0
Home  ›  Chapter  ›  Growing Old 🦄

Bab 04

 

Bab 04-1

Hampir seminggu aku tak keluar rumah sejak pertemuanku dengan Anais. Gadis cantik itu membuatku sedikit terkejut. Aku terus memikirkan banyak hal tentangnya. Tapi bila ia berniat buruk padaku, kenapa tidak dari awal ia lakukan? Kenapa ia hanya menjadi tamu dan mempermainkanku saja?

"Bapak, ada tamu..." ucap tukang kebun di rumahku yang datang dengan tergopoh-gopoh ke ruangan ku.

"Siapa? " tanyaku lalu bangun dan berjalan keluar.

"Anais katanya... "

Seketika langkahku langsung terhenti mendengar nama Anais di sebut. Ku lihat gadis itu baru saja duduk di sofa ruang tamuku dan kembali berdiri karena kemunculanku. Ia tersenyum, hanya seulas senyum lembut yang terpatri di wajahnya.

"Selamat pagi... " sapanya dengan ramah.

"Ada perlu apa? " tanyaku tanpa berbasa-basi.

"Aku minta maaf... " jawabnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Sudah di maafkan! Pergilah!" ucapku saya kaligus mengusirnya lalu memunggunginya dan melangkah masuk lagi, tapi belum jauh aku melangkah.

"Chevas tunggu... " panggilnya menahanku.

Sudah lama sekali aku tidak di panggil Chevas. Bagaimana bisa ia tau namaku.

"Oke apa maumu?! " ucapku menantangnya dan kembali ke ruang tamu.

"Aku minta maaf... Aku yang sudah mengacaukan semua... " ucapnya lalu berlutut meminta maaf padaku.

"Apa maksudmu? " tanyaku yang makin kebingungan.

"Aku cupid yang sudah mengacaukan tugasmu. Aku yang menancapkan panah itu pada Diana sebelum ia di perkosa waktu itu. Aku juga yang sudah menancapkan panahku tanpa sengaja pada beberapa helai rambutmu. Aku alasan kenapa kau berfikir menjadi manusia adalah hal yang baik. Aku minta maaf... " ucapnya sambil berlinangan air mata.

Aku hanya diam, tak habis fikir dengan apa yang sudah di lakukan wanita sinting ini padaku. Entah itu nyata atau tidak. Aku bingung dan tak percaya.

Aku langsung terduduk. Tak hanya kakiku, tapi juga tubuhku langsung gemetaran. Aku tak menyangka akan bertemu cupid sialan itu sekarang. Jika boleh jujur aku percaya padanya. Tapi di sisi lain aku tak percaya dengan panah yang mengenaiku. Aku tak melihatnya, aku tak merasakan apa-apa. Bagaimana bisa?

"Aku minta maaf. Aku mengira akan memperbaiki hidup mereka dengan cinta dan kehangatan kasih sayang. Ternyata aku salah. Aku tak bisa melawan takdir... " ucapnya masih meminta maaf dan menjelaskan padaku.

Aku bersumpah. Mungkin bila ia bukan wanita, aku pasti sudah merobek mulut cerewet nya itu sekarang.

"Lalu mau apa kamu kalau aku memaafkanmu ? Toh selama ini kamu terus sembunyi. Mau apa sekarang? " tanyaku tanpa menatapnya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Aku ingin kembali, aku hanya bisa kembali dengan maafmu... " ucapnya yang sungguh sangat egois.

"Ku maafkan... Pergilah... "

"Tapi aku juga perlu cinta sejati dari jiwa yang murni... "

"Jiwaku hitam, dingin dan suram. Ku maafkan, pergilah! "

"Dan aku perlu menebusnya sekarang dan membawamu kembali bersama-sama... "

Aku hanya menatapnya lalu menampar nya dengan cukup kuat. Anais hanya diam, tersungkur sambil memegangi pipinya tanpa membalas ku. Aku hanya menatapnya sinis lalu masuk dan di sudahi dengan suara bantingan pintu yang cukup keras.

Jelas aku mau kembali ke kodratku lagi. Menjalankan tugasku sesuai bagaimana aku di ciptakan dulu. Tapi bagaimana aku bisa percaya pada cupid ceroboh ini. Ia yang sudah menyeretku sampai sejauh ini karena kesalahan kecilnya yang nekat untuk bereksperimen saat bertugas.

●●●

Dua hari aku tak membuka pintu kamarku dan itu rasanya masih tak cukup untuk meredam marah, sedih dan kekecewaanku pada Anais. Apalagi saat aku mendapati Anais masih di rumah dan berdiri di depan pintu kamarku.

"Kalau kau mau kembali. Aku siap membunuhmu.... " ucapku dingin lalu menyeretnya keluar.

"Ku mohon! Chevas... Ijinkan aku memperbaikinya.... Berikan aku kesempatan... Ku mohon... " ucapnya memohon-mohon padaku sambil mengikuti langkah kakiku yang menyeretnya.

"Kesempatan apa lagi? " tanyaku lalu menghempaskannya di luar.

"Biarkan aku memurnikan jiwamu lalu kita pergi bersama.... " jawabnya penuh percaya diri.

