Bab 02 – Payung
Dalton
berusaha mengalihkan perhatiannya dari Lisa yang tak sengaja ia temui kemarin.
Senyuman Lisa dan genggaman tangannya saat berkenalan masih membekas di hati
Dalton. Dalton terus memandangi tangannya lalu menggenggamnya sendiri berharap
ia akan mendapatkan sensasi yang sama seperti saat Lisa menggenggam tangannya
kemarin.
“Tuan, Bos
memanggil,” panggil ajudan ayah Dalton yang memecahkan lamunan Dalton soal
Lisa.
Dalton
beranjak menuju ruangan ayahnya. “Ayah…” ucap Dalton sebelum memasuki ruangan
ayahnya.
“Masuk!”
saut Marco begitu mendengar suara putranya.
Dalton
melangkah masuk lalu duduk berhadapan dengan ayahnya. Marco masih terlihat
penuh kharisma dan sangat mengintimidasi di usianya yang sudah senja dan mulai
sakit-sakitan ini. Meskipun begitu auranya sebagai pemimpin tak kunjung surut
karena kondisinya. Banyak anak buah yang masih menaruh penghormatan yang begitu
tinggi padanya meskipun ia sudah menyerahkan kekuasaannya pada Dalton.
Marco
menyerahkan sebuah map berisi tugas yang yang harus Dalton urus dalam waktu
dekat. Dalton membaca surat kesepakatan yang di langgar oleh salah satu bank
yang bekerja sama dengan keluarganya. Dalton langsung mengangguk paham apa yang
harus ia kerjakan.
Dalton
langsung keluar dari sana dan bergegas pergi menemui direktur bank yang
dimaksud. Dalton sudah tidak kaget lagi saat melihat banyaknya petugas keamanan
yang berbeda dari biasanya. Semua anggotanya sudah di gantikan oleh petugas
keamanan yang baru. Tapi ia kelompok gangster yang kuat dan masif, tentu saja ini
bukan masalah besar untuknya.
“Bersihkan
jalanku!” perintah Dalton dari dalam mobilnya.
Suara
tembakan dan teriakan histeris meminta ampun mulai terdengar. Banyak dari
petugas keamanan yang baru bertugas itu lari tunggang langgang terbirit-birit
kabur menyelamatkan dirinya. Tentu hal itu tak akan Dalton ampuni, di bantu
anak buahnya Dalton menangkap dan melumpuhkan semuanya lalu mengumpulkannya
jadi satu di halaman rumah sang direktur.
Dalton baru
turun dan melangkah masuk begitu semua sudah cukup tenang. Dalton berdiri
dengan pandangan merendahkan melihat para petugas keamanan bertubuh besar yang
sudah tak punya nyali itu.
“Ingat
namaku Andreas dan hiduplah dalam neraka mimpi burukmu,” ucap Dalton sambil
mengacungkan senapannya yang sudah membuat salah satu dari pria-pria bertubuh
besar itu ketakutan hingga mengompol dan pingsan dengan sendirinya. “Bahkan aku
belum menarik pelatuknya,” Dalton geleng-geleng kepala lalu kembali berjalan
masuk.
“Tuan!
Ampun Tuan! Saya tidak bermaksud menjadi pengkhianat, s-saya hanya mengikuti
standar protokoler saja,” direktur itu langsung mengiba dan berlutut memohon
ampunan Dalton.
Dalton
mengacungkan senapannya ke kepala direktur sialan yang mencoba berkhianat
padanya. “Mana surat waisatnya?” tanya Dalton sementara anak buahnya menyisir
seluruh bagian rumah untuk mencari surat-surat berharga yang ada.
Dalton
mengambil cap lalu meminta anak buahnya untuk mengambil cap jempol dari si
direktur, juga tanda tangannya secara paksa. Tak berselang lama setelah Dalton
mendapatkan apa yang ia inginkan ia langsung membunuh seluruh anggota keluarga
yang ada di sana tanpa ampun. Bahkan Dalton juga membunuh anak laki-laki
direktur itu yang masih remaja. Meskipun ia tetap menyelamatkan anaknya yang
masih bayi dan menyerahkannya ke panti asuhan.
“Maaf ya,
semoga kamu memiliki keluarga baru yang baik,” ucap Dalton sebelum meninggalkan
bayi itu.
“Kami tidak tau menau soal kejadian di rumah Direktur tersebut. Perusahaan keamanan kami sudah berhenti bekerja sama karena alasan protokoler oleh Beliau dan mungkin perusahaan juga. Kami masih saling mendukung, bahkan kami juga berusaha ikut membantu pengusutan kasus ini karena bagaimanapun Beliau sudah bekerja sama dengan kami cukup lama dan kami sudah menganggap Beliau sebagai bagian dari keluarga besar kami,” ucap Dalton melakukan klarifikasi di depan awak media.
