“Ini di
potong gaji soalnya garapanmu ada yang jelek!” ucap pemilik pabrik sambil
memberikan selembar sepuluh ribuan pada Lisa yang sudah bekerja 9 jam untuknya.
Lisa ingin
protes namun ia sudah terlalu lelah dan sudah ingin pulang untuk memasak dan
membersihkan tubuhnya paling tidak. Pipinya masih terasa panas dan nyeri
setelah di tampar tadi, itu juga yang membuat Lisa jadi sedikit pusing. Tapi
Lisa tetap berusaha kuat dan ceria seperti biasanya agar kondisinya tidak makin
buruk.
“Lisa!”
seru Dalton yang menunggu Lisa datang di depan rumahnya.
Lisa
langsung tersenyum sumringah dan berlari ke arah Dalton yang sudah menunggu di
depan rumahnya dengan ceria. Dalton terlihat membawa tas dan beberapa berkas.
Tentu saja hal itu membuat Lisa makin ceria dan senang.
“Ada apa
wajahmu?” tanya Dalton yang kaget mendapati pipi Lisa yang memar dan sedikit
bengkak.
“A-ah…i-ini
aku tidak sengaja jatuh,” dusta Lisa lalu masuk kedalam bersama Dalton.
“Lisa
jangan bohong, aku tidak suka di bohongi. Kamu kenapa?” tanya Dalton yang
khawatir dengan keadaan Lisa yang baru ia tinggal 3 hari.
“Bagaimana
apa kamu menemukan informasi?” tanya Lisa mengalihkan pembicaraan.
Dalton
mengangguk dengan alis bertaut. “Ini, sertifikat kepemilikan lahanmu. Ternyata
orang tuamu sudah melunasinya. Kamu tau pemilik bank syariah itu? Dia menipu
keluargamu, jadi ini ku kembalikan,” ucap Dalton tak benar-benar jujur.
Lisa
langsung bersujud dan memeluk Dalton dengan begitu erat sambil menangis haru.
“Terimakasih…” lirih Lisa berulang kali mengucapkan terimakasih sambil menangis
memeluk Dalton.
Dalton
kaget tiba-tiba mendapat pelukan dari Lisa yang begitu erat di iringi ucapan
terimakasih yang berulang-ulang kali ia ucapkan. Dalton merasa senang dan
berbunga-bunga karena Lisa yang tampak begitu bahagia. Tapi saat Dalton hendak
membalas pelukan Lisa, Lisa langsung melepaskan pelukannya dan menggenggam
tangan Dalton.
“Maaf, aku
terlalu bahagia,” ucap Lisa yang masih menangis haru. “Aku ingin memberimu
sesuatu untuk berterimakasih, tapi aku tidak punya apa-apa selain ini,” sambung
Lisa sambil menunjukkan dompetnya yang berisi uang receh dan selembaran uang
pecah.
Dalton
tersenyum. “Jawab saja wajahmu itu kenapa, lalu kita anggap impas,” ucap Dalton
santai.
Lisa
menggeleng. “Jangan bilang begitu, suatu saat aku pasti akan membalasmu kalau
aku punya uang,” ucap Lisa yang tak mau mengambil keuntungan secara cuma-cuma
dari Dalton.
Dalton
mengangguk sambil tertawa kecil. Lisa ikut tertawa bersamanya lalu melepas
genggaman tangannya dari Dalton.
“Aku akan
menjawabnya, tapi ini bukan balasanmu,” ucap Lisa sambil menatap mata Dalton.
“Tadi di pabrik aku di tampar bos, aku di tuduh teman kerjaku kalau aku tidak
bejus memasang mata boneka. Tapi aku baik-baik saja, aku tetap di bayar jangan
khawatir. Nanti lama-lama juga sembuh sendiri,” Lisa menceritakan apa yang ia
lalui pada Dalton.
“Pabrik?
Pabrik apa? Kamu kerja dimana?” tanya Dalton sedikit panik lalu mengelus pipi
Lisa dengan berhati-hati.
“Pabrik
boneka, yang gerbangnya di cat hijau itu loh. Aku kerja dari jam 8 pagi sampai
jam 4 sore. Biasanya aku dibayar 40 ribu. Karena kejadian tadi aku dibayar 10
ribu,” ucap Lisa sambil menunjukkan uangnya pada Dalton. “Baik ya, aku tetap
boleh bekerja disana besok,” sambung Lisa sambil tersenyum sumringah.
Dalton
kaget kenapa Lisa bisa sepolos dan sebaik ini menerima keadaannya. “Lisa, itu
bayaran yang sangat sedikit. Kamu bekerja 9 jam dan hanya dibayar 10 ribu, 40
ribu. Itu sangat sedikit,” ucap Dalton miris.
