0
Home  ›  Chapter  ›  Posesif Wife

08. Posesif Wife

08. Posesif Wife-1

Arnold dengan sabar mengurus istrinya terlebih dahulu sebelum membersihkan muntahannya. Tak ada rasa jijik bagi Arnold saat harus mengurus istrinya yang sedang kacau begini. Beberapa kali ia mendengar namanya di panggil dalam igauan istrinya yang menangis dalam lelapnya.

Arnold benar-benar tak bisa marah terlalu lama, mungkin ini adalah kemarahanannya yang paling lama pada istrinya. Satu hari dua malam meninggalkannya dan istrinya harus di terpa masalah kantor sendirian.

Arnold tak henti-hentinya menatap buket bunga yang sudah mengering dan di amankan dalam toples. Ada lintingan kertas berisi janjinya dan Nina. Arnold memang tak paham kenapa Nina melakukan black list padanya. Tapi yang ia tau pasti ada alasan sentimentil sebagai didalamnya.

Istriku susah di tebak... Batin Arnold lalu mengelus pipi Nina yang terasa panas.

Arnold langsung menempelkan plester demam juga mengoleskan minyak angin di leher dan dada istrinya. Tak ada kemarahan lagi dalam hati Arnold. Bahkan ia sudah merasa bersalah karena meninggalkan istrinya yang benar-benar tak bisa sendirian.

"Arnold... Hiks..." panggil Nina lagi.

"Sst... Iya apa..." jawab Arnold sambil mengelus punggung istrinya dan memeluknya agar tenang sambil sesekali menciumnya.

Pagi menjelang siang Nina baru mau membuka matanya. Tercium aroma masakan dari dapurnya. Nina langsung bangun dengan terburu-buru.

"Sayang?!" panggilnya.

"Hai, pagi sayang..." sapa Arnold sambil menumis bumbu supnya.

Nina langsung berlari kepelukan suaminya. Nina langsung membenamkan wajah ke dada Arnold, berusaha menyembunyikan air matanya yang mengalir.

"Maaf ya bikin kamu kacau..." ucap Arnold lembut sambil mengusap punggung istrinya. "Bentar, nanti bumbunya gosong..." sambung Arnold lalu mematikan kompornya.

"Maaf... Aku salah..." ucap Nina penuh sesal sampai tak bisa bicara apa-apa lagi, terlalu emosional.

"Cup... Cup... Iya sayang..." jawab Arnold lalu menggendong Nina di depan layaknya anak-anak.

Tapi baru saja Arnold akan melangkahkan kakinya ke kamar, suara bel apartemennya berbunyi.

"Turun dulu ya?" tanya Arnold yang langsung di jawab dengan gelengan kepala.

Akhirnya mau tidak mau Arnold menggendong istrinya sambil membukakan pintu.

"Hai, ada apa?" sapa Arnold ramah begitu melihat George yang datang.

George tampak terkejut dan seketika kaku saat melihat betapa manjanya Nina dan cara Arnold memperlakukannya. "Em itu... Aku... Ini... Ku bawakan bubur... Mamaku yang memasaknya..." ucap George gugup.

"Oh iya, terimakasih..." jawab Arnold yang kesulitan menerima termos wadah bubur dari Arnold. "Kebetulan aku mau memasak sup... Istriku demam... Mau ikut makan bersama kami?" tanya Arnold menyambut George dengan hangat.

"Ya, tentu saja..." jawab George lalu melangkah masuk.

"Jadi kamu calon suaminya Nina itu?" tanya Arnold setelah menurunkan istrinya tapi tidak lama istrinya kembali menempel padanya sambil memeluk punggungnya.

George tampak kaget mendengar pertanyaan Arnold yang begitu santai saat tau ia adalah orang ke tiga dalam rumah tangganya.

"Tidak usah kaget. Aku sudah dengar dari mertuaku... Kami selalu di suruh bercerai... Kamu bukan yang pertama, kemarin ada pilot, lalu ada jaksa, ada juga pengusaha baru bara..." ucap Arnold yang di angguki Nina.

"Sayang, aku mau ramen pedas saja..." pinta Nina.

Baca juga Bab 39 – Positiv

"Besok ya kalo dah gak demam, oke?" larang Arnold lembut sambil melanjutkan masaknya. "Tolong ambilman minum untuk tamunya..." pinta Arnold.

"Gelasnya dimana?" tanya Nina.

"Lemari gantung nomer dua dari kanan..." jawab Arnold.

"Di kasih minum apa?" tanya Nina lagi.

"Ya di tanya dong mau minum apa..." jawab Arnold.

"Kamu minum air putih aja ya..." ucap Nina yang hanya memberikan gelas kosong karena ada teko air putih di meja makan.

Arnold hanya tersenyum memperhatikan istrinya yang sama sekali tidak peduli dengan tamunya.

"Kemarin aku dan istrimu ke kantor polisi, kami mencarimu seperti mencari orang hilang..." ucap George buka suara.

Arnold langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan George, ia tak menyangka istrinya akan melakukan hal itu.

"Aku panik..." ucap Nina membela diri sambil memeluk suaminya lagi.

"Iya iya..." jawab Arnold lalu mencium pipi istrinya. "Sana duduk dulu biar aku siap-siap..." sambung Arnold yang di angguki Nina.

"Tapi aku mau bantu..." ucap Nina.