Dalton
memasang wajah sedih dan menyesal dengan insiden yang sudah ia buat demi
melindungi kelompoknya. Usai memberikan tanggapannya dan melakukan klarifikasi
Dalton langsung pergi dan di lanjutkan oleh pihak kepolisian yang juga anggota
dari kelompoknya untuk berpura-pura mengurus semuanya dan memastikan kota ini
adalah kota yang aman.
“Tuan
Andreas, mohon maaf atas ketidak nyamanannya…”
“Selesaikan
saja semuanya dan jangan memintaku turun kembali,” potong Dalton yang sudah
jengah mendengar alasan-alasan anak buahnya di kepolisian yang membuatnya
muncul kepublik.
“B-baik
Tuan, semuanya akan segera tenang kembali…”
Dalton
sudah tak peduli dengan kata-kata manis yang di keluarkan orang-orang yang
mencoba menjilatnya lagi. Ia langsung pergi dengan pandangannya yang tenang dan
dingin itu. Dalton kembali pulang melaporkan hasil kerjanya dan segala masalah
yang sudah ia urus pada ayahnya.
Kepala
Dalton rasanya begitu pusing setelah bertemu awak media dan harus berpura-pura
ramah dan sedih di saat yang bersamaan. Ini kasus yang paling membuat Dalton
kesal. Ia tak suka tersorot kamera dan sekarang ia masuk ke banyak pemberitaan dengan
wajahnya yang di pampang dimana-mana.
Semalaman Dalton
berusaha menenangkan pikirannya. Mulai dari merokok sampai meminum beberapa gelas
alkohol. Pikirannya mulai sedikit tenang dan mulai dapat memikirkan jalan
keluar dari masalah yang terlanjur ia hadapi ini. Tapi di saat ia mulai tenang
itulah, ingatan Dalton soal Bian kembali muncul.
Dalton
mengingat betapa hangat dan bahagia kakaknya disisa-sisa waktunya bersama
kekasihnya. Mengingatnya membayangkan masa depannya ketika sembuh kelak, mulai
dari pernikahan hingga soal keturunan. Bian menikmati waktu-waktunya sebagai
seorang pria yang sedang jatuh cinta. Pria yang mendedikasikan hidupnya untuk
pasangan dan keluarganya.
Tak cukup
sampai disitu ingatan Dalton soal Bian yang memintanya untuk tersenyum dan
menikmati hidup. Dalton menghela nafasnya, ia merindukan mendiang kakaknya.
Mungkin jika sekarang ada Bian masalah-masalah remeh seperti ini akan selesai
dengan mudah dan santai. Atau paling tidak Dalton bisa mengobrol dengannya.
“Kamu
bisa mengembalikan kapan saja, kamu bisa meletakkan disini atau di dekat makam.
Aku selalu kesini setiap sore,” tiba-tiba ucapan Lisa saat terakhir Dalton bertemu dengannya kembali
terngiang di telinganya.
Dalton
buru-buru bangun dan melihat keluar. Hari ini hujan, Dalton langsung teringat
pada Lisa. Gadis itu memang berkata bila ia menyukai hujan, tapi di musim hujan
seperti sekarang apa mungkin ia tetap berlarian di bawah hujan dan membasahi
pakaiannya setiap hari.
Dalton
sedikit khawatir. Ia ingin mencari Lisa malam ini, tapi akan aneh dan
mencurigakan jika Dalton tiba-tiba datang dan menemui Lisa di tengah gelapnya
malam. Apa yang akan di pikirkan Lisa kalau tiba-tiba ada pria bertubuh besar
dengan setelan jasnya yang rapi datang mengetuk pintu rumahnya untuk mengantar
payung. Sementara ia sendiri tak pernah mengatakan dimana rumahnya.
Tidak!
Dalton tak ingin terlihat mencurigakan. Ia tak mau menambah musuh lagi.
Dalton
beranjak kembali ke kamarnya. Bayangan Lisa yang tersenyum padanya, genggaman
tangannya yang meraih paksa tangan Dalton untuk bersalaman, keceriaannya di
bawah hujan saat pulang ke rumahnya, semua tentang Lisa yang baru sekilas
bertemu dengan Dalton terasa begitu indah dan terpatri dengan begitu kuat dalam
ingatannya.
🌺🌻💙💟💗💖💝
BalasHapus