BLANTERORBITv102

Bab 05 – Penelusuran

Minggu, 21 Juli 2024

 


Dalton sibuk memeriksa berkas yang Lisa titipkan padanya. Penelusurannya tentu tidak ia kerjakan sendiri, semua bawahannya langsung siap bergerak untuk mengusut semuanya. Meskipun Dalton sempat di curigai Marco kenapa ia jadi membuka kembali masalah yang sudah lebih dari 5 tahun berlalu itu lagi.

Marco sendiri yang mendapat bagian lahan keluarga Lisa yang di bakar bahkan sudah tak mengingatnya dan memilih untuk mengabaikannya saja. Toh harga tanahnya juga murah dan berada di pedesaan dan lumayan jauh dari kota. Tapi meskipun begitu Marco tetap membiarkan putranya melakukan apa yang ia sukai.

“Dalton, kamu ingat Dela anak kelompok rival kita?” tanya Marco pada putranya yang sedang berdiam diri memandangi tumpukan berkas dari kasus 5 tahun yang lalu.

“Hmm…kenapa?” saut Dalton sambil menatap ayahnya sekilas.

“Aku tidak pernah melihatmu dekat dengan siapapun sejauh ini, apa kamu mau kalau di jodohkan dengan Dela?” tanya Marco yang langsung to the poin.

Dalton menatap ayahnya dengan alis berkerut dan langsung menggeleng. “Aku sedang dekat dengan seseorang,” tolak Dalton lalu kembali sibuk dengan berkasnya.

“Siapa? Kenapa tidak mengenalkannya padaku?” tanya Marco antusias.

“Aku baru mengenalnya. Ayah tidak perlu mengenalnya, tenang saja aku akan memilih pasangan terbaik dan segera memiliki keturunan. Tidak perlu khawatir,” jawab Dalton yang memang tertutup soal percintaan dan masalah pribadinya.

Marco ingin menolak keputusan Dalton atas hubungannya. Tapi ketika mendengar Dalton yang akan segera memiliki keturunan dan kondisinya yang makin memburuk, Marco menjadi lebih tenang jika sewaktu-waktu ia tak dapat lagi memimpin kelompoknya.

“Tuan Andreas, ada tamu…” ucap ajudan Dalton. Dalton mengangguk lalu bangkit dari duduknya dan berjalan keluar menemui tamunya dan mengabaikan ayahnya begitu saja.

“Tuan Andreas…” sapa kepala kepolisian yang datang menemui Dalton dengan begitu ramah dan hangat.

Dalton hanya menatapnya dengan pandangan dingin tanpa banyak ekspresi. “Apa tujuanmu kemari?” tanya Dalton tanpa basa-basi.

“Begini Tuan, saya ingin jadi Jendral…”

“Apa bisnisku di tempatmu lancar? Aku tidak melihat kemajuan apapun belakangan ini,” potong Dalton yang sama sekali tak berbasa-basi maupun menunjukkan sedikit keramahannya.

“A-anu Tuan, ada kendala. Ada salah satu pengawal…”

“Singkirkan, aku mau bisnisku lancar. Temui aku lagi saat bisnisku sudah ada kemajuan,” potong Dalton lagi lalu masuk kembali dan langsung sibuk dengan segala berkasnya.

Awalnya Dalton berharap ia hanya akan salah sasaran pada keluarga Lisa dan bisa cepat meminta maaf sembari tetap berpura-pura menjadi pegawai bank. Tapi begitu ia menelusuri berkasnya dan tiap bukti yang ada, Dalton malah merasa tertipu oleh orang yang pernah menyewa kelompoknya dulu.

Dalton hanya berharap bisa menebus kesalahannya pada Lisa sedikit. Tapi persetan dengan itu sekarang. Setelah kelompoknya menghabisi 3 keluarga dan hanya mendapat satu lahan, di tambah dengan aturan bank yang berbelit dan berat sebelah, tanpa menunggu waktu lama Dalton langsung mengomando beberapa anak buahnya untuk mencari pemilik bank daerah yang menyewanya dulu.

Tak selang lama bahkan belum sampai larut malam. Dengan berkas yang biasa ia gunakan sebagai landasan hukum formal yang legal untuk menjarah, Dalton datang menemui pemilik bank daerah yang berkedok syariah tersebut. Dalton mengeksekusinya langsung tanpa ampun sedikitpun. Dalton menghabisi semua anggota keluarganya dan menyisir ke seluruh bagian tanpa terkecuali.

“Penipu…” gumam Dalton pelan setelah menghabisi semuanya dan meledakkan tempat kejadian dengan bom. “Ini pelajaran agar kita tidak berbisnis dengan kebohongan…” sambung Dalton lalu beranjak dari tempat itu seiring dengan datangnya pemadam kebakaran dan tim penyelamat.