"Cih! " aku hanya berdecih tak percaya dengan apa yang akan ia lakukan. Tentu saja itu tak akan berhasil, aku memang merenehkannya. Karena cupid adalah peri dan mahluk yang paling konyol dan hanya menjadi lelucon di antara kami.

"Beri aku waktu, bila aku sama sekali tak bisa memurnikanmu. Maka bunuh saja aku... Aku ikhlas dan rela... " ucapnya memaksaku.

"Berapa lama? " tanyaku mempertimbangkan.

"Seusia anakmu, Burhan... " jawabnya.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Pergilah.. " usirku yang kesekian kali lalu masuk ke rumahku.

●●●

Jujur, aku memang marah padanya. Tapi aku juga tak 100% menyalahkannya atas apa yangku alami saat ini. Aku memang ingin kembali, dunia ini memang menyenangkan. Dimana teknologi dan ilmu yang begitu pesat berkembang. Tapi aku juga sudah lelah terus di tinggalkan semua orang. Hidup sendirian begini.

"Anais... " gumamku sambil menghela nafas dan menenggelamkan diriku dalam bathtub.

Apa aku perlu membalas dendam? Tapi bukankah itu salah dan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Aku pernah berbuat salah. Aku tak akan mengulanginya lagi. Tapi aku juga kesal karena ulahnya waktu itu. Tapi bukankah ini takdir?

Aku berusaha menerima semua kembali. Setelah aku mengira bila kesalahanku karena memikirkan untuk hidup menjadi manusia. Sekarang aku tau apa yang terjadi. Sebelumnya aku bisa mengerti dan menerima semuanya. Tapi sekarang, rasanya aku perlu menata ulang semuanya sebelum siap.

Selama itu pula aku menunggu Anais datang kembali dan menepati ucapannya untuk memurnikan hatiku, mungkin. Tapi sayangnya anais tak kunjung datang. Entah sudah berapa lama ia tak datang. Bahkan Tania sampai datang mengurimiku undangan pernikahannya. Ini sudah cukup lama. Bahkan Tania yang labil saja bisa cukup waktu untuk berfikir dan yakin pada pasangannya.

Gila! Apa yang ku lakukan selama ini gila! Menunggu wanita itu.... Sudah mengikis akal sehat ku.

●●●

Dua hari aku tak membuka pintu kamarku dan itu rasanya masih tak cukup untuk meredam marah, sedih dan kekecewaan ku pada anais. Apalagi saat aku mendapati anais masih di rumah dan berdiri di depan pintu kamarku.

"Kalau kau mau kembali. Aku siap membunuh mu.... " ucapku dingin lalu menyeretnya keluar.

"Ku mohon! Chevas... Ijinkan aku memperbaikinya.... Berikan aku kesempatan... Ku mohon... " ucapnya memohon-mohon padaku sambil mengikuti langkah kakiku yang menyeretnya.

"Kesempatan apa lagi? " tanyaku lalu menghempaskannya di luar.

"Biarkan aku memurnikan jiwamu lalu kita pergi bersama.... " jawabnya penuh percaya diri.

"Cih! " aku hanya berdecih tak percaya dengan apa yang akan ia lakukan. Tentu saja itu tak akan berhasil, aku memang merenehkannya. Karena cupid adalah peri dan mahluk yang paling konyol dan hanya menjadi lelucon di antara kami.

"Beri aku waktu, bila aku sama sekali tak bisa memurnikanmu. Maka bunuh saja aku... Aku ikhlas dan rela... " ucapnya memaksa ku.

"Berapa lama? " tanyaku mempertimbangkan.

"Seusia anakmu, Burhan... " jawabnya.

"Pergilah.. " usirku yang kesekian kali lalu masuk ke rumahku.

●●●

Jujur, aku memang marah padanya. Tapi aku juga tak 100% menyalahkannya atas apa yangku alami saat ini. Aku memang ingin kembali, dunia ini memang menyenangkan. Dimana teknologi dan ilmu yang begitu pesat berkembang. Tapi aku juga sudah lelah terus di tinggalkan semua orang. Hidup sendirian begini.

"Anais... " gumamku sambil menghela nafas dan menenggelamkan diriku dalam bathtub.

Apa aku perlu membalas dendam? Tapi bukankah itu salah dan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Aku pernah berbuat salah. Aku tak akan mengulanginya lagi. Tapi aku juga kesal karena ulahnya waktu itu. Tapi bukankah ini takdir?

Aku berusaha menerima semua kembali. Setelah aku mengira bila kesalahan ku karena memikirkan untuk hidup menjadi manusia. Sekarang aku tau apa yang terjadi. Sebelumnya aku bisa mengerti dan menerima semuanya. Tapi sekarang, rasanya aku perlu menata ulang semuanya sebelum siap.

Selama itu pula aku menunggu Anais datang kembali dan menepati ucapannya untuk memurnikan hatiku, mungkin. Tapi sayangnya anais tak kunjung datang. Entah sudah berapa lama ia tak datang. Bahkan tania sampai datang mengurimiku undangan pernikahannya. Ini sudah cukup lama. Bahkan tania yang labil saja bisa cukup waktu untuk berfikir dan yakin pada pasangannya.

Gila! Apa yang ku lakukan selama ini gila! Menunggu wanita itu.... Sudah mengikis akal sehat ku. [Next]

Bab 04-2


10
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share