BLANTERORBITv102

Bab 01 - Prolog

Sabtu, 30 September 2023

Gadis itu bernama Diana. Muda, pintar, cerdas, berbakat, nilainyapun di atas rata-rata. Tak hanya itu ia juga mempunyai wajah yang cantik dan senyum yang manis, ia sangat ramah dan sstt..., ini sedikit rahasia tubuhnya juga sexy. Beberapa kali aku menyentuh dadanya saat mengecek berapa banyak lagi ia masih harus berdetak.

Jangan memandangiku sebagai seorang yang mesum dan cabul, karena nyatanya aku bukan manusia. Belum. Aku tak tau apa itu namaku, tapi pemimpin selalu memanggilku Chevas. Cavaco Chevas, begitu semua mengenalku. Cepat, akurat, patuh dan setia. Mungkin itu kenapa namaku di samakan dengan nama kuda, Chevas. Kadang aku bingung kenapa aku tak berbentuk seperti Sagitarius itu? Pasti akan lebih keren dan sesuai namaku.

Sesuai perintah dan tugasku, aku harus mengikuti gadis ini. Selama 40 hari full aku harus selalu mengikutinya. Ini normal terjadi, bahkan ada lebih dari 100 makhluk sepertiku yang tersebar dan siap membunuhnya kalau ia tidak di tentukan kembali lebih cepat. Aku benci harus mengikuti manusia ini, bila kau kira malaikat maut sepertiku ini kejam. Kau salah!

Karena gadis manis itu, aku berharap menjadi manusia yang seperti pangeran yang memakaikannya sepatu kaca atau kesatria yang menaiki kuda putih yang gagah. Aku pasti sudah berada di sampingnya menggenggam tangan lembutnya itu dan mengantarnya pulang dengan selamat dan minum teh bersama keluarganya sembari menghangatkan tubuh di depan perapian.

Ini waktu yang sudahku tunggu lama sekali, tinggal hitungan jam saja aku bisa membawanya kembali dan ia akan di lahirkan kembali entah kapan. Aku mulai membuka buku catatanku, membaca kembali bagaimana ia akan pergi. Harusnya sebentar lagi akan ada pria psycopat yang membunuhnya karena sudah di tolak cintanya. Kekanakan sekali. Kematian yang paling tolol dan hah... Apa-apaan alasan ini?! Di tolak? Hanya itu?

Oke, pria itu datang. Roberto namanya, dia juga ada di daftarku sepuluh tahun lagi karena kecelakaan saat berkuda. Hmm..., mari kita ikuti kembali Diana, sambil mengikat rantaiku di lehernya. Harusnya ini cepat, pria itu juga sudah mengacungkan pisau dapurnya dan mulai menyudutkan Diana. Diana mulai tersudut dan menangis ketakutan. Tapi sayang Roberto malah menjatuhkan pisaunya dan menyudutkan Diana.

Bagaimana bisa? Ini salah! Aku kembali mengecek catatanku. Sial! Bagaimana bisa ini berubah?! Sejak kapan?!

Aku berusaha menarik Roberto dan memberikan kembali pisaunya. Ini harus sesuai dengan perintah! Ku lihat ke sekeliling, aku melihat sayap kecil itu. Sayap kecil menyebalkan! Cupid sialan!

Ini kenapa kami benci untuk berdamai dengan para peri itu! Lihat bagaimana catatanku saat ini! Roberto memperkosa Diana dan akhirnya tetap membunuhnya karena takut bertanggung jawab, tak hanya itu saat ini Diana sudah jatuh cinta pada Roberto. Caranya berciumanpun penuh dengan kerelaan dan rasa bahagia. Ini akan jauh lebih menyakitkan dari sebelumnya.

Srash! Ini yang terbaik, sampai jumpa Roberto. Kurasa ini akan baik untuk Diana. Keputusanku memang buruk, tapiku rasa bila Roberto terus hidup ia akan memperkosa dan membunuh lebih banyak lagi. Wanita malang yang haus akan cinta. Menyedihkan!

●●●

Millie, gadis manis lain yang ku ikuti. Harusnyaku ikuti. Melelahkan sekali, bahkan ia jauh lebih baik dari Diana. Gadis optimis, penuh ambisi, pemberani, dan santun. Millie tak seseksi Diana, tapi rasanya cukup dengan inner beautynya saja ia bisa membuat semua pria jatuh hati padanya.  

Aku makin ingin menjadi bagian dari para manusia ini. Aku tau mereka lemah dan hanya punya satu nyawa, kucing saja punya lebih banyak, hah! Aku perlu kembali, membereskan pikiran gilaku ini. Sebelum aku menyelamatkan semua manusia lemah itu.

