Dalton
sibuk memeriksa berkas yang Lisa titipkan padanya. Penelusurannya tentu tidak
ia kerjakan sendiri, semua bawahannya langsung siap bergerak untuk mengusut
semuanya. Meskipun Dalton sempat di curigai Marco kenapa ia jadi membuka
kembali masalah yang sudah lebih dari 5 tahun berlalu itu lagi.
Marco
sendiri yang mendapat bagian lahan keluarga Lisa yang di bakar bahkan sudah tak
mengingatnya dan memilih untuk mengabaikannya saja. Toh harga tanahnya juga
murah dan berada di pedesaan dan lumayan jauh dari kota. Tapi meskipun begitu
Marco tetap membiarkan putranya melakukan apa yang ia sukai.
“Dalton,
kamu ingat Dela anak kelompok rival kita?” tanya Marco pada putranya yang
sedang berdiam diri memandangi tumpukan berkas dari kasus 5 tahun yang lalu.
“Hmm…kenapa?”
saut Dalton sambil menatap ayahnya sekilas.
“Aku tidak
pernah melihatmu dekat dengan siapapun sejauh ini, apa kamu mau kalau di
jodohkan dengan Dela?” tanya Marco yang langsung to the poin.
Dalton
menatap ayahnya dengan alis berkerut dan langsung menggeleng. “Aku sedang dekat
dengan seseorang,” tolak Dalton lalu kembali sibuk dengan berkasnya.
“Siapa?
Kenapa tidak mengenalkannya padaku?” tanya Marco antusias.
“Aku baru
mengenalnya. Ayah tidak perlu mengenalnya, tenang saja aku akan memilih
pasangan terbaik dan segera memiliki keturunan. Tidak perlu khawatir,” jawab
Dalton yang memang tertutup soal percintaan dan masalah pribadinya.
Marco ingin
menolak keputusan Dalton atas hubungannya. Tapi ketika mendengar Dalton yang
akan segera memiliki keturunan dan kondisinya yang makin memburuk, Marco
menjadi lebih tenang jika sewaktu-waktu ia tak dapat lagi memimpin kelompoknya.
“Tuan
Andreas, ada tamu…” ucap ajudan Dalton. Dalton mengangguk lalu bangkit dari
duduknya dan berjalan keluar menemui tamunya dan mengabaikan ayahnya begitu
saja.
“Tuan
Andreas…” sapa kepala kepolisian yang datang menemui Dalton dengan begitu ramah
dan hangat.
Dalton
hanya menatapnya dengan pandangan dingin tanpa banyak ekspresi. “Apa tujuanmu
kemari?” tanya Dalton tanpa basa-basi.
“Begini
Tuan, saya ingin jadi Jendral…”
“Apa
bisnisku di tempatmu lancar? Aku tidak melihat kemajuan apapun belakangan ini,”
potong Dalton yang sama sekali tak berbasa-basi maupun menunjukkan sedikit
keramahannya.
“A-anu
Tuan, ada kendala. Ada salah satu pengawal…”
“Singkirkan,
aku mau bisnisku lancar. Temui aku lagi saat bisnisku sudah ada kemajuan,”
potong Dalton lagi lalu masuk kembali dan langsung sibuk dengan segala
berkasnya.
Awalnya
Dalton berharap ia hanya akan salah sasaran pada keluarga Lisa dan bisa cepat
meminta maaf sembari tetap berpura-pura menjadi pegawai bank. Tapi begitu ia
menelusuri berkasnya dan tiap bukti yang ada, Dalton malah merasa tertipu oleh
orang yang pernah menyewa kelompoknya dulu.
Dalton
hanya berharap bisa menebus kesalahannya pada Lisa sedikit. Tapi persetan
dengan itu sekarang. Setelah kelompoknya menghabisi 3 keluarga dan hanya
mendapat satu lahan, di tambah dengan aturan bank yang berbelit dan berat
sebelah, tanpa menunggu waktu lama Dalton langsung mengomando beberapa anak buahnya
untuk mencari pemilik bank daerah yang menyewanya dulu.
Tak selang
lama bahkan belum sampai larut malam. Dengan berkas yang biasa ia gunakan
sebagai landasan hukum formal yang legal untuk menjarah, Dalton datang menemui
pemilik bank daerah yang berkedok syariah tersebut. Dalton mengeksekusinya
langsung tanpa ampun sedikitpun. Dalton menghabisi semua anggota keluarganya
dan menyisir ke seluruh bagian tanpa terkecuali.
“Penipu…”
gumam Dalton pelan setelah menghabisi semuanya dan meledakkan tempat kejadian
dengan bom. “Ini pelajaran agar kita tidak berbisnis dengan kebohongan…”
sambung Dalton lalu beranjak dari tempat itu seiring dengan datangnya pemadam
kebakaran dan tim penyelamat.