"Ya sudah tolong pindahkan buburnya ke mangkuk ya..." pinta Arnold yang langsung di angguki Nina meskipun tangannya bergetar dan tak sengaja menumpahkan buburnya.

"Tenang..." ucap Arnold sambil memegangi tangan Nina dan membantunya menuang dengan baik. "Kalo gak enak badan di kamar aja ya..."

"Enggak aku gapapa..." tolak Nina.

Ya wajar kalau Nina mencari-cari suaminya... Batin George saat melihat betapa sabar dan perhatiannya Arnold. Salah paling pencitraan! George langsung menepis pikirannya barusan.

●●●

Usai makan bersama, Nina masih memegangi tangan suaminya yang ia peluk sambil mendengarkan obrolan membosankan suaminya dan George yang tak pulang-pulang.

"Sayang sudah ngobrolnya..." bisik Nina yang sudah tak sabar ingin kembali memeluk suaminya dengan bebas.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Maaf ya istriku sudah merepotkanmu..." ucap Arnold tidak enak hati.

"George, pulanglah... Termosnyakan sudah bersih juga... Aku mau istirahat... " usir Nina to the poin.

"Ah iya maaf mengganggu..." ucap George yang sebenarnya masih ingin banyak mengobrol dengan Arnold.

Setelah mengantar tamunya keluar Arnold kembali di kudeta istrinya. Arnold benar-benar tidak boleh pergi lagi. Bahkan ke toilet sekalipun rasanya Nina ingin ikut juga.

"Jadi kenapa aku di black list?" tanya Arnold sambil mengelus kepala Nina yang tiduran berbantal dadanya.

"A-aku... Aku... Gak mau kamu pergi-pergi, jadi orang sibuk, aku mau kamu di rumah saja sama aku..." jawab Nina jujur.

"Tapi kamu kenapa ikut seneng?" tanya Arnold lagi.

"Aku gak mau kamu merasa gak berguna... Jujur aku gak masalah dan gak memikirkan omongan ibu soal kamu... Yang menjalani hubungan rumah tanggakan kita..." jawab Nina. "Aku mau jadi istri yang baik dan kasih suport ke kamu. Maaf aku sudah terlalu egois... Jangan pergi lagi ya..." sambung Nina.

Arnold hanya menghela nafasnya dengan berat lalu mengangguk dan mencium kening istrinya.

"Aku gitu soalnya cinta kamu... Jadi apapun yang kamu lakukan cuma boleh buat aku... Harusnya kamu sudah paham itu... " ucap Nina sambil memegang pipi suaminya untuk mencium bibirnya.

"Jadi aku sama sekali tidak boleh pameran?" tanya Arnold.

"Aku akan mengatur pameranmu di galeri tempatku saja... Tapi tidak boleh di jual..." ucap Nina mewanti-wanti.

"Aku pengen kasih kamu sesuatu dari hasil karyaku..."

"Semua karyamu itu sepesial, limited edison! Semuanya tentang aku, jadi tidak boleh! Tidak boleh di jual!" potong Nina yang langsung marah dengan suaranya yang bergetar.

Arnold hanya diam sambil mendekap istrinya. Sekarang ia sedikit paham kalau Nina tidak hanya posesif padanya tapi juga pada karyanya. Nina benar-benar menjaganya agar ia tak di miliki yang lain. Bahkan sekalipun Nina harus membangun sebuah gedung hanya untuk menyimpan dan mempajang karyanya saja. Itu lebih di pilih Nina dari pada harus menjualnya.

"Aku ada bisnis pakaian, skin care, makanan ringan, karaoke, sahamku juga banyak, kamu tidak usah bekerja. Cukup fokus denganku saja... Dengan... A-an-anak... Anak kita nanti..." ucap Nina yang makin pelan karena ini kali pertamanya membahas soal anak.

Arnold cukup terkejut mendengar ucapan istrinya soal anak. Karena terakhir Arnold ingat istrinya baru mau punya anak saat sudah menjadi direktur utama.

"Anak?!" pekik Arnold tak percaya dan sangat senang dengan apa yang di ucapkan istrinya barusan. "Apa kita akan adopsi?" tanya Arnold antusias.

"Apa kamu meragukan rahimku?" ucap Nina yang balik tanya.

"Jadi kamu mau hamil? Benarkah?" tanya Arnold yang langsung di angguki istrinya. "Ini pasti hanya mimpi..." gumam Arnold.

Plak! Nina langsung menampar wajah suaminya.

"Aw!" pakik Arnold pelan.

"Bukan mimpi..." ucap Nina. "Aku sudah memikirkannya... Ku rasa sebaiknya kita segera memiliki anak sebelum tubuhku tidak kuat lagi untuk hamil..." sambung Nina dengan malu-malu.

"Kamu yakin? Kali ini bukan cuma buat bikin aku senangkan?" tanya Arnold tak yakin.

"Aku serius sayang... Mungkin minggu ini kita bisa mulai konsultasi dan menjalani program... Aku sudah berhenti minum pilnya juga... " jawab Nina.

"Mulutmu terlalu manis untuk di percaya..." sindir Arnold.

Nina langsung mencubit pinggang suaminya. "Sayang!" pekiknya tak terima dengan sindiran Arnold.

"Apa? Ini terlalu manis untuk menjadi nyata..." ucap Arnold terus terang dan sedikit sedih.

"Aku jujur kali ini sayang..." ucap Nina memelas yang hanya di angguki Arnold. [Next]

08. Posesif Wife-2


13
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share