11. Posesif Wife
Seharian
berita tentang Nina yang menghajar seorang pria yang di duga masih duduk di
bangku SMA menjadi viral. Nyaris semua orang menghujatnya. Tak terkecuali
ibunya yang ikut menghujat di media sosialnya. Sampai akhirnya Nina di proses
di kantor polisi.
Nina di temani
suaminya tampak santai dan tenang seperti biasa saat di introgasi hampir dua
jam itu. Nina juga melayani permintaan para polisi yang menginterogasinya untuk
foto bersama, Nina juga mau membuat sebuah video singkat untuk mengucapkan
selamat ulang tahun untuk salah satu anak polisi yang ada di sana.
"Oke
langsung saja ya..." ucap Nina membuka konfrensi pers di
halaman kantor polisi secara sederhana. Hanya ada kursi plastik dan meja
sederhana.
Semua kamera
bersiap mengabadikan, tangan-tangan para reporter yang menyodorkan alat perekam
juga langsung siap terangkat padanya. Dengan senyum ramah yang mengembang Nina
mengambil semua alat rekam dan meletakkannya di meja agar dekat dengannya.
"Silahkan
tanya..." ucap Nina ramah.
Nina
mendengarkan semua pertanyaan lalu berusaha menjelaskan sebaik yang ia bisa dan
tentu saja hanya menjawab sesuai yang ia alami.
"Jadi
waktu itu saya pulang lebih awal dari kantor, rencananya saya mau istirahat
soalnya saya sempat down karena program hamil yang saya ikuti
gagal. Ya jadi haid saya kali ini bikin sedih sekali..." jelas Nina lalu
menarik nafas panjang. "Saya beli pembalut di minimarket dekat apartemen
saya sebelum pulang. Nah saya ketemu sama anak-anak SMA itu. Saya denger si
cewek minta tanggung jawab, eh si cowok malah suruh aborsi dan marah-marah
sampai ceweknya nangis..." sambung Nina lalu terdiam cukup lama dan menundukkan
kepalanya.
Suara kamera
dan bisik para wartawan, berdengung layaknya lebah di telinga Nina.
"Jadi
karena saya juga wanita, saya merasa apa yang dia ucapkan itu terlalu jahat.
Apa lagi saya ingin sekali menjadi seorang ibu... Tapi mereka, maaf maksudnya
pria itu malah menyuruh pacarnya untuk aborsi. Bagiku itu tidak bisa
dimaafkan... Maaf aku terlalu emosional... Tapi aku tidak mendukung adanya
aborsi, mungkin kalau itu terjadi karena pemerkosaan aku masih bisa maklum.
Tapi ini... Ini terjadi karena tindakan saling suka... Jadi aku melakukannya
agar pria itu mau bertanggung jawab dan tidak lari begitu saja meninggalkan
wanita malang itu menanggung semuanya sendiri..." ucap Nina setelah cukup
tenang.
Nina langsung
memakai kacamata hitamnya lagi untuk menutupi matanya yang berkaca-kaca.
"Saya
juga salah karena melakukan penyerangan. Saya tidak marah karena hujatan itu...
Saya pasti juga akan melakukan hal yang sama kalau mendengar berita serupa...
Mohon maaf atas kekacauan ini... Maaf atas tindakan gegabah dan emosional
saya..." ucap Nina menyudahi acara konferensi persnya setelah membungkuk
memberi hormat.
Arnold
langsung merangkul dan mengawalnya masuk kedalam mobil sambil di ikuti wartawan
yang terus mengejar dan para polisi tang ikut mengamankan.
"Aku
salah ya?" tanya Nina pada suaminya yang tengah menyetir menjauhi lokasi.
"Tidak...
Kamu sudah benar..." jawab Arnold sambil tersenyum lembut agar istrinya
tenang. "Kita pulang?" tanya Arnold.
"Ya,
tolong bilang dokter kita konsultasi nanti sore..." pinta Nina.
●●●
Nina dan
Arnold kompak untuk tidak menonton televisi atau mengecek ponsel masing-masing.
Terlebih pihak kantor memberikan cuti selama seminggu full untuk
Nina. Jadilah keduanya hanya fokus memperhatikan satu sama lain dan
menghabiskan waktu untuk membahas masa depan.