"Aux, kau ambil alih tugas Chevas. Ia sudah cukup lelah dan banyak mengacau!" ucap Pemimpin begitu aku sampai.

Aku terbelalak kaget dengan apa yang ia putuskan. Bagaimana bisa? Apa salahku? Mengacau? Apa karena Diana?

"Kembalilah ke dunia itu, hiduplah seperti yang kau harapkan..."

Hanya itu yang ku ingat sebelum akhirnya aku mendarat entah di mana, sayapku yang kokoh hilang. Tubuhku ambruk dan menggigil kedinginan untuk yang pertama kalinya. Aku tak tau bagaimana nantinya. Aku pasrah pada pertama kalinya aku hidup. Aku tak tau lagi harus bagaimana.

Perlahan mataku terpejam, cukup lama. Benda dingin ini, suara gonggongan itu. Aku tak yakin di mana aku sekarang. Apa ini hukumanku? Ah entahlah, aku tak sadar lagi.

●●●

"Dia Ken! Anakku, anak kita! Dia kembali dari surga! "

"Tidak mungkin dia Ken! "

Suara pertengkaran itu terdengar begitu nyaring. Tubuhku juga terasa sangat nyaman, hangat dan ya aku tak tau ada rasa senyaman ini saat memejamkan mata. Mataku sulit terbuka, rasanya masih sangat malas dan ingin terus terpejam bahkan meskipun aku sudah terduduk. Punggungku terasa sangat ringan. Oh ini tak seimbang! Ini salah!

Mataku terbelalak tak percaya, sayapku. Sayapku! Sayapku hilang! Tanganku mulai meraba punggungku. Ini tidak mungkin! Ini tidak mungkin! Aku langsung berlari ke arah cermin, tapi belum aku berdiri di depannya. Kakiku sudah gemetar. Tak mungkin aku terlihat di cermin.

"Ah, dia sudah bangun !" ucap pria tua itu lalu segera membantuku bangun.

Cepat-cepat aku merobek piama berbentuk seperti gaun tolol ini. Aku kembali melihat punggungku, ada dua bekas luka besar di sana. Sayapku benar-benar hilang. Aku yang berdiri dengan kondisi tanpa busana langsung meluruh ke tanah. Air mataku mengalir, teriakan-teriakan frustasi keluar dari mulutku. Bagaimana bisa aku di buang! Rambut putih panjangku yang terurai indah juga sudah berubah warna menjadi hitam legam. Mataku yang berwarna keemasan juga sudah hilang dan berganti warna menjadi lebih gelap kecoklatan.

●●●

Entah berapa hari aku hanya diam di kamar, cermin kecil yang di berikan seorang wanita tua. Entah, mungkin istri dari pria tua yang selalu memperhatikanku. Aku hampir tak pernah melakukan hal lain selain memandangi wajahku dan perubahan tubuhku ini.

"Ken, apa kau masih marah? " tanya pria itu padaku.

Aku hanya menatapnya dengan pandangan dinginku. Aku bingung harus berekspresi atau menanggapi bagaimana. Lalu kenapa ia memanggiku Ken ? Siapa Ken? Kenapa semua orang memanggilku Ken?

"Ayah menyesal melarangmu menikah dengan Elisabeth, ayah tidak akan mengulanginya lagi. Ayah selalu berdoa meminta agar diberi kesempatan bertemu denganmu dan dapat kembali... Kembali memulai dari awal... " ucapnya lagi sambil menggenggam tanganku.

Tangannya hangat, keriput dan hmm... Dingin! Refleks aku lepaskan tangannya yang menggenggamku. Ia terlihat sangat sedih dan cukup terkejut dengan apa yang ku lakukan. Aku tak tau bagaimana sekarang. Pertama aku Chevas bukan Ken! Kedua pria ini hanya memiliki waktu sedikit.

"Aku tak ingat apapun... Maafkan aku... " ucapku lalu kembali berbaring.

"Apa kau lupa ayah? " tanyanya yang jelas aku tak mengetahuinya, aku hanya mengangguk. "Ken, apa kau ingat Elisabeth? " tanyanya lagi sambil menunjukkan foto padaku.

Entah kenapa aku melihat semua kejadian dari foto yang ia tunjukkan padaku, bahkan aku melihat seorang wanita muda yang mati bunuh diri karena Ken mungkin? Entahlah ia bodoh sekali rasanya.

"Dia sudah mati... " ucapku, pria itu terlihat syok mendengar ucapanku.

"Belum! Dia masih hidup. Dia sekarat! " ucapnya membenarkan ucapamku.

Aku hanya mengangguk.

"Maafkan ayah, ayah tidak akan menghalangi cintamu lagi. Menikahlah dengan Elisabeth... " ucap pria itu.

