16. Jaket dan Helem
Sofia
mengerutkan keningnya ketika melihat adanya transaksi baru sekitar 1,5 juta
dari rekeningnya saat ia menyetorkan uang tabungan. Ia merasa hampir tak pernah
mengambil uang beberapa hari belakangan ini. Ia bahkan lebih sering menggunakan
uang cash daripada transaksi antar bank karena memang kegiatannya hanya
seputar pasar dan warung di dekat rumah saja.
“Mas, kamu
pakek uangnya anak-anak?” tanya Sofia pada Arman karena dari awal sudah sepakat
uang dari jualan makanan adalah uang untuk anak-anak mereka.
Arman diam
pura-pura tidak dengar sambil bermain game online bersama Ica. Arman sudah
deg-degan dan takut jika ketahuan. Ini bukan masalah Arman ingin serius dengan
Ica atau tidak, tapi Arman merasa masih asik bermain-main dan mengisi
kekosongannya bersama Ica. Arman juga tak mau ketahuan karena ingin hubungannya
dengan Sofia tetap baik-baik saja.
“Gapapa
kamu pakek, tapi bilang dulu buat apa. Oh iya itu jualanmu gimana? Kok kata Adi
sering tutup?” tanya Sofia lalu duduk di samping Arman berniat hendak
bermanja-manja seperti biasanya apalagi Aska dan Aya juga sedang pergi bersama
kakeknya.
“Gak
gimana-gimana biasa aja,” jawab Arman cuek dan dingin karena takut jika Sofia
melihat isi chating di dalam gamenya sambil menggeser duduknya agar sedikit
jauh dari Sofia.
Sofia
menatap suaminya yang sekarang lebih sibuk dengan ponselnya daripada dirinya. “Kok
kamu bilang gitu?” tanya Sofia sambil menatap Arman dengan mata yang mulai
berkaca-kaca menahan airmatanya agar tidak jatuh.
“Gitu apa?”
tanya Arman sambil mematikan ponselnya dan menatap Sofia.
“Kamu gak
pernah cuek ke aku. Kamu kenapa? Aku salah apa?” tanya Sofia dengan suara yang
mulai bergetar.
Arman
mengerutkan keningnya, ia memang tidak pandai berbohong terutama pada Sofia. Ia
sudah hampir selalu menyampaikan segalanya pada istrinya itu, mulai masalah
kecil seperti ia melihat sesuatu yang menarik di jalan sampai masalah besar seperti
soal keuangan dan bisnis yang di kelola bersama.
“K-kamu gak
bosen kan ke aku?” tanya Sofia yang sudah tak tahan menahan air matanya lagi.
Arman
langsung memeluk Sofia. “Hus! Kamu ini ngomong apa sih. Gak mungkin aku bosen
sama kamu!” elak Arman berusaha menepis kecurigaan Sofia.
Sofia hanya
diam sambil memeluk erat suaminya sambil menangis. Sofia tidak tau apa yang
sudah Arman lakukan di belakangnya, tapi yang jelas intuisinya sebagai
perempuan membuatnya curiga jika Arman ada main di luar.
“Enggak
Sayang, aku gak macem-macem…” bisik Arman yang langsung mendekap erat istrinya.
Arman memang
selingkuh dan bersenang-senang dengan Ica, tapi ia benar-benar tidak mau
menyakiti hati Sofia. Ia sama sekali tak ingin melukai hati perempuan yang
sudah mengkaruniainya dua orang anak itu. Arman hanya ingin sedikit hiburan,
bukan racun yang menyakiti istrinya.
Seperti di
tampar oleh kenyataan Arman merasa sudah begitu berdosa pada Sofia. Ia hanya bisa
mendekap erat istrinya itu. Tubuh Sofia terasa lebih kurus dari terakhir kali
saat Arman benar-benar memeluknya. Rasa hangat dan aroma manis dari rambut dan
tubuh Sofia masih memanjakan indra penciuman Arman yang selalu merindukannya.