Nina yang
meminta untuk liburan meskipun tidak bisa berhubungan intim karena tengah haid
tetap berusaha menghibur diri. Di temani suaminya Nina menghabiskan waktu dan
membelanjakan uangnya di Paris. Juga mengunjungi galeri dan museum, menikmati
makanan dan cemilan khas. Tentu saja Nina membeli beberapa oleh-oleh untuk
teman-temannya.
Arnold selalu
menjadi juru foto setia istrinya. Mulai membuat video sampai foto-foto cantik
istrinya saat di tempat-tempat yang ia kunjungi. Sampai akhirnya mereka sampai
di Indonesia kembali dengan perasaan yang lebih baik dan bahagia.
"Aku
pengen pindah, aku pengen tinggal di rumah kita sendiri..." ucap Nina.
"Ya...
Kita bakal bikin rumah..." ucap Arnold menyetujui.
"Kamu
boleh pakai gedung utama di galeri tempatku, tapi cuma lima hari... Penjualan
cuma boleh waktu hari pertama!" ucap Nina sedikit ketus saat memberi
kejutan kecil untuk suaminya.
"Benarkah?!"
pekik Arnold tak percaya dengan apa yang barusan di ucapkan istrinya.
"Iya!
Semoga gak ada yang laku!" jawab Nina apa adanya.
Arnold
langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan istrinya. Perasaannya sangat
senang dengan apa yang istrinya lakukan saat ini. Ia bahkan tidak memikirkan
bagaimana penjualannya lagi, yang penting ia pernah memamerkan karyanya.
"Konfrensi
pers harus ada aku! Bilang yang jelas aku istrimu! Semua lukisanmu inspirasinya
dari aku! Ingat ya!" pesan Nina yang makin membuat Arnold senang.
"Kapan
pamerannya?" tanya Arnold antusias dengan senyumnya yang seolah tak akan
hilang dari wajah sumringah itu.
"Bulan
depan, MoU bakal di kirim ke email-mu... Aku istri yang baik
dan keren, di katalog harus ada namaku yang jelas dan besar!" jawab Nina
yang masih saja menuntut pada suaminya, meskipun itu tidak perlu di lakukan nya
Arnold pasti melakukan semuanya.
Arnold hanya
mengangguk lalu mencium kening istrinya. "Rasanya cuma bilang terimakasih
tidak cukup buat semua yang sudah kamu lakukan... " ucap Arnold terharu.
"Kejutanku
hebatkan?" bisik Nina sambil memeluk suaminya. Arnold hanya mengangguk tak
menyangka apa yang istrinya siapkan untuknya.
Ia makin tak
menyangka saat ada surat MoU yang masuk ke emailnya saat di
cek. A+ galeri, satu-satunya galeri yang tak pernah ia pikirkan untuk
memasukkan karyanya kesana. Terlalu berkelas, menyaring seniman dengan kualitas
premium yang benar-benar teruji ruang dan waktu, juga jam terbang yang tinggi.
Sangat tidak sepadan dengannya.
"Pasang
harga yang paling mahal. Minimal 1M... Aku tidak mau lukisan tentang aku di
jual begitu saja..." ucap Nina lalu mengecup pipi suaminya dengan lembut.
"Apa ini
baik-baik saja?" tanya Arnold ragu, Nina langsung menaikkan sebelah
alisnya tak percaya dengan apa yang Arnold tanyakan. "Maksudku, aku ini
pendatang baru, tidak punya nama, tidak punya apa-apa selain hidup menumpang
pada istriku. Aku hanya benalu dalam wujud manusia..." Nina langsung
menggelengkan kepalanya menepis ucapan suaminya yang malah tampak sedih.
"Bukan...
Tidak... Tidak begitu..." sela Nina.
"Akan
menjadi imaj buruk bagimu kalau membiarkan aku pameran di sana, apa kata
semuanya kalau tau suamimu itu aku? Aku tidak mau merusak karirmu..."
jelas Arnold terus terang lalu menggenggam tangan istrinya.
"Enggak! Gapapa! Kamu harus pameran! Harus!" ucap Nina kekeh. [Next]