Lisa begitu
ketakutan mendengar suara sirine pemadam kebakaran dan ambulance yang bersautan
mengevakuasi dan berusaha memadamkan api di pabrik boneka tempatnya bekerja.
Lisa yang sempat bertanya pada warga yang berlarian untuk membantu memadamkan
api dan berkerumun ke lokasi tak memiliki keberanian untuk datang kesana.
Lisa hanya
bisa diam di kamarnya sambil meringkuk ketakutan di dekat lilin yang ia
nyalakan sebagai satu-satunya penerangan di rumahnya. Lisa sudah tak takut
gelap dan hantu lagi sejak kejadian mengerikan yang menimpanya. Dulu memang
awalnya Lisa takut, tapi sejak kejadian itu satu-satunya hal yang harusnya Lisa
takuti adalah manusia bukan hantu apalagi kegelapan. Hanya manusia yang tega
melukainya dan melakukan hal-hal jahat lainnya.
Hingga pagi
menjelang Lisa baru bangun. Setelah matahari terbit, Lisa baru berani datang
mendekat ke pabriknya yang sudah habis di lahap sang jago merah. Lisa melihat
sekeliling, semalam hujan tidak turun padahal ini masih musim penghujan. Lisa
menatap bosnya yang masih bisa selamat bahkan memarahi anak buahnya.
Lisa
perlahan mundur menjauh dan kembali pulang. Lisa yang semula iba dan merasa
senasip dengan bosnya seketika merasa apa yang menimpa pabrik tempatnya bekerja
adalah hal wajar. Soal hujan yang selalu melindunginya juga ternyata tak datang
pada bosnya. Mungkin hujan juga tau siapa yang harus ia lindungi, pikir Lisa
sambil berjalan pulang dengan perasaan lega karena bosnya sudah terkena
karmanya sendiri.
Lisa pergi
ke pasar, membeli beberapa sayuran dan bumbu-bumbu. Lisa ingat nanti ada Dalton
yang akan mengajak tukang listrik, karena Dalton bilang ia akan membantu Lisa
membereskan rumahnya. Lisa jadi berpikir untuk memasak dan memberi sedikit
makanan karena sudah membantunya mengurus rumah.
Lisa ingin
menyuguhkan yang terbaik yang ia bisa. Lisa ingin memberikan makanan yang lezat
dan sehat, ia sempat terpikir untuk membeli daging ayam tapi terlalu mahal,
ingin memotong salah satu ayamnya tapi Lisa merasa sayang jika ayamnya di
potong utuh satu ekor sementara masih bisa bertelur. Jadi ia hanya membeli bahan
masakan yang sederhana dan semampunya saja.
“Dalton!
Pagi sekali!” seru Lisa begitu ceria melihat Dalton yang berjalan menuju
rumahnya sambil menenteng ranselnya.
Dalton
tersenyum ceria lalu berlari pelan menghampiri Lisa. “Aku mengajak temanku,”
ucap Dalton menunjukkan anak buahnya yang akan ikut membantu.
“Aku baru
saja belanja, aku tidak tau kalau ada banyak yang akan membantu,” ucap Lisa
yang kaget melihat banyaknya orang yang di ajak Dalton.
“Tidak apa-apa
tidak usah repot memasak,” ucap Dalton ceria sementara anak buahnya yang biasa
melihat Dalton dingin dan kejam serta hanya bicara seperlunya saja kaget
melihat Dalton bisa begitu ceria dan tampak hangat saat bersama Lisa.
Lisa
mengangguk lalu tersenyum. “Aku tidak kerepotan, aku suka memasak juga,” ucap
Lisa lalu masuk melalui celah pagar samping sementara anak buah Dalton sedang
mencoba membuka rantai di pintu depan dan langsung bergerak untuk membersihkan
halaman juga tiap celah disana.
“Kalau banyak
yang mengerjakan pasti cepat selesai,” ucap Lisa ceria sambil berjalan ke
dapur.
Dalton
mengangguk lalu memperhatikan Lisa yang sibuk dengan belanjaannya dari pasar.
Mulai mencuci, mengupas hingga memotong dan memulai memasak bahan-bahan yang
sudah ia beli. Sesekali Dalton terlihat berpura-pura ikut membersihkan bersama
yang lain, tapi tetap saja Dalton lebih senang menemani Lisa sambil mengobrol.
“Mungkin
setelah ini aku akan kembali berkebun, menanam sayuran, memelihara ayam, lalu
menjual hasilnya di pasar,” ucap Lisa ceria menceritakan planningnya
kedepan.
Dalton
mengangguk sambil tersenyum ceria. “Aku akan mendukungmu,” ucap Dalton sambil
mengacungkan jempolnya.
“Oh iya,
kamu sudah dengar kabar kalau pabrik boneka tempatku bekerja kemarin terbakar?”
tanya Lisa yang langsung di angguki Dalton. Seketika Dalton juga langsung
serius mendengarkan apa yang akan Lisa katakan. “Semalam aku sangat ketakutan,
jadi aku tidak berani kesana membantu memadamkan api. Tadi pagi aku kesana
melihat bagaimana kondisinya. Tapi aku malah melihat bosku sedang marah-marah.
Awalnya aku iba, eh… dia malah seperti itu. Yasudah mungkin memang karmanya,
selain itu hujan juga tidak mau melindunginya. Aku sedih tapi juga senang,”
ucap Lisa bercerita.
“Sedih?
Senang? Kenapa?” tanya Dalton.
“Ya sedih,
banyak orang yang bekerja di sana dan sekarang jadi menganggur. Tapi senang
karena dia sering memarahiku sekarang sudah tidak punya apa-apa lagi. Ahh…
sudahlah, aku merasa beberapa waktu ini seperti memiliki malaikat pelindung,”
ucap Lisa lalu menatap Dalton sambil tersenyum lega.
Dalton ikut
tersenyum bangga. Dalton makin merasa yakin untuk melindungi Lisa dengan
sepenuh hati. Apalagi ia juga mendengar Lisa yang mengatakan jika ia merasa
memiliki malaikat pelindung, Dalton makin merasa ingin memenuhi permintaan Lisa
untuk selalu melindunginya.
“Lisa…”
“Permisi,
mau benerin listrik,” ucap petugas yang datang untuk mengurus listrik di rumah
Lisa.
Dalton
hanya mengangguk dan mengurungkan niatnya untuk menanyai Lisa karena ia
langsung sibuk mengarahkan petugas untuk mengecek listrik dan memasang lampu di
rumah Lisa. Anak buah Dalton juga sibuk mengurus kebersihan halaman, mulai
mencabut rumput-rumput liar, sampai mengecat ulang rumah Lisa agar terlihat
layak huni kembali. Beberapa juga ada yang memperbaiki pagar dan kandang juga.
Lisa
berusaha menyediakan makanan ringan seperti gorengan juga es untuk orang-orang
yang membantunya mengurus rumah.
“Pantesan rasanya kayak gak asing sama tempat ini, ternyata kita pernah kesini,” gumam anak buah Dalton sambil terus bekerja membereskan pekarangan.
“Menurutmu
apa Tuan Andreas jatuh cinta sama gadis miskin itu?”
“Tentu
saja! Sudah jelas sekali terlihat!”
“Tapi sejak
kapan hubungan mereka ya?”
“Itu tidak
penting, yang penting kita mengerjakan tugas ini dengan baik dan berhenti
memanggil Tuan Andreas dengan nama itu, biasakan memanggilnya Dalton saat ia
disini sebelum kita pulang hanya sisa nama saja!”
“Hah iya
ya…benar juga…”
Semua orang
sibuk bergosip dan membicarakan Dalton yang sedang kasmaran dengan Lisa. Hingga
menjelang sore semuanya sudah selesai. Semua tampak rapi kembali dan sudah siap
huni seperti semula. Meskipun penataan bagian dalamnya masih belum bisa karena
Lisa bilang ia akan merapikannya sendiri. Tapi yang jelas semua sudah selesai.
Anak buah
Dalton juga langsung pulang, sementara Dalton masih tinggal untuk menumpang
mandi dan makan malam berdua dengan Lisa.
“Lisa, apa
boleh aku masih datang menemuimu setelah ini?” tanya Dalton meminta izin pada
Lisa.
Lisa
langsung mengangguk dengan sumringah. “Tentu, aku akan selalu menunggu
kedatanganmu. Kapanpun datanglah, aku akan selalu menerimamu dan membukakan
pintu untukmu,” ucap Lisa dengan ceria.
“Benarkah?”
tanya Dalton sedikit ragu.
Lisa
langsung mengangguk sambil mengacungkan kelingkingnya untuk mengikat janji
bersama Dalton.
Dalton
menautkan kelingkingnya dengan Lisa sambil tertawa kecil.
“Selama itu
Dalton dan bukan gangster aku akan selalu menerimanya,” ucap Lisa lalu
melepaskan tautan kelingkingnya sambil tersenyum.
Senyum
Dalton perlahan luntur. Ia sadar ia adalah pemimpin kelompok gangster, cepat
atau lambat Lisa pasti akan mengetahuinya.
“Kenapa
begitu?” tanya Dalton penasaran berharap jawaban Lisa akan menyejukkan hatinya.
“Aku benci
gangster, sangat membencinya. Mereka hanya bisa menghancurkan dan merenggut
keluargaku. Meskipun mereka berbuat baik, pasti akan tetap berbuat jahat suatu
saat lagi dan sangat berbahaya. Gangster selalu haus darah. Aku benci
gangster,” jawab Lisa yang tampak sangat membenci gangster, bahkan keceriaan dan
senyum manisnya juga langsung hilang, kehangatan yang selalu ia pancarkan
seketika jadi sedingin es.
Dalton
langsung menggeleng. “A-aku bukan gangster,” Dalton meutuskan menutupi
jatidirinya daripada berpisah dengan Lisa. Toh dari awal ia juga mengaku sebagai
pegawai bank, meskipun sebelumnya ia berniat untuk jujur dan menunjukkan siapa
ia yang sebenarnya pada Lisa. Tapi mendengar jawaban Lisa, Dalton merasa
terlalu takut untuk jujur padanya. Dalton belum siap kehilangan kebahagiaannya.
0 comments