Berita tentang kekacauan yang Dalton perbuat tersebar keseluruh penjuru negeri, semua memberitakannya meskipun tidak sampai menjadi topik utama pemberitaan. Berita itu juga sampai di telinga Lisa tentunya, terutama karena lokasi kejadian itu cukup dekat dengan tempat tinggal Lisa.

Banyak yang berspekulasi jika kejadian itu adalah perampokan, tapi banyak juga yang menduga ini semua karena ulah teroris. Terutama banyak gosip yang beredar jika bank syariah yang di bangun tetap menerapkan unsur riba dan jumlahnya juga besar. Beberapa juga menduga jika itu terjadi karena ledakan tabung gas.

Terlepas dari itu semua Lisa hanya diam menyemak pembicaraan dan berita yang ada sambil terus bekerja memasang mata boneka Pooh. Lisa sendiri juga menduga sebenarnya jika itu pasti masih ada sangkut pautnya dengan hutang yang di terapkan bank syariah tersebut. Tapi Lisa tak mau buka suara. Toh membicarakan itu bagai membuka luka lamanya kembali.

“Lisa, kemarin aku liat kamu makan bareng cowok, itu siapa?” tanya Lani teman Lisa di pabrik boneka.

“Ah itu Dalton, pegawai bank. Dulunya dept collector, sepertinya dia yang di tugasi menagih cicilan keluargaku jadi kita makan bersama,” jawab Lisa sambil tersenyum cerah menceritakan soal Dalton.

“Dia terlihat tampan, apa dia sudah punya istri?” tanya Lani lagi dengan wajah penasaran dan tampak sangat tertarik pada Dalton.

Lisa menggeleng sambil mengerutkan alisnya bingung. “Sepertinya tidak, Dalton tidak pernah membahasnya,” jawab Lisa.

“Kamu suka Dalton?” tanya Lani yang makin tertarik dengan Dalton begitu mendengar jawaban Lisa.

Lisa terdiam, ia ragu untuk mengangguk atau menggeleng. Lisa suka ada Dalton yang baru ia kenal, Lisa suka mengobrol, makan, dan pergi ke pemakaman bersamanya. Tapi itu tidak bisa di bilang benar-benar suka, karena pada dasarnya Lisa menyukai semua orang yang ada di sekelilingnya. Tapi bila di bilang tidak suka atau benci, Dalton orang yang baik dan sejauh ini Lisa tak melihat Dalton berbuat salah padanya.

“Jangan suka sama dia,” ucap Lani sebelum Lisa menjawab. “Kamu jelek, dekil, miskin, bau, kurus gak cocok sama dia. Dia ganteng, tinggi, berotot. Di lihat dari sisi manapun gak cocok, kayak langit sama bumi, orang tuamu saja juga sudah tidak jelas sekarang,” cerocos Lani yang sangat menyakiti hati Lisa.

Lisa langsung murung sedih, Lisa tau itu. Bahkan tanpa di pertegas oleh ucapan Lani, Lisa juga sadar diri kalau ia tak pantas untuk Dalton. Tapi hanya merasa nyaman dan senang saat ada orang yang menemaninya apa salah? Toh Lisa tidak mengejar-ngejar Dalton apa lagi memaksanya untuk bersama Lisa.

“Lisa, nanti kalo Dalton dateng kabarin aku ya. Aku pengen kenalan sama dia, siapa tau jodoh sama aku,” ucap Lani tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“Ya ampun!!! Ini siapa yang masang?! Kenapa gak rapi, gak kenceng?!” omel pemilik pabrik boneka sembari menyortir beberapa boneka yang sudah di pasangi matanya.

Lani langsung panik dan berkeringat dingin. Sementara Lisa yang merasa tak bersalah hanya diam sambil terus memasangi mata boneka-bonekanya dalam diam.

“A-anu, i-itu kerjaan Lisa!” tuduh Lani sambil menunjuk Lisa.

Lisa terbelalak kaget. Lisa bahkan belum menyetorkan boneka yang sudah ia garap. Semua masih dalam plastik besar di sampingnya.

“Kamu ini! Kalo kerja yang bejus dong! Masih butuh duit enggak?! Masang gini aja gak bisa!” omel pemilik pabrik lalu menampar Lisa dengan buku keuangan panjangnya dengan cukup kuat hingga Lisa tersungkur.

Lisa hanya bisa menunduk sambil meminta maaf. Sementara Lani berusaha menyembunyikan senyum jahil dan leganya karena berhasil mengkambing hitamkan Lisa.




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.