Berita tentang kekacauan yang Dalton perbuat tersebar keseluruh penjuru negeri, semua memberitakannya meskipun tidak sampai menjadi topik utama pemberitaan. Berita itu juga sampai di telinga Lisa tentunya, terutama karena lokasi kejadian itu cukup dekat dengan tempat tinggal Lisa.
Banyak yang
berspekulasi jika kejadian itu adalah perampokan, tapi banyak juga yang menduga
ini semua karena ulah teroris. Terutama banyak gosip yang beredar jika bank
syariah yang di bangun tetap menerapkan unsur riba dan jumlahnya juga besar.
Beberapa juga menduga jika itu terjadi karena ledakan tabung gas.
Terlepas
dari itu semua Lisa hanya diam menyemak pembicaraan dan berita yang ada sambil
terus bekerja memasang mata boneka Pooh. Lisa sendiri juga menduga sebenarnya
jika itu pasti masih ada sangkut pautnya dengan hutang yang di terapkan bank
syariah tersebut. Tapi Lisa tak mau buka suara. Toh membicarakan itu bagai
membuka luka lamanya kembali.
“Lisa,
kemarin aku liat kamu makan bareng cowok, itu siapa?” tanya Lani teman Lisa di
pabrik boneka.
“Ah itu
Dalton, pegawai bank. Dulunya dept collector, sepertinya dia yang di tugasi
menagih cicilan keluargaku jadi kita makan bersama,” jawab Lisa sambil
tersenyum cerah menceritakan soal Dalton.
“Dia
terlihat tampan, apa dia sudah punya istri?” tanya Lani lagi dengan wajah
penasaran dan tampak sangat tertarik pada Dalton.
Lisa
menggeleng sambil mengerutkan alisnya bingung. “Sepertinya tidak, Dalton tidak
pernah membahasnya,” jawab Lisa.
“Kamu suka
Dalton?” tanya Lani yang makin tertarik dengan Dalton begitu mendengar jawaban
Lisa.
Lisa
terdiam, ia ragu untuk mengangguk atau menggeleng. Lisa suka ada Dalton yang
baru ia kenal, Lisa suka mengobrol, makan, dan pergi ke pemakaman bersamanya.
Tapi itu tidak bisa di bilang benar-benar suka, karena pada dasarnya Lisa
menyukai semua orang yang ada di sekelilingnya. Tapi bila di bilang tidak suka
atau benci, Dalton orang yang baik dan sejauh ini Lisa tak melihat Dalton
berbuat salah padanya.
“Jangan
suka sama dia,” ucap Lani sebelum Lisa menjawab. “Kamu jelek, dekil, miskin,
bau, kurus gak cocok sama dia. Dia ganteng, tinggi, berotot. Di lihat dari sisi
manapun gak cocok, kayak langit sama bumi, orang tuamu saja juga sudah tidak
jelas sekarang,” cerocos Lani yang sangat menyakiti hati Lisa.
Lisa
langsung murung sedih, Lisa tau itu. Bahkan tanpa di pertegas oleh ucapan Lani,
Lisa juga sadar diri kalau ia tak pantas untuk Dalton. Tapi hanya merasa nyaman
dan senang saat ada orang yang menemaninya apa salah? Toh Lisa tidak
mengejar-ngejar Dalton apa lagi memaksanya untuk bersama Lisa.
“Lisa,
nanti kalo Dalton dateng kabarin aku ya. Aku pengen kenalan sama dia, siapa tau
jodoh sama aku,” ucap Lani tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“Ya
ampun!!! Ini siapa yang masang?! Kenapa gak rapi, gak kenceng?!” omel pemilik
pabrik boneka sembari menyortir beberapa boneka yang sudah di pasangi matanya.
Lani
langsung panik dan berkeringat dingin. Sementara Lisa yang merasa tak bersalah
hanya diam sambil terus memasangi mata boneka-bonekanya dalam diam.
“A-anu,
i-itu kerjaan Lisa!” tuduh Lani sambil menunjuk Lisa.
Lisa terbelalak
kaget. Lisa bahkan belum menyetorkan boneka yang sudah ia garap. Semua masih
dalam plastik besar di sampingnya.
“Kamu ini!
Kalo kerja yang bejus dong! Masih butuh duit enggak?! Masang gini aja gak
bisa!” omel pemilik pabrik lalu menampar Lisa dengan buku keuangan panjangnya
dengan cukup kuat hingga Lisa tersungkur.
Lisa hanya
bisa menunduk sambil meminta maaf. Sementara Lani berusaha menyembunyikan
senyum jahil dan leganya karena berhasil mengkambing hitamkan Lisa.
0 comments