Beberapa
anak buah Dalton merasa senang melihat Dalton yang kembali tersenyum dan ceria
kembali bersama Lisa. Lisa yang terlihat lusuh dan tak menarik perlahan juga
merubah penilaian anak buah Dalton saat mereka bicara dengan Lisa dan melihat
interaksi Lisa dengan Dalton. Lisa yang ramah dan penuh kehangatan juga tutur
katanya yang lembut membuat orang-orang bisa paham kenapa Dalton menyukainya.
Dalton juga
rajin menemui Lisa belakangan ini, entah mengajaknya jalan-jalan atau mengobrol
santai di halaman sambil memandangi tanaman yang Lisa tanam. Kadang juga pergi
ke pemakaman. Lisa tak tampak murung lagi, ia juga mulai bisa menghasilkan
cukup uang dari hasil kebun dan telur-telur ayam yang ia hasilkan.
“Lisa, aku
bawa ini,” seru Dalton menunjukkan sebuah selimut bulu yang baru ia beli untuk
Lisa yang selalu menggunakan seprei sebagai selimutnya.
“Wah
selimut!” seru Lisa melihat barang yang di tunjukkan Dalton dengan begitu ceria
menyambut kedatangan Dalton.
“Lisa,”
panggil Lani yang tiba-tiba berkunjung ke rumah Lisa begitu melihat ada Dalton
yang baru saja sampai disana. “Ini aku membawakan sisa nasi untukmu,” ucap Lani
sambil menyodorkan plastik berisi sisa-sisa nasinya yang seharusnya di buang
tapi sengaja ia berikan pada Lisa.
“Terimakasih
ya,” ucap Lisa lalu mencium bau nasi di dalam plastik yang di berikan Lani.
“Ugh… ini cocok untuk kompos,” ucap Lisa lalu berjalan menuju tong tempatnya
memfermentasi sampah-sampah rumah tangganya.
“Hai, aku
Lani. Aku teman kerja Lisa di pabrik dulu,” ucap Lani mengajak Dalton
berkenalan sambil mengulurkan tangannya.
Dalton tak
menyaliminya Lani dan hanya mengabaikannya lalu memilih berjalan mengikuti
Lisa.
“Lisa itu
seleranya rendah…” ucap Lani pelan namun sudah cukup untuk menghentikan langkah
Dalton dan membuatnya mau mendengarkan Lani sejenak. “Bukan cuma seleranya yang
rendahan, harga dirinya juga rendahan, aku beberapa kali melihat orang-orang
yang datang memberinya sisa sampah hanya untuk di buat kompos. Mana ada wanita
terhormat yang mengotori tangannya untuk mengolah sampah, belum lagi bau
badannya setiap selesai berkebun dan mengurus ternak. Ughhh… joroknya,” lanjut
Lani bersemangat karena sadar Dalton mau menyemak ucapannya.
Dalton
langsung mencengkram pipi Lani dalam sekali sautan tangan dengan cukup kuat. “Tutup
mulut busukmu atau ku potong lidahmu,” bisik Dalton lalu menghempaskan Lani dan
langsung berjalan menemui Lisa yang sedang mengaduk komposnya.
“Ini nanti
semuanya kalo sudah di olah dengan baik bisa di gunakan kembali untuk pupuk,
keluargaku selalu membuat kompos dulu. Tetanggaku kadang membagiku sampah
basahnya dan meminta sedikit pupuk yang ku buat sebagai gantinya,” ucap Lisa
pada Dalton menjelaskan pengelolaannya pada tiap lahan dan aset yang ia miliki.
“Kamu
berbakat,” puji Dalton yang membuat Lisa tersipu.
“I-ini
hanya karena aku sudah terbiasa melakukannya saja dulu,” ucap Lisa. “Eh! Lani…”
panggil Lisa yang menyadari Lani langsung pulang dari rumahnya sambil berlari
begitu saja.
“Biarkan
saja,” ucap Dalton. “Oh iya aku tadi melihat ada pasar malam di lapangan, ayo
kita kesana!” ajak Dalton mengalihkan perhatian Lisa.
Lisa
langsung menganggukkan kepalanya. “Aku mandi dulu sebentar ya,” ucap Lisa lalu
menutup tong komposnya dan berlari kedalam untuk mandi dan bersiap ke pasar
malam bersama Dalton.
Dalton
duduk menunggu Lisa sambil berkeliling rumah Lisa. Masih banyak ruangan yang
kosong. Hanya kamar Lisa yang memiliki cukup banyak perabotan, tempat tidur dan
lemari. Sisanya kosong meskipun sekarang sudah bersih dan catnya sudah diganti.
Dalton kembali
duduk di dapur, hanya ada dua kursi dan satu meja makan, kompor, satu buah
wajan dan panci, pisau, sendok, garpu, spatula, dan sendok sayur. Tak banyak
bumbu dan bahan masakan juga di rumah Lisa. Tapi paling tidak air minum selalu
ada.