Lisa
tersenyum lalu menggenggam kedua tangan Dalton dan mengangguk. “Iya aku tau itu
sedikit, aku tau. Tapi aku hanya lulusan SMP, aku tidak punya keahlian apapun,
aku tidak spesial. Memang harus di bayar berapa orang yang hanya bisa menjahit
mata boneka Pooh?” jawab Lisa yang membuat Dalton tak dapat berkata-kata.
Dalton diam
cukup lama dan hanya memandangi wajah Lisa yang memar. “Besok aku akan
membantumu memasang listrik dan merapikan rumahmu agar layak di pakai lagi,”
ucap Dalton sambil menghela nafas.
“Tidak
usah, aku tidak punya uang untuk membayarnya,” tolak Lisa langsung.
“Itu
konpensasi,” dusta Dalton yang sebenarnya ingin melunasi rasa bersalahnya saja.
Lisa
tersenyum lalu mengangguk. “Kalau begitu terimakasih lagi ya,” ucap Lisa.
Dalton
mengangguk lalu ikut tersenyum. Sungguh Dalton merasakan hatinya yang benar-benar
merasa nyaman dan hangat saat bersama Lisa. Lisa mudah sekali tersenyum dan
memandang dunia dengan cara yang berbeda. Lisa begitu unik dan istimewa bagi
Dalton, meskipun Lisa mengatakan ia hanya tamatan SMP dan tak memiliki
keahlian. Tapi bagi Dalton, Lisa sudah memiliki segalanya. Paling tidak
memiliki segala aspek untuk mencuri hati Dalton seutuhnya.
“Mau
makan?” tawar Dalton yang langsung di jawab Lisa dengan gelengan kepalanya.
“Tidak lapar? Kamu kan baru pulang kerja,” ucap Dalton sedikit memaksa.
“Lapar,
tapi aku mau memasak saja. Aku merasa bersalah merepotkanmu terus,” ucap Lisa
sungkan.
Dalton
tersenyum lalu menggeleng. “Ayo makan, aku suka makan bersamamu,” ucap Dalton
lalu memasukkan berkas-berkas Lisa kedalam tasnya lagi dan meletakkannya di
bawah tempat tidur sebelum membawa Lisa pergi makan berdua dengannya.
Dalton menikmati tiap menit yang ia habiskan bersama Lisa. Mulai dari obrolan sederhananya, caranya makan di tengah kelaparan setelah seharian bekerja, cara Lisa meminta bantuannya untuk membukakan botol minum dan beberapa hal lain, cara Lisa berterimakasih dan terlihat sangat bahagia saat Dalton membelikannya bahan makanan, semua tentang Lisa Dalton suka.
Hal yang
paling membuat Dalton bahagia adalah setiap waktu yang ia habiskan bersama
Lisa. Titik, tidak ada yang lain. Meskipun hubungannya dengan Lisa masih belum
jelas, tapi bisa berinteraksi dengan Lisa adalah hal yang membuat Dalton selalu
berdebar-debar. Sensasi yang tak pernah ia rasakan sebelumnya juga.
“Besok tidak
usah bekerja, kita akan membereskan rumahmu oke,” ucap Dalton sebelum pulang
yang di angguki Lisa yang mengantarnya pulang hingga depan.
Lisa
mengangguk lalu melambaikan tangannya sebelum akhirnya masuk kedalam rumahnya
dan membersihkan tubuhnya dalam keadaan bahagia.
“Bereskan
pabrik boneka sialan itu!” perintah Dalton pada anak buahnya yang sudah siap
menyerbu pabrik boneka tempat Lisa bekerja tanpa ampun.
Entah
dorongan darimana hingga Dalton senekat ini, tapi yang jelas Dalton benci ada
orang yang menyakiti Lisa. Bahkan tanpa Lisa minta sekalipun Dalton akan tetap
bergerak melindunginya dari semua orang yang berbuat buruk pada Lisa bagai
malaikat pelindungnya.
Kalau dunia
memihak padaku dan tidak memihak pada Lisa, aku akan berada di pihak Lisa dan
menghancurkan semua yang tak mau berpihak padanya, perinsip baru Dalton yang
mantap menetapkan hatinya pada Lisa sambil mengingat wajah mulus Lisa yang
tirus dan sedikit pucat tadi, yang ternoda oleh memar dan bengkak karena di
tampar.
“Habisi
sampai benar-benar habis,” ucap Dalton dingin sambil mengawasi dari dalam
mobilnya menyaksikan para warga dan buruh yang bekerja di pabrik kewalahan
memadamkan api.
0 comments