04. Posesif Wife
Selama acara
makan malam keluarga, Arnold hanya diam menyemak pembicaraan. Nina juga tak
banyak ikut bicara selain mengiyani rencana kakaknya yang menikah lagi.
"Mau
tambah lagi pastanya atau ayam?" tawar Nina pada suaminya yang dari tadi
diam.
"Tidak
terimakasih..." tolak Arnold lembut lalu menghabiskan makanan di
piringnya.
"Enak?"
tanya Alifia adik ipar Arnold.
Arnold hanya
mengangguk sambil tersenyum.
"Belum
pernah ya makan kayak gitu? Doyan apa laper?" tanya Veronica, mertua
Arnold dengan sinis.
"Bu! Aku
kemari bukan untuk mendengarmu mengolok-olok suamiku... Mana calon istri
Gio?" bela Nina dengan tegas lalu meletakkan garpunya.
"Calon
istri kak Gio?" tanya Alifia bingung.
"Bukannya
ibu bilang akan mengenalkanmu dengan George? " tanya Gio terkejut.
"Aku masih asik dengan anak-anakku... Zeze saja masih berharap aku kembali
bersama mamanya..." jelas Gio.
"George?
Aku? Ku kira dari tadi kita membicarakan pernikahanmu?" tanya Nina
bingung.
Semuanya
seketika diam, suasana langsung dingin begitu Nina bertanya pada ibunya.
"Well...
Oke... Ibu berencana menikahkanmu dengan George, ibu rasa dia akan membuat
karirmu lebih lancar dari pada Arnold..." ucap Veronica terang-terangan di
depan Arnold dan Nina.
"Ibu
sudah gila! Aku tidak akan menikah lagi..." potong Nina dengan tangannya
yang terkepal di bawah meja.
"Ibu juga
tidak akan merestuimu kalau saja Papamu yang penyakitan itu tidak memaksa untuk
melihatmu menikah lebih awal!" sergah Veronica dengan emosi.
Nina langsung
bangun dari duduknya dengan matanya yang berkaca-kaca menahan tangis.
"Aku
tidak akan menemuimu lagi kecuali di pemakamanmu!" ucap Nina pada ibunya
lalu menarik suaminya untuk pergi dari rumah keluarganya yang begitu lama tak
ia kunjungi.
"Sayangku,
Nina..." ucap Arnold sambil memeluk istrinya di depan mobilnya.
Nina hanya
diam sambil menangis tersedu-sedu. Ia tak habis pikir kenapa ibunya bisa
sebenci itu dengan hubungan pernikahannya. Padahal dulu ibunya selalu
mengabaikannya bahkan saat meminta restu pun terus hanya di iyani dan di anggap
angin lalu.
Sekarang dan
dari dulu pun ia selalu sendirian, adik dan kakaknya juga tidak peduli padanya.
Bahkan saat ia tengah depresi setelah kecelakaan yang nyaris merenggut
tangannya itupun ia hanya sendirian. Hanya saat pulang dari rumah sakit ibunya
baru datang menjemput, itupun dengan tidak ikhlas.
"Maafkan
Ibu, bagaimanapun dia masih ibumu... Apa yang kamu ucapkan tadi pasti sangat
menyakiti hatinya..." ucap Arnold sambil mengelus punggung istrinya.
"Kalau
kamu lebih memilih pria itu dari pada Ibu, mulai sekarang kamu bukan anakku
lagi!" ucap Veronica tegas lalu membanting pintu rumahnya di hadapan Nina
dan Arnold.
"Biar
saja..." ucap Nina lalu masuk ke dalam mobil.
●●●
Arnold yang
menyetir hanya diam tak bisa menghibur istrinya atau mencari bahan obrolan baru
agar suasana tidak dingin dan sendu begini.
"Ah ku
lihat ada menu baru di restoran burger dekat balai budaya. Mau coba?" ucap
Arnold ceria.
"Em...
Ya..." jawab Nina lesu dan tak berselera.
"Atau mau
coba ramen instan pedas?" tanya Arnold.
"Terserah..."
jawab Nina.
"Hmm...
Ramen saja kalau begitu..." ucap Arnold yang langsung tancap gas pulang.
Nina langsung
naik ke apartemennya sementara Arnold masih membeli beberapa bahan di mini
market. Saat Nina sudah mengganti pakaiannya dengan piama Arnold tampak masih
memasak ramen juga.
"Ini
tidak sehat jangan sering-sering..." ucap Nina.
"Aku
sering lihat anak-anak SMA makan ini tiap kali mereka sedang curhat..."
ucap Arnold lalu membukakan kaleng bir untuk Nina.
"Ah apa
sekarang kita pura-pura jadi anak SMA?" tanya Nina sambil tertawa kecil.
"Kamu
diet, kurang makan... Jadi malam ini jangan diet... Aku mau kamu sedikit
bersenang-senang dan bebas..." ucap Arnold lalu menggiring istrinya untuk
duduk.
Nina hanya
tersenyum lalu meminum birnya. "Maaf ya soal yang tadi..." ucap Nina
setelah meminum birnya.
"Sudahlah
Ibu memang seperti itu, tidak masalah... Lupakan..." ucap Arnold maklum
lalu memberikan semangkuk kecil ramen untuk istrinya.
"Kenapa
kecil?" tanya Nina yang berharap akan memakan ramen ukuran normal.