“Aku gak
tau kamu gimana, kamu di belakangku jahat atau tidak, aku gak tau. Tapi perasaanku
mulai ngerasa kamu bukan suamiku yang biasanya lagi, kamu bukan Arman yang aku
cintai dulu lagi,” ucap Sofia di tengah tangisnya.
Arman
menggeleng, mengelak dan menepis ucapan Sofia tersebut. Ia ingin tetap bersama
Sofia. Sampai kapanpun, apapun yang terjadi Sofia harus tetap bersamanya.
“Aku cuma
merasa kita terlalu sibuk, kamu sibuk ga ada waktu buat aku. Aku butuh
perhatian, jadi aku menyibukkan diri,” Arman coba menjelaskan kondisinya saat
ini.
Sofia mengusap
air matanya lalu mengangguk pelan. Sofia melihat ponselnya, sebentar lagi
anak-anaknya pulang. Sofia tidak boleh terlihat sedih di depan anak-anak.
“Terserah
kamu mau gimana, kamu mau bilang apa. Kalo kamu lihat Aya dan kamu nekat, dia
yang bakal nanggung karma dari kejahatan Ayahnya…”
“Sof! Kamu kok
ngedoain anakmu gitu?!” bentak Arman yang takut jika putri kecilnya kenapa-napa.
“Itu sudah
rahasia umum, semua orang juga tau soal itu!” ucap Sofia tegas lalu bangun
untuk membasuh wajahnya. “Aku masak udang goreng tepung kesukaanmu, kemarin
Beni kesini ngasih itu malem-malem,” lanjut Sofia sebelum Arman memulai
pertengkaran baru.
Bagai di
sambar petir di siang hari, Arman benar-benar takut dan khawatir sekarang. Ia tak
mau hubungannya dengan Sofia berakhir begitu saja. Ia tak mau berpisah dari
Sofia dan si Kembar. Arman takut dan benar-benar khawatir dengan apa yang Beni
katakan pada Sofia hingga jadi seemosional ini.
“Gak! Gak
mungkin Beni kayak gitu…” gumam Arman menenangkan perasaannya.
“Sof! Aku mau
pergi sebentar, mau cek kios!” seru Arman yang panik dan butuh tempat sepi
untuk menghubungi Ica.
Arman menghela nafasnya dengan berat. Mungkin ia perlu mengatakan dengan sangat jelas pada Ica jika ia sudah tak mau bermain-main lagi dan ingin kembali bersama Sofia dan anak-anaknya. Arman tak mau kehilangan semuanya hanya demi perempuan seperti Ica.
***
“Pa, boleh
ngobrol sebentar gak?” tanya Sofia yang merasa perlu menyampaikan masalah rumah
tangganya pada mertuanya. Berharap ia akan dapat pencerahan dan jalan keluar atas
segala masalah yang menerpanya ini.
“Ada apa?”
tanya Samud lalu duduk di teras bersama Sofia sementara Cecil di dalam bersama
Aya dan Aska menyantap kentang gorengnya.
“Arman
berubah Pa, Sofia ngerasa cuma perasaan doang. Tapi waktu liat ini.” Sofia
menunjukkan buku tabungannya. “Arman gak pernah ambil uang tabungan anak-anak
buat keperluan gak jelas gini, tiba-tiba dia pakek uangnya 1,5 juta gak bilang
buat apa.”
Samud
langsung paham kemana arah pembicaraan Sofia. Samud juga langsung merinding dan
takut sendiri jika sikap buruknya menurun pada Arman.
“Tenang
dulu ya Sofia, yang penting kau fokus sama anak-anak, sama keluarga. Nanti biar
Papa yang urus Arman ya,” ucap Samud yang langsung cepat tanggap.
Sofia
mengangguk sambil tersenyum merasa sedikit lega. Namun tiba-tiba ponselnya yang
biasa untuk menerima pesanan dari para pelanggannya tiba-tiba mendapat pesan
dari nomor tak di kenal.
