0
Home  ›  Chapter  ›  Posesif Wife

13. Posesif Wife (End Season 1)

13. Posesif Wife (End Season 1)-1

Nina tampak santai dan ceria saat menghadiri pameran Mey. Riasannya yang sangat tipis, memakai kaos dan jaket denim yang di padukan dengan rok selutut yang lebar juga sepatu angkel boot yang ia kenakan membuatnya tampak sangat santai tapi juga cukup menarik perhatian. Tas Harmes dari kulit buaya berwarna hitam juga setia ada di genggaman atau pangkuannya. Arnold juga memakai pakaian yang santai sama seperti istrinya. Hanya saja kali ini ia tidak membawa tasnya.

Tampak di kejauhan Mey sibuk dan sangat gugup. Ingin rasanya Arnold memberi semangat kalau saja istrinya tidak mengapit tangannya. Beruntung tak lama George datang dengan buket bunga mawar yang cukup besar. Ia tidak datang untuk menyatakan cinta, ia hanya datang untuk memberikan semangat.

"Kamu udang George?" tanya Nina sambil bersandar ke bahu suaminya.

"Mey yang undang, dia ketemu di lift..." jawab Arnold.

"Lift? Kios ada lift sekarang?" tanya Nina yang langsung mengangkat kepalanya.

"Tidak... Bukan begitu. Mey mengantar uang sewa, atmnya hangus lagi. Jadi tidak sengaja bertemu dengan George..." jelas Arnold lalu menggenggam tangan istrinya. "Aku juga kasih dia steak yang gak sempat kita makan... Dia memelas akhir-akhir ini... "

Nina langsung mencubit pinggang suaminya tapi di luar dugaan bagaimana cara Arnold kali ini dalam menenangkan perdebatan malah membuat hati Nina bedesir deg-degan tak karuan. Bagaimana tidak Arnold langsung meletakkan tangannya yang dari tadi dalam genggaman ke celananya yang tampak sempit dan makin sempit.

"Aku seniman, istriku juga wanita terhormat. Bukan bintang porno. Jangan bikin suamimu buas tidak pasa tempatnya..." bisik Arnold nakal.

Nina langsung diam lalu menarik kedua tangannya untuk menutupi wajahnya yang tersipu malu.

●●●

Seperti biasa Nina menjadi pusat perhatian, karena tidak nyaman dan terus di desak untuk menyampaikan sedikit pidato akhirnya Nina mau meskipun ini super dadakan.

"Saya tidak mau bicara terlalu banyak... Rasanya saat sekilas saya melihat katalog dan ke kios Mey... Saya ingin mengoleksi semuanya saat itu juga. Tapi mengingat suamiku juga seorang pelukis dan tempat tinggal kami yang tak bisa menampung banyak lukisan untuk di pajang. Saya hanya bisa melihat dari katalog saja. Saya harap hadirin, para tamu dan pengunjung bisa membawa salah satu lukisan dan berkenan untuk memajangnya di rumah... Terimakasih... Mohon maaf bila ada salah kata... Salam budaya..." ucap Nina menyudahi pidato singkatnya lalu duduk bersama suaminya dan George.

Tak butuh waktu lama bahkan kurang dari empat jam setelah pameran resmi di buka. Semua karya sold out, bahkan ada yang mau membeli instalasi dan buku tamu yang ada tanda tangan Nina.

Sementara Nina sendiri sama sekali tidak terlalu tertarik sebenarnya. Saat ini ia hanya fokus pada suaminya yang mengajaknya ke salah satu restoran tempat pertamanya di traktir dulu.

"Kita benar-benar kencan sekarang..." ucap Nina setelah memesan.

Arnold hanya tersenyum lalu mencuri ciuman dari pipi istrinya. "Ada yang mau ku katakan... Soal pertemuan tadi..." ucap Arnold.

"Tidak usah... Aylee sudah cerita, maafkan aku..." ucap Nina lalu menggenggam tangan suaminya. "Aku selalu ingin jadi yang pertama... Maafkan aku..." sambungnya.

"Maaf juga sudah mengecewakan mu, tapi kalau kamu mengizinkan aku mau memulai dari awal saja sendiri... Aku tidak mau bergantung padamu... Bagaimanapun aku suamimu..." ucap Arnold sedih.

Nina hanya diam, ia benar-benar tak suka bila Arnold ingin hidup tanpa bergantung padanya. Potensi untuk di tinggalkan makin besar rasanya. Nina tak mau menanggapi ini, terlalu berat untuk bilang ya atau tidak.

Saat pesanan datang Nina dan Arnold juga hanya makan dengan tenang. Tak ada pembicaraan selain minta tolong untuk di ambilkan tisu. Nina bahkan tidak berkomentar soal makanannya, begitu pula Arnold.

