"Kalian kemana saja? " tanyaku sambil makan malam
bersama.
"Amerika...
" jawab Anais santai lalu menambahkan beberapa potong daging untukku.
"Suamiku kelihatan kurus... " ucapnya lalu mengecup pipiku.
"Galih?
" tanyaku pada suami Tania yang ikut makan bersama kami.
"Itu, saya
pendidikan... " jawabnya.
"Tania temenin
Galih, jadi aku sama Andi... " ucap Anais ikut menjelaskan.
"Kenapa tidak
memberiku kabar? " kesalku.
"Ku kira kau
butuh waktu sendiri... " jawab Anais lalu menyuapiku sebelum aku mengomel.
Aku masih cemberut
dan memasang wajah kesal dan marah. Meskipun aku tak benar-benar marah atau
kesal, sungguh. Saat ini aku sangat bahagia bisa berkumpul dengan keluargaku
lagi. Rasanya sangat menenangkan.
Usai makan malam,
Andi ikut Tania pergi ke rumah mertuanya. Agak sedih rasanya saat rumah kembali
sepi. Tapi aku jadi bisa menghabiskan waktu dengan Anaisku.
Aku terus
memandangi Anais yang tidur di sampingku. Aku juga terus memeluknya dan
sesekali mencium keningnya. Sementara diam pasrah dengan apa yang ku lakukan.
Meskipun sesekali ia tertawa geli lalu mengelus dadaku atau bahuku.
"Aku kangen
kamu... Kangen Andi... Kangen Tania juga... " ucapku lalu mengelus
pipinya.
"Aku lebih
kangen kamu... " ucapnya lalu mengecup bibirku. "Waktu itu aku mau
tunggu kamu di sini sama Andi, tapi Yohana dateng minta warisannya dari Burhan.
Dia dateng, marah-marah sama suaminya yang baru. Aku gak mau Andi kenapa-napa
jadi ku ajak pulang ke rumahku. Karena kebetulan Galih sama Tania pergi keluar
negri, aku ikutan aja... " lanjutnya sedikit bercerita tentang kekacauan
yang sudah terlewat itu.
"Terus
sekarang gimana? " tanyaku sedikit penasaran.
"Aku pakek
pengacara buat urus ini... Akhirnya kita menang, tapi untuk win win solution
aku gak menuntut dia apa-apa dan yah... Dia boleh ambil barang-barangnya yang
ada di sana... " jawab anais sambil tersenyum.
Kami kembali
terdiam dan hanya saling memandangi satu sama lain. Jelas kami saling merindu.
Bahkan saat kami saling membelai satu sama lain jelas tersirat rindu yang
mendalam.
"Apa
sekarang... Kamu... Cinta aku? " tanyanya dengan mata yang mulai
berkaca-kaca penuh harap.
"Ya... "
jawabku singkat, berusaha jujur dengan hatiku.
Anais langsung
memelukku erat sambil menangis haru. Sementara aku hanya bisa mengelus
punggungnya dengan rasa bahagia. Aku belum pernah sesenang dan sebahagia ini
sebelumnya. Hanya Anais yang bisa membuatku begini.
●●●
Hariku makin
berwarna sejak Anais dan yang lain kembali. Ku rasa hatiku juga begitu. Aku dan
Anais terus bersama membesarkan Andi yang di tinggal ayahnya dan di telantar
kan ibunya. Aku juga mulai meninggalkan pekerjaan ku sebagai psikiater dan
beralih kembali menjadi model untuk perusahaan fashion milik Anais.
"Opa, hari
ini kita beli tas? " tanya Andi sambil memelukku dari belakang.
"Adek tasnya
kan dah banyak... " godaku.
"Tapi aku mau
SD loh... " jawabnya sambil melirik pada Anais. "Jadi harus beli tas
baru, begitu... " sambungnya sambil menatap Anais meminta persetujuan.
"Iya beli...
" jawab Anais lalu mengecup pipi Andi dengan gemas.
"Kamu dah
janji gak manjain Andi kan? " tanyaku mengingatkan Anais.
"Cuma beli
peralatan sekolah, sayang... " jawabnya lalu mengecup pipiku.
Akhirnya aku
menuruti permintaan Andi dan Anais ini. Kami pergi ke salah satu mall sekalian
makan malam di sana dan berbelanja.
Andi dan Anais
sangat bersemangat untuk membeli perlengkapan sekolah. Bahkan jadi membeli
beberapa mainan dan jajanan karena lapar mata.
Acara rutin ku
yang dulu paling ku benci kini menjadi hal yang paling ku sukai. Menemani
belanja dan memanjakan anak-anak juga istriku.
"Mama...
" ucap Andi yang melihat Yohana tengah menggendong seorang anak perempuan
sambil menggandeng seorang pria.
Yohana tampak
terdiam menatap Andi, lalu aku dan Anais. Andi tampak berkaca-kaca melihat
Yohana, mungkin sudah rindu. Tapi Andi langsung mundur begitu Yohana mendekat.
Aku dan Anais
langsung membawa Andi pergi. Aku juga langsung menggendong Andi sebelum ia menangis.
"Kenapa mama
sama dia? " tanya Andi dengan nafasnya yang tersengal menahan tangis.
"Soalnya mama
sudah punya keluarga baru... " jawab Anais lembut. "Andi kan ada oma
sama opa jangan sedih ya... " sambungnya lalu mengecup pipi Andi yang
sedih.
●●●
Beberapa tahun
berlalu dan kami terus berusaha mendidik Andi dengan baik, sampai Andi bisa
mulai meneruskan bisnis kami dengan baik. Tania juga sudah memiliki seorang
anak laki-laki yang di beri nama Key dan anak perempuan kembar yang kerap di
panggil Dil dan Lil yang sudah mulai dewasa.
Aku senang
keluargaku harmonis dengan kehidupan baruku dengan Anais. Aku merasa siap untuk
hidup lebih lama lagi. Apa lagi cucuku sudah mapan begini.
"Apa kamu
butuh semir? " tanya Anais lalu duduk di sampingku sambil memperhatikan
ikan koi di kolam.
"Apa
maksudmu? " jawabku yang balik tanya dengan heran.
Anais mulai
tersenyum lalu mengelus rambutku. "Semirmu pudar atau mulai beruban?
" tanyanya menegaskan.
Aku langsung
membelalakkan mata tak percaya dengan ucapannya. Aku punya uban! Akhirnya!
Dengan cepat aku masuk ke kamar dan bercermin di meja rias nya. Aku benar-benar
memiliki uban.
"Jadi kamu sudah mulai menua? " tanyanya lalu
memelukku dari belakang.
"Entahlah...
" jawabku lalu menatapnya
sumringah.
Terlihat semburat
keriput di tangan juga wajahnya. Kami tersenyum bersama, akhirnya kami menua
setelah sekian lama. Aku yakin dan siap untuk kembali lagi kapanpun, kurasa
Anais juga begitu.
"Opa, oma...
" panggil Andi lalu masuk ke kamar kami. "Ada tamu... " ucapnya.
Aku dan Anais
langsung keluar dengan terburu-buru.
"Aux...
" ucapku terkejut melihat
siapa yang datang bertamu.
"Long time no see... Chevas... Anais..."
End
0 comments