Hah! Yang benar saja! Aku harus menikahi wanita yang tengah sekarat. Apa untungnya untukku!

"Ken? Kau tidak mau? " tanyanya padaku.

"Tidak, ku rasa bila kau melarangnya itu yang terbaik... " jawabku lalu membenarkan selimut tebal yang ku pakai.

Pria itu terlihat sangat senang dengan apa yang ku ucapkan. Aneh apa yang terjadi dengan keluarga ini? Tadi menyuruhku menikah, sekarang senang saat aku menolaknya? Manusia ini membingungkan.

Tak selang lama wanita tua, istri pria tua itu datang. Ia terlihat sama bahagianya dengan pria tua itu. Ia membawakanku sup, juga foto keluarga. Isabel Albertini Mallarno G. Dregou nama yang cukup panjang untuk wanita tua yang rupanya ibu dari Ken. Alfredo Amaral G. Dregou nama pria tua, suami Isabel ini.

Dan Antonio Ken G. Dregou adalah nama baruku. Aku tak merasa mirip dengan anak mereka yang sangat bodoh ini. Tak mungkin aku mati karena cinta! Tak ada orang mati yang kembali lagi! Tapi sudahlah, aku akan menetap disini sampai aku tau harus bagaimana. Lagi pula mereka begitu hangat dan sangat menyayangiku.

●●●

Hampir tiap hari mereka selalu ke kamarku dan menceritakan ini itu soal Ken, dan selama itu pula aku belajar menjadi Ken. Menirukan apa yang kebiasaan Ken dan berusaha menjadi lebih baik dan jadi lebih ideal untuk ukuran anak yang berbakti.

"Apa aku boleh menemui Elisabeth itu Bu? " tanyaku pada Isabel.

"Tentu, tentu saja. Mari kita temui... " jawabnya bersemangat.

Saat aku keluar kamar setelah selesai bersiap, stelan ini tampak sangat pantas untukku. Setelan yang biasa di pakai para bangsawan. Tunggu bangsawan? Keluarga ini? Apa keluarga ini seorang bangsawan?!

Seolah de javu aku kembali teringat, Mel.. Argh sial aku tak bisa mengingat nama itu! Siapa dia? Ah sudahlah yang jelas aku pernah meminta ini. Permintaan dari hati kecilku yang dingin.

"Antonio Ken G. Dregou... Aku Antonio Ken G. Dregou... " gumamku pelan lalu keluar kamar.

Benar saja banyak pelayan yang mondar-mandir dan langsung menundukkan badan untuk memberiku hormat. Senyumku langsung mengembang, ini sangat sesuai dengan apa mau ku! Oke apa aku perlu sedikit menyelamatkan elisabeth?

"Sudah siap? " tanya Isabel padaku.

Aku hanya mengangguk lalu duduk di sampingnya, sementara ada kusir yang tampak siap mengantar kami dan mengatur kuda-kuda itu.

Isabel terus menceritakan siapa Elisabeth bahkan ia menceritakan kapan Ken bertemu dengannya dan kenapa ia membenci Elisabeth. Alasan yang sangat sederhana sebenarnya, hanya karena elisabeth lebih suka menjadi seorang petualang dari pada menjadi seorang bangsawan. Ku rasa katanya sama denganku atau oh aku salah ia jauh di bawahku.

Ia cukup cantik, terlihat kurus dan tinggal tulang saja. Tapi menurutku itu yang membuatnya cantik. Ia terlihat sangat senang saat melihat ku. Tangisnya langsung pecah saat memelukku. Gambaran soal kematiannya sedikit memudar. Ada kemungkinan ia pulih dan memulai hidup yang lebih baik.

Setelah aku menemuinya. Aku dan Elisabeth mulai berpacaran, hanya sebatas sampai aku membuatnya memutuskan hubungannya denganku. Lalu hidup bahagia dengan kehidupan barunya, tapi rasanya itu tak akan realisasikan karena ia sangat posesif padaku.

Aku yang sudah berjanji pada Isabel dan Alfredo memilih untuk tetap memutuskan hubunganku dengan Elisabeth dengan penjelasan yang ku bisa. Aku tak pernah bertemu dengan Elisabeth lagi sejak itu.

"Ken, kenalkan ini Caterina Annunziata Ajmone-Marsan bagaimana menurutmu? " ucap Isabel saat aku tengah membaca di perpustakaan sambil membawa gadis lugu yang terlihat sangat muda padaku.

Aku tertegun memandanginya, seorang wanita muda dari keluarga yang kaya, berpendidikan, ramah, ceria, kematiannya kelak juga tidak konyol dan menyakitkan. Ia akan mati secara cantik dan penuh rasa bahagia. Caterina, yang akhirnya menjadi istriku yang pertama di dunia.




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.