"Aku
takut kamu gak sadar kalo sudah makan banyak..." ucap Arnold. "Jadi
coba segitu dulu..." sambungnya sambil mengambilkan acar dari kulkas.
"Aku cuma
makan dua suap kok, ini juga nanti gak habis..." jawab Nina lalu meminum
suplemennya dan pil penunda kehamilannya.
"Kamu gak
usah minum pil itu terus, aku bisa keluar di luar atau pakai kondom..."
ucap Arnold lalu meletakkan acarnya.
Nina hanya
mengangguk lalu mulai mengambil sendok untuk mencicipi kuah ramen buatan
suaminya.
"Ah ini
akan lebih enak dengan nori... Tunggu sebentar..." ucap Arnold lalu
mencari nori yang masih ia simpan di dapur.
Tapi tak
selang lama ia datang Nina sudah hampir menghabiskan ramennya dan beberapa
potong acarnya.
"Mau
tambah?" tanya Arnold sambil tersenyum.
"Ini
enak... Enak sekali.. Shh..." puji Nina sambil mengacungkan jempolnya dan
mendesah kepedasan.
Arnold kembali
ke dapur untuk mengambilkan susu coklat dan panci yang masih di isi banyak
ramen.
"Thanks
honey..." ucap Nina sambil merentangkan tangannya untuk menyambut susu
coklatnya.
Nina terus
memakan ramennya dan sudah dua kali tambah di dalam mangkuk kecilnya sementara
suaminya baru menghabiskan setengah dari mangkuknya.
"Sayang,
aku di tolak balai budaya..." ucap Arnold saat istrinya tengah menyendok
acar.
"OMG! Kok
bisa? Bukannya temanmu bilang...."
"Mungkin
aku memang belum pantas ada di sana, selera Dave mungkin berbeda dengan
direkturnya... Tapi tunggu sebentar lagi... Bersabarlah... Aku akan membuktikan
pada ibu dan saudara-saudaramu kalau aku bisa dan layak buat kamu..." ucap
Arnold jujur menceritakan tentang pamerannya yang lagi-lagi gagal pada
istrinya.
"Hari ini
pasti hari yang buruk untukmu..." ucap Nina lalu mengelus bahu suaminya.
"Maaf soal Ibu.. Aku serius... Jangan pikiran omongannya. Kita sudah
menikah selama empat tahun... Aku mau hidup denganmu untuk tahun-tahun
pernikahan selanjutnya..." hibur Nina sambil menatap suaminya dengan
lembut.
"Terimakasih...
Maaf membebanimu..." ucap Arnold lalu memasukkan beberapa nori ke mangkuk
istrinya.
"Bagiku
tidak masalah kamu pameran atau tidak. Yang jadi masalah bagiku waktu kamu
lebih suka melihat wanita lain daripada aku. Aku mau terus kamu cintai, terus
kamu perhatikan dan terus kamu urus..." ucap Nina lalu memasukkan acar ke
mangkuknya. "Kita sudah saling melengkapi... Jangan mundur..."
sambung Nina dengan matanya yang berkaca-kaca.
Aku benci Ibu!
Aku tidak butuh pria baru, aku tidak mau menikahi George! Bisa-bisanya Ibu
seperti itu... Batin Nina sedih dan kesal.
"Aku
tidak benar-benar ingin pameran... Aku hanya ingin membuktikan kalau aku
seniman jadi bukan jadi seniman. Aku ingin di akui Ibumu sebagai menantunya,
atau paling tidak aku mau semua orang tau betapa aku mencintai istriku melebihi
apapun..." ucap Arnold jujur. "Ku harap aku bisa pameran... Pameran
tunggal meskipun hanya sekali dalam seumur hidup..." sambung Arnold
menghibur diri.
Nina hanya
tersenyum maklum lalu memakan ramennya lagi begitu pula dengan Arnold. Nina
mulai menceritakan masalah kantornya dan anak magang di kantornya yang begitu
kaku dan mudah gugup. Arnold juga menceritakan harinya dan pertemuannya dengan
pegawai binatu tadi.
"Aku akan
membuat brand fashionku sendiri, aku sudah sering mendengar keluhan itu. Tapi
tetap saja brand-brand besar itu memaksaku. Ya sudahku terima saja
semua..." jawab Nina sesuai realita yang ada.
Arnold hanya
mengangguk paham. Lalu menghabiskan sisa ramen di panci sebelum semua di makan
Nina dan esok harinya Nina akan marah kalau berat badannya naik.
"Sayang...
Aku juga mau..." rengek Nina.
"Timbang
berat badanmu lalu kemari lagi kalau masih mau... " jawab Arnold yang di
turuti Nina.
"Sayang
aku masih mau... Aku masih bisa menaikkan berat badan setengah kilo
lagi..." ucap Nina semangat.
Arnold
akhirnya pasrah membiarkan istrinya melahap semua ramen yang ada.
"Emmm....
Enak... Aku tau ini tidak sehat, tapi ini enak sekali..." puji Nina dengan
senang.
Arnold hanya
tersenyum mendengar ucapan istrinya yang memuji ramen pedas instannya.
"Lain kali aku beli udang dan cumi... Pasti kamu gak bakal berhenti
makan..." ucap Arnold.
"Ck! Berhentilah membantuku menjadi gendut!" ucap Nina pura-pura kesal tapi tetap saja ia memakan ramennya. [Next]