"Permintaanku tadi tidak usah di pikirkan..." ucap Arnold lalu tersenyum lembut. "Ayo pulang..." ajak Arnold lalu menggandeng istrinya.

●●●

Pagi-pagi sebelum matahari terbit Nina sudah terbangun, lebih tepatnya ia tidak bisa tidur. Meskipun ia tetap tiduran di samping suaminya sambil menatap dalam diam. Air matanya juga terus mengalir cukup deras sampai ia memutuskan untuk bangun dan mencuci mukanya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Arnold yang memeluk Nina dari belakang.

"Ah ya... Kamu sudah bangun?" jawab Nina lalu mengeringkan wajahnya dengan handuk.

"Kamu belum tidur, apa perlu memakai caraku agar kamu bisa tidur?" bisik Arnold lalu mengecup bahu istrinya.

Nina hanya mengedikkan bahunya sambil tersenyum.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Tanpa babibu lagi Arnold langsung mencumbu istrinya dengan lembut dan bercinta dengan lembut di atas ranjang sampai mencapai klimaks dan sama-sama tertidur dengan lebih nyaman dan nyenyak.

●●●

Arnold sudah menyiapkan sarapan sebelum istrinya bangun, tidak berat. Hanya roti bakar dengan selai kacang dan coklat. Arnold juga menyiapkan susu dingin untuk istrinya, lalu membangunkan istrinya yang masih terlelap.

Tentu saja Arnold ingin membiarkan istrinya bangun siang seperti kebanyakan wanita yang bersantai setelah menikah dan belum punya anak. Arnold tidak tega untuk membangunkan istrinya kalau saja istrinya tidak berpesan untuk membangunkan sebelum jam sembilan pagi.

Arnold mulai mencium pipi istrinya lalu mengelus punggungnya dengan lembut. "Bangun sayang... Sudah pagi..." ucap Arnold lembut lalu mengecup bibir istrinya.

"Jam berapa sekarang?" tanya Nina sambil merubah posisi tidurnya.

"Jam delapan... Lebih lima menit..." jawab Arnold sambil menyalakan ponsel istrinya. "Masih mau tidur?" tanya Arnold lalu mengecup bahu istrinya.

Nina mulai bangun perlahan lalu memijat leher dan bahunya sendiri.

"Mauku pijit?" tanya Arnold yang ikut memijat bahu istrinya.

Nina langsung menggeleng sambil tersenyum. "Aku terlalu banyak bolos akhir-akhir ini..." jawab Nina. "Nanti malam saja ya..."

Arnold hanya mengangguk sambil tersenyum. "Biar nanti ku jemput..." ucap Arnold yang menatap punggung istrinya.

●●●

"Semangat..." ucap Arnold menyemangati istrinya sambil mengepalkan tangan dan tersenyum manis.

Nina langsung mengangguk dan mengecup pipi Arnold. "I love you..." bisiknya sebelum masuk ke kantor.

Usai mengantar istrinya, Arnold lanjut pergi ke supermarket. Mengingat ini masih pagi dan tanggal tua, selain itu ini juga masih jam kerja. Arnold jadi yakin kalau supermarket sepi. Apa lagi ia tidak mengejar diskon, jadi pasti aman.

"Kopi..." gumam Arnold sambil berjalan mendorong trolinya.

Duk! Tak sengaja Arnold yang terlalu fokus mendorong troli belanjaan yang masih kosong menabrak seorang wanita yang tampak kerepotan membawa belanjaannya.

"Maaf... " ucap Arnold lalu membantunya memunguti barang-barang.

"T-ti-tidak apa-apa aku yang salah..." ucapnya lalu ikut memunguti barang-barang. "Harusnya aku tadi membawa troli bukan keranjang... Jadi tidak repot..." sambungnya.

Arnold langsung berinisiatif memasukan semua belanjaan ke troli yang ia bawa. "Pakai saja... Aku bisa pakai keranjangmu..." ucap Arnold ramah.

"T-te-terimakasih... Maaf merepotkan..." ucapnya canggung.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Tidak masalah..." jawab Arnold sambil tersenyum canggung. "Aku ingin mencari kopi... Jadi tidak perlu troli sebenarnya..."

"Ah, kopi di sebelah sana... Rak nomer empat... Ku sarankan arabika... I-itu akan memperbaiki mood dan menambah sedikit stamina..." ucap wanita itu semangat meskipun masih canggung.

"Aku tidak tau soal kopi... Bisa tunjukkan?" Arnold tampak cukup tertarik pada wanita yang baru ia temui ini.

Tak ada yang bisa melebihi istrinya memang. Tubuh mungil wanita ini jelas kalah menarik dari istrinya yang tinggi semampai, bahkan hampir sama dengannya. Rambutnya kusut, lurus tanpa lekukan, penuh cabang dan tampak jarang di rawat meskipun pendek sebahu. Bokong nya juga tepos, begitu pula dadanya. Sangat bertolak belakang dengan Nina yang serba pas dan sempurna layaknya gabungan dewi dan putri kerajaan dongeng.

