0
Home  ›  Chapter  ›  Posesif Wife

05. Posesif Wife

05. Posesif Wife-1

Flash back

"Kalau hujan gini susah cari makan..." ucap Arnold menjelaskan keadaan di sekitar kiosnya pada Nina.

"Gimana Pa, aku gak bawa payung juga..." ucap Nina pada ayahnya.

"Gini, tunggu dulu biar aku yang masak saja... " ucap Arnold semangat.

Nina dan Papanya hanya mengangguk pelan lalu kembali duduk sambil memandangi suasana hujan dari kios sementara Arnold sibuk membuat mie instan.

"Aku cuma ada mie instan, Om gapapa makan mie instan?" tanya Arnold memastikan Anton, ayah Nina tak masalah.

"Tidak masalah..." jawab Anton dengan santai.

Arnold mengambil meja plastik dan menyajikan masakannya ke atas piring-piring alumunium. Arnold juga mengambilkan air mineral untuk tamu istimewanya kali ini.

"Maaf hanya ada ini..." ucap Arnold.

"Nina sudah cerita soal kamu, pekerjaanmu tidak baik. Kamu pasti juga sudah tau bagaimana sifat Ninaku ini..." ucap Anton sambil menatap Arnold.

"Maaf Om..." Arnold langsung tampak murung dengan ucapan Anton.

"Dulu aku juga begitu saat menikahi Veronica... Nina bilang, kamu menemaninya saat di rumah sakit, Nina bilang kamu semangati dia. Aku dan Veronica atau Gio kakaknya tidak pernah melihat Nina sebahagia ini..." ucap Anton. "Coba tunjukkan keseriusanmu, mungkin aku akan merestuimu..." sambung Anton lalu memakan mie instan buatan Arnold.

Arnold hanya mengangguk dengan senyum sumringahnya. Nina juga hanya menundukkan kepalanya menyembunyikan senyum bahagianya.

●●●

Beberapa bulan setelah menjalin hubungan dengan serius dan bekerja keras untuk menikahi Nina. Arnold akhirnya merenovasi kiosnya dan membeli peralatan makan yang lebih layak. Arnold hanya ingin calon mertuanya yakin padanya. Arnold tak pernah memikirkan dirinya, baginya ia hanya perlu menabung dan bekerja keras untuk memperistri Nina. Bahkan sampai badannya tampak makin kurus.

"Kiosmu berkembang ya..." puji Anton.

"Iya Om... Begitulah..." ucap Arnold sambil tersenyum bangga.

"Aku lapar..."

"K-kalau tidak keberatan aku memasak sup..." potong Arnold, Anton hanya menaikkan sebelah alisnya. "Aku tambahkan beberapa potong jamur, tidak ada protein hewani... " sambung Arnold.

Anton hanya tertawa kecil mendengar ucapan Arnold. Sementara Nina hanya menggandengnya dan melihat bagaimana interaksi orang tua dan calon suaminya.

"Ibunya Nina itu orangnya perfeksionis, akan sangat sulit membuatnya merestuimu..."

"Papa tapi setuju kan?!" potong Nina yang di angguki Anton. "Papa bantu dong biar Ibu mau... " rengek Nina.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Arnold tampak begitu senang dan bahagia dengan sambutan Anton yang mau menerima apa adanya. Bahkan saat tau ia hanya sebatang kara dan hidup susah.

End flash back

Arnold tampak begitu senang saat mengingat betapa baik ayah mertuanya dulu. Sayang usianya tidak panjang. Rasanya masih teringat jelas saat resepsi dulu, ayah mertuanya malah memuji supnya dulu dari pada masakan cheff favorit ibu mertuanya.

Hanya Nina dan mendiang ayah mertuanya yang bisa mengapresiasi nya dengan baik. Bahkan saat Arnold berharap cukup di manusia kan saja, ayah mertuanya memberikan lebih dengan memajang seketsa karikatur nya dan Nina di ruang tamu.

Lamunan Arnold mulai terpecah saat mendengar suara bel di apartemennya yang menariknya ke kehidupan nyata.

"Ya, tunggu sebentar..." ucap Arnold lalu mengeringkan tangannya dan membukakan pintu.

"Dave? Apa kabar? Ada apa sampai datang kemari?" tanya Arnold ramah sambil mempersilahkan tamunya masuk.

"Ada yang mau beli lukisanmu ini..." ucap Dave sambil mengeluarkan pos card yang ia print dengan lukisan Arnold. "Sebentar..." ucapnya sambil memilih gambar. "Nah yang ini, ini, sama ini..." sambungnya sambil menunjukkan lukisan yang di tawar.

"Di tawar berapa?" tanya Arnold sambil memperhatikan gambar yang di pilih.

"15-20 juta... Gimana?"

"Ah gak lah. Terlalu murah. Model lukisannya mahal itu..." jawab Arnold mempertimbangkan lalu ke dapur untuk membuatkan minuman. "Sudah sarapan? Aku punya roti isi..." ucap Arnold menawari tamunya.

"Boleh-boleh..." jawab Dave tak fokus sambil mengecek ponselnya. "Halo pak Andi, ini lukisannya harga segitu terlalu murah. Naikin sedikit lah Pak... Beli aset negara ini..." ucap Dave melobi kolektornya.

Aset negara katanya... Batin Arnold geli mendengar ucapan Dave.

"Bilang sama senimannya kalau 35 juta mau tidak?"

Arnold langsung menggeleng.

"Katanya gak mau Pak..." ucap Dave menyambungkan maksud Arnold.

"Argh keras kepala... Ya sudah ini penawaran tertinggi saya 100..."

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Arnold langsung menggeleng. "Maaf tidak di jual... Lukisan itu memiliki arti yang dalam bagi istriku..." ucap Arnold mengambil alih telfon.

"Istriku sudah sangat menginginkan lukisanmu itu..." ucapnya ngotot.

"Maaf tidak bisa..." tolak Arnold.

"150 juta..."

"Carilah pelukis lain..." ucap Arnold lalu menutup telfonnya.

Dave hanya bisa menganga tak percaya Arnold menolak tawaran sebagus itu, bahkan Dave tak pernah menjual lukisan semahal itu sebelumnya, terlebih untuk ukuran lukisan yang terbilang kecil.

"Makanlah..." ucap Arnold mempersilahkan tamunya memakan roti buatannya.

"Gila! Dia anak yang punya majalah V Magazine! Kok di tolak?!" pekik Dave tak percaya.

"Istriku juga kerja di sana..." ucap Arnold lalu mengeluarkan majalah dari V Magazine yang menampilkan Nina sebagai sampulnya. "Dia modelku... Cuma 150 juta mana nutup modalku..." sambung Arnold.

"Anggap saja ini batu loncatanmu..." ucap Dave.

"Batu loncatan apanya? Dia kemarin beli kandang hamster buat anaknya saja harganya lebih mahal dari itu..." jawab Arnold santai.

"Yah... Tapi setelah apa yang kamu lakukan apa dia masih mau hubungi kita?"

"Ya kalau masih jodoh pasti dihubungi..." jawab Arnold lalu melanjutkan aktivitas mencuci piring.

●●●

Nina tampak sangat jengah pada tamunya siang ini. Ibunya nekat datang ke kantor dan mengajaknya makan siang bersama. Awalnya memang Nina senang dengan ajakan ibunya, tapi tak lama George datang dengan bunga untuknya.

"Aku belum mati, tidak perlu bunga..." tolak Nina lalu meletakkan bunga pemberian Arnold di meja. "Kalau tidak keberatan, aku masih ada