arman!”
seru Beni yang berpapasan dengan Arman.
“Oi! Ben!”
sapa Arman yang bergandengan dengan Ica.
Beni
langsung mengerutkan keningnya melihat Arman yang saling gandeng dengan Ica.
“Lo inget
kan kalo punya Sofia?” tanya Beni to the poin pada Arman.
Arman
mengerutkan keningnya tak terima dengan Beni yang mengacaukan kesenangannya.
“Biarin sih
Ben, kamu kan gak tau apa-apa. Lagian istrinya Arman juga sering cuekin dia!”
ucap Ica membela Arman.
“Dah gila
kalian!” maki Beni lalu berlalu membawa belanjaannya.
Arman dan Ica
juga berlalu pergi ke butik untuk belanja bersama. Arman merasa apa yang ia
lakukan memang salah dan sudah melangkah terlalu jauh. Tapi ia merasa Ica juga
berhak ia bahagiakan. Mengingat Ica juga kerap menceritakan kisah sedih dalam
hidupnya, dan saat Arman melihat Ica bahagia seperti sekarang saat memilihkannya
baju couple sejujurnya Arman merasa sedikit senang.
“Bagus,”
ucap Arman yang asal setuju dengan pilihan kemeja putih bermotif hati di bagian
dada.
***
Suara mobil
berhenti di depan rumah. Sofia membukakan pintu dan langsung di ikuti kedua
anaknya yang sudah bisa berjalan di belakangnya.
“Yayah! Yayah!”
teriak Aya dan Aska bersautan mengira jika Arman yang pulang.
“Halo!”
sapa Beni yang sengaja membawa stok udang di kulkasnya agar bisa melihat
keadaan Sofia dan anak-anaknya.
“Bukan Yayah
ya?” tanya Aska sembari memeluk kaki bundanya.
Beni
tersenyum. “Ini Sof, dari rumah. Habis panen di tambak,” ucap Beni.
“Wah! Terimakasih,
Arman pasti suka deh,” ucap Sofia yang dengan tulus dan polos masih mengingat
suaminya.
Deg! Beni merasa
tak kuat hati jika harus mengatakan pada Sofia jika Arman sudah berselingkuh.
“Abang,
Kakak, nih liat kita di kasih udang!” ucap Sofia sambil menunjukkan pada
anak-anaknya.
“Wuuu!”
seru Aska yang di ikuti Aya.
Beni
tersenyum getir melihat betapa tulus dan penyayangnya Sofia dan si kembar. Namun
Arman tetap dengan tega malah asik dengan Ica sendirian.
“Sofia…”
panggil Beni yang coba memberanikan diri dan membulatkan tekatnya untuk tetap
memberitahu Sofia soal perselingkuhan Arman.
“Iya?” saut
Sofia.
Lidah Beni
kelu tak dapat menyampaikan apa yang ingin ia katakan.
“Kakak,
Abang, bilang terimakasih sama Om Beni,” perintah Sofia pada kedua anaknya.
“Timaasih
Om Bani!” seru Aska di susul oleh Aya yang malu-malu kucing.
Beni
tersenyum lalu mengangguk. Sial! Beni malah jadi sakit hati sendiri melihat
Sofia dan si kembar yang di khianati oleh Arman.
“Sof, kalo
ada apa-apa. Kamu punya masalah apa aja, kamu dalam darurat, hubungi aku. Jangan
sungkan, kamu harus hubungi aku ya!” ucap Beni dengan suara yang meninggi
karena tak mau menangis di hadapan Sofia dan anak-anaknya.
Sofia
tersenyum lalu mengangguk. “Iya Beni,” jawab Sofia lembut.
Beni
langsung tancap gas pulang sebelum Cecil keluar dari dalam rumah. Ia masih
ingat wajah lelah Sofia dan pakaiannya yang selalu itu-itu saja. Sofia selalu
memprioritaskan anak-anak dan keluarganya. Sementara tadi… Beni merasa Sofia
berhak mendapatkan yang lebih baik daripada Arman. Beni merasa dirinya jauh
lebih layak untuk Sofia, jauh sangat jauh lebih layak.