Bab 03 – Makan Siang
Dalton
memilih pakaian yang paling mirip dengan seragam pegawai bank. Dalton juga sengaja
pergi ke tukang cukur dan merapikan rambutnya agar terlihat rapi layaknya
pegawai bank sungguhan. Seharian Dalton mempelajari bagaimana pekerjaan sebagai
pegawai bank dan pengetahuan-pengetahuan lain soal perbankan.
Dalton
mempelajarinya dengan cepat dan berusaha mengingatnya sambil belajar
menjelaskannya dengan improvisasi yang ia bisa di depan cermin. Sejenak Dalton
merasa apa yang ia lakukan terasa konyol. Tapi setiap ia merasa konyol di saat
itu juga ingatan soal Lisa yang ceria dan akan segera ia temui kembali muncul
di ingatannya.
“Ayo
pergi!” ajak Dalton pada anak buahnya karena ingin segera bertemu dengan Lisa.
Dalton
terus membayangkan Lisa yang akan bertemu dengannya di pemakaman lagi dengan
senyum sumringah dan segala keceriaannya.
“Aku akan
menghubungimu nanti bila urusanku selesai,” ucap Dalton lalu turun dari
mobilnya dan memilih berjalan sedikit lebih jauh sambil menenteng payung
pinjaman Lisa.
Dalton
berjalan dengan perasaan ceria dan sangat bersemangat meskipun ia tetap
berusaha bersikap tenang dan tak banyak menunjukkan ekspresi seperti biasanya.
Tapi tetap saja Dalton mempercepat langkahnya dan menunggu Lisa datang ke
pemakaman.
Lisa tak
terlihat di sana ketika Dalton sampai. Dalton mengecek ke pemakaman, belum ada
taburan bunga dari Lisa juga. Dalton sudah berpikir untuk mencari Lisa, tapi ia
merasa ragu dan akhirnya lebih memilih menunggu sampai Lisa datang dan bertemu
dengannya lagi seperti kemarin secara alami.
Hampir 15
menit menunggu dan sudah batang kedua rokok yang ia sulut tapi Lisa tak kunjung
datang. Sampai langit mulai diselimuti awan mendung, Lisa baru datang dengan
wajahnya yang terlihat lesu dan tak seceria kemarin.
“Dalton!”
seru Lisa yang langsung tersenyum ceria dan berlari ke arah Dalton yang
menunggunya di depan makam.
Dalton yang
semula sempat kecewa karena Lisa murung ikut tersenyum ceria saat Lisa datang
padanya dengan senyum ceria yang kembali mengembang.
“Ini,
terimakasih,” ucap Dalton mengembalikan payung dari Lisa.
Lisa
tersenyum menerimanya lalu mengangguk dan kembali murung. “Hari ini terasa
berat bagiku,” ucap Lisa lalu berjalan menuju makam keluarganya tanpa membawa
apa-apa.
Dalton
mengikuti Lisa lalu ikut berjongkok di samping Lisa yang sedang berdoa. Lisa
terlihat diam dan menangis sejenak lalu kembali bangkit dan berjalan pulang.
“Lisa, mau
makan? Aku belum makan siang ini,” ucap Dalton menahan Lisa yang berjalan
pulang.
Lisa
langsung tersenyum sumringah sambil mengangguk. “Iya mau!” seru Lisa.
Dalton ikut
tersenyum lalu mengikuti langkah Lisa pergi meninggalkan pemakaman untuk
berjalan ke pemukiman bersama. Lisa hanya diam, Dalton juga bingung memulai
pembicaraan dari mana. Sejujurnya Dalton tidak benar-benar lapar, ia hanya
mencari alasan agar memiliki waktu berdua dengan Lisa sedikit lebih lama.
“Ramen?”
tawar Lisa yang menunjuk warung makan ramen termurah yang ada di dekat
rumahnya.
“Ya,” jawab
Dalton singkat lalu mengikuti Lisa berjalan ke warung ramen yang Lisa tunjuk.
Dalton
langsung memesan makanannya sementara Lisa terus melihat menunya dan
membolak-balik cukup lama.
“Tidak
usah,” ucap Lisa lalu tersenyum menatap Dalton.
Dalton
menaikkan sebelah alisnya merasa aneh dan tak nyaman ketika Lisa tiba-tiba
menolak untuk memesan setelah ia mengatakan pesanannya pada pelayan.
“A-aku
tidak lapar…” ucap Lisa berbohong dan mencoba menutupi kondisinya yang tak
memiliki uang cukup untuk makan disana.
Dalton
masih menaruh curiga dan mengerutkan keningnya. Dalton sudah mengira kalau Lisa
menolak untuk memesan karena ia tau siapa Dalton dan Lisa akan menghabisinya
dengan racun dalam ramen, pikir Dalton yang selalu waspada.
Tapi tak
lama setelahnya perut Lisa berbunyi. Karena malu dan kaget Lisa memegangi
perutnya dan tak sengaja menjatuhkan dompetnya hingga uang-uang koin didalamnya
berceceran kemana-mana. Lisa langsung turun untuk memunguti uangnya yang jatuh,
sementara Dalton langsung paham kenapa Lisa tak mau memersan merasa malu dan
lucu.
Lisa
tersenyum meringis malu menatap Dalton, Dalton hanya menyunggingkan sudut
bibirnya melihat Lisa yang begitu kacau. Begitu pesanannya datang, Dalton
menyodorkannya untuk Lisa.