Lisa
memakai handuk besarnya untuk menutupi tubuh kecilnya lalu berlari menuju
kamarnya setelah sempat meringis melihat Dalton yang menunggunya. Tak lama Lisa
bersiap-siap. Rambutnya masih basah tapi sudah di sisir rapi, ia kembali
menggunakan pakaian yang sama seperti saat ia bertemu dengan Dalton dulu.
“Ayo
pergi!” ajak Lisa pada Dalton dengan senyum yang selalu menghiasi bibirnya.
“Kamu
cantik pakek baju itu, aku suka,” puji Dalton sambil berjalan menuju pasar
malam yang membuat Lisa tersipu.
“A-aku akan
sering menggunakan ini kalau begitu,” ucap Lisa sambil memalingkan wajahnya
menghindari tatapan Dalton.
Dalton ikut
memalingkan wajahnya untuk menutupi senyumnya yang terpesona pada Lisa.
“Ah iya,
seharusnya aku mengajak Lani. Dia pernah memintaku untuk mengenalkannya padamu,
kurasa kalian cocok…” ucap Lisa yang terdengar sedikit sedih.
Dalton
menaikkan sebelah alisnya lalu memesan dua buah jagung bakar dan duduk bersama
Lisa. “Kenapa kamu berpikir begitu?” tanya Dalton.
“Entahlah,
banyak yang bilang aku bau dan jorok. Jadi ku rasa kamu akan lebih cocok dengan
wanita yang lebih baik daripada aku,” jawab Lisa sambil tersenyum meskipun
tetap terlihat sedih. “M-maksudku, a-aku menyukaimu, kamu baik dan pengertian
juga selalu ada untukku. A-aku hanya merasa…aku…ak-aku…”
“Lisa, ayo
menghabiskan tiap sore bersama, mengobrol dan saling menguatkan. Aku ingin
terus memandangmu,” potong Dalton sebelum Lisa makin kebingungan mencari
pembenaran.
Lisa
terdiam bingung dan senang mendengar ucapan Dalton lalu mengangguk dan
tersenyum dengan sumringah.
“Aku tidak
datang menemuimu karena kamu terlihat cantik saja, aku tidak menemuimu karena
kamu pintar bersolek. Aku menemuimu dan memilihmu karena kamu Lisa,” ucap
Dalton lalu menggenggam tangan Lisa.
Lisa
menatap tangan besar Dalton yang dingin perlahan terasa hangat saat
menggenggamnya. Bukan saja hangat karena genggamannya saja, tapi perasaan Lisa
yang sebelumnya gundah juga jadi tenang. Ini kali pertamanya berpacaran dan
mengenal laki-laki, mengenal Dalton dan merasakan segala kenyamanan darinya membuat
Lisa merasa aman dan ingin terus bersama Dalton.
“Ini
pesanannya…” sela tukang jagung bakar yang memberikan pesanan Dalton.
Dalton dan
Lisa menerimanya lalu pelan-pelan memakannya dalam diam. Dalton yang memikirkan
cara untuk menyatakan perasaannya lebih jelas lagi pada Lisa dan Lisa yang
merasa tak perlu menanyakan bagaimana perasaan Dalton padanya lagi.
“Dalton, apa
kamu punya pasangan?” tanya Lisa sebelum mulai menghabiskan jagungnya.
“Kamu, kamu
pasanganku kan?” ucap Dalton yang malah balik tanya.
Lisa
langsung tersenyum dan tersipu mendengar ucapan Dalton lalu refleks
menyenggolnya dengan sikutnya.
Dalton
tersenyum lalu tertawa kecil dan menghela nafas lalu membuang jagung bakarnya
yang sudah habi ke tempat sampah. “Lisa mau jadi kekasihku?” tanya Dalton.
Sungguh sebenarnya Dalton merencanakan sesuatu yang lebih gentleman dan
romantis dari ini.
Lisa
langsung mengangguk dan ikut membuang jagung bakarnya yang sudah habis ke
tempat sampah.
Dalton
kembali mengulurkan tangannya yang langsung di sambut oleh Lisa. Lisa terlihat
canggung namun juga senang untuk pertama kalinya berjalan dengan Dalton sambil
bergandengan tangan. Rasanya Lisa seperti ingin menangis teringat ayahnya yang
dulu biasa menggandengnya saat bepergian dulu. Tangan besar yang selalu
menjaganya dengan sepenuh hati.
“Tanganmu
basah,” ucap Dalton yang menggenggam tangan Lisa. Lisa langsung menarik
tangannya namun Dalton menahannya dengan mengeratkan genggamannya. “Tidak
apa-apa, jangan gugup,” lanjut Dalton sambil menatap Lisa dengan lembut.
Lisa
mengangguk lalu mengeratkan genggamannya dengan Dalton. Hari dimana Lisa dan
Dalton resmi berpacaran adalah hari terbaiknya. Sialnya mereka jadian disamping
pedangang jagung bakar dan di pasar malam keliling yang di dirikan mendadak di
lapangan. Jauh dari kata romantis, tapi paling tidak Dalton dan Lisa sudah
mengetahui perasaan satu sama lain sekarang.
0 comments