"Yang ini arabika... Suamiku suka minum kopi jadi aku belajar membuatkannya yang terbaik..." ucapnya yang senang hati memilihkan kopi untuk Arnold.

Arnold langsung mengangguk, hatinya sedikit mencelos tau wanita ini sudah memiliki suami. Ia tak menyangka bagaimana bisa wanita ini tak merawat diri saat ia punya suami. Entah suaminya yang pelit atau wanita ini yang jorok.

"Kalau aku biasa minum ini, green coffee... Suamiku memintaku untuk menjaga tubuhku agar tidak gemuk..." ucapnya yang sedikit curhat.

"Istriku juga begitu, tidak suka gemuk. Dia diet setiap hari, padahal dia sudah cukup kurus. Istriku juga menjaga pola makannya. Bahkan saat aku memintanya untuk memakan semua makanan enak yang ku buat..." ucap Arnold lalu mengambil green coffee juga.

"Istrimu pasti cantik..." puji wanita itu sambil menatap Arnold dengan wajah ramahnya.

"Dia model..." jawab Arnold sambil sedikit berbisik.

Wanita itu langsung melongo dan mengangguk pelan.

"Bisa bantu aku memilih sayuran?" tanya Arnold. "M-mak-maksudku kalau kamu tidak keberatan... T-tap-tapi aku bisa sendiri... Terimakasih sudah memilihkan kopi..." ralat Arnold yang menyadari pertanyaannya yang salah.

"Bisa..." jawab wanita itu menyanggupi.

"Biar aku ambil troli... Tunggu sebentar..." ucap Arnold lalu berlari buru-buru mengambil troli.

Syukurlah ada orang baik yang mau membantuku belanja... Pasti akan lebih cepat... Batin Arnold senang.

Wanita itu masih setia menunggu sejenak, lalu tersenyum dan berjalan ke arah sayur dan buah. Ia tampak lihai dan terampil saat memilih sayuran yang di tunjuk Arnold. Wajahnya tampak bahagia dan tidak segugup tadi.

"Siapa namamu?" tanya Arnold sambil membantunya mengambilkan yoghurt di rak paling atas.

"Rini..." jawabnya singkat lalu berjalan menatap Arnold.

"Aku Arnold..." ucap Arnold lalu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Rini tampak ragu untik menjabat tangan Arnold.

Hangat, lembut, sedikit lembab... Seperti tangan suamiku, hanya saja ini lebih baik... Batin Rini lalu tersenyum dan mengepalkan tangan setelah menjabat tangan Arnold.

"Berapa umurmu?" tanya Arnold hati-hati.

"D-dua puluh tahun..." jawab Rini malu.

"So young..." ucap Arnold spontan. "Dan kamu sudah menikah?" tanya Arnold yang di angguki Rini.

Arnold dan Rini tampak asik dan nyaman menceritakan soal kehidupan masing-masing. Soal masakan sampai hal-hal yang sedikit pribadi. Bahkan Arnold dan Rini juga sengaja membayar di kasir yang sama agar ada waktu sedikit lebih lama agar bisa mengulur waktu untuk mengobrol.

"Kamu mau teh?" tanya Arnold yang sama-sama berjalan membawa belanjaan tak jauh dari kasir.

"Tidak... Suamiku sedikit posesif... Kalau dia tau aku mengobrol dengan pria lain dia akan sangat cemburu... Mungkin lain waktu kalau kita bisa ketemu lagi..." jawab Rini lalu berjalan ke tempatnya memarkirkan mobil.

Arnold masih mengikutinya, berhubung ia juga parkir di tempat yang sama. Mobil Lamborgini berwarna magenta ternyata tunggangan wanita ini. Arnold sudah salah kira, mungkin mobil Karimun, Honda Jazz, atau Inova yang akan di pakai. Itu pun masih tak yakin, Arnold malah lebih yakin kalau Rini akan memakai motor dengan keranjang tambahan. Jelas ia di nikahi pria kaya, tajir melintir sampai ia bisa memakai Lamborgini hanya untuk belanja biasa. Siapa wanita ini sebenarnya? Dan siapa suaminya sedikit memancing penasaran di hati Arnold meskipun tetap di abaikan nya.

"Hati-hati di jalan... terimakasih bantuannya..." ucap Arnold mengantar kepergian Rini.

Rini hanya mengangguk lalu pergi begitu saja.

Well... Dia mungkin bisa jadi teman yang baik untuk Nina... Batin Arnold lalu memasukkan barang belanjaannya.

End Season 2

13. Posesif Wife (End Season 1)-2


13
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share