“Makan,”
ucap Dalton.
“Tidak,
bagaimana denganmu? Kamu kan belum makan siang,” ucap Lisa yang begitu sungkan
menerima pemberian Dalton.
Dalton
melambaikan tangannya dan meminta satu sumpit lagi. “Kalau begitu kita bagi dua
saja,” ucap Dalton.
Lisa
tersenyum lalu memulai dengan menyeruput kuahnya duluan. Lisa tampak begitu
menikmati makanannya. Dalton tetap ikut menikmatinya, tapi bagi Dalton melihat
Lisa makan dengan lahap terasa lebih menyenangkan. Sampai tiba-tiba Lisa
menghentikan makannya.
“Dalton,
kalau kamu sudah mengembalikan payungku, aku sudah memaafkanmu, kita sudah
makan bersama, apa aku masih bisa bertemu denganmu? Apa kamu masih memiliki
alasan untuk bertemu denganku?” tanya Lisa tiba-tiba lalu mengelap bibirnya
dengan tisu.
Dalton
terdiam, Dalton merasa baru saja menemukan seseorang yang bisa membuatnya
nyaman dan ceria selain mendiang ibu dan kakaknya. Tapi sekarang Dalton
kehilangan alasan dan tak dapat menjawab pertanyaan sederhana Lisa.
“Setiap
hari aku menunggumu datang, setiap hari aku penasaran siapa yang memberikan
bunga indah di makam keluargaku. Aku sudah bertemu denganmu, aku berterimakasih
dan memaafkanmu. Beberapa hari ini juga aku menunggumu datang mengembalikan
payungku. A-aku senang bisa mengenalmu…”
“Aku akan
tetap menemuimu, dengan atau tanpa ada alasan. Aku akan berusaha terus
menemuimu,” potong Dalton sebelum Lisa terlihat semakin bersedih.
Lisa
kembali tersenyum lalu mengangguk. “Terimakasih, tapi kamu tidak perlu
memaksakan diri. Aku tau jadi pegawai bank pasti sibuk. Jadi aku tidak menuntut
apa-apa darimu,” ucap Lisa dengan ceria.
“Ah aku
tidak sesibuk itu, aku bisa menemuimu kapan saja. Aku hanya pegawai biasa,
menjadi teller bank biasa. Aku bisa pulang lebih awal,” ucap Dalton memulai
dusta yang sudah ia persiapkan.
“Ku kira
kamu deptcollector,” ucap Lisa menanggapi Dalton.
Dalton
mengangguk. “Sebelumnya iya, tapi aku naik jabatan. Sekarang aku menjadi
teller, aku sudah tidak mau menjadi d-dept collector lagi…” Dalton benar-benar
merasa kikuk dan tidak tega berbohong pada Lisa yang menatapnya dengan bangga.
“Keren,
kamu hebat. Aku senang mendengarnya,” ucap Lisa senang sambil tersenyum menatap
Dalton.
“Ceritakan
harimu, apa yang membuatmu murung tadi?” tanya Dalton penasaran.
“Ah itu,
bukan apa-apa. Aku hanya merasa berat karena kentang-kentang yang sudah ku
panen di makan tikus. Beberapa rusak, beberapa busuk, jadi tidak dapat ku jual.
Tapi setelah makan bersamamu aku merasa baik-baik saja,” jawab Lisa dengan
ceria.
Dalton
tersenyum mendengarnya. Dalton sungguh menyukai Lisa. Semakin ia mengenal Lisa,
berbicara dengannya, dan memandang wajah juga senyum cerianya semakin Dalton
jatuh hati padanya.
“Apa yang
akan kamu lakukan setelah ini?” tanya Lisa.
“Em,
pulang…” jawab Dalton sedikit ragu.
Lisa
mengangguk sambil tersenyum. “Kamu bisa menemuiku kapan saja, aku selalu di
rumah, kalau tidak di rumah aku ada di pemakaman,” ucap Lisa.
“Kenapa
kamu selalu pergi ke pemakaman?” tanya Dalton penasaran.
“Semua
keluargaku sudah meninggal, aku tinggal sendirian. Jadi aku selalu kesana,”
jawab Lisa jujur.
“Lalu
dimana rumahmu?” tanya Dalton semakin penasaran.
“Sebenarnya
aku tidak punya rumah lagi. Ahh harusnya aku tidak mengatakannya padamu, tapi
janji ya jangan bilang pada siapapun apalagi pihak bank!” ucap Lisa lalu
mengacungkan jari kelingkingnya.
Dalton
langsung mengangguk dan menautkan kelingkingnya dengan Lisa.
“Ingat ya!
Kalau kamu bohong aku tidak akan menemuimu lagi!” ancam Lisa yang di angguki
Dalton.
“A-ayo ikut
aku!” ajak Lisa lalu bangkit dari duduknya sementara Dalton membayar lalu
mengikuti langkah Lisa. “Tempat tinggalku jelek, tapi aku hanya bisa tinggal di
sana. Jadi jangan mengejek rumahku oke!” ucap Lisa sambil berjalan mendahului
Dalton dengan ceria.
Dalton
mengangguk, tangan Dalton sudah masuk ke saku jasnya menyiapkan senapannya
berjaga-jaga kalau Lisa kembali menjebaknya. Ya, Dalton selalu menaruh rasa
curga yang tinggi dan berusaha bersikap serasional mungkin meskipun ia
terpesona pada Lisa.
🥰🥰🥰🥰🥰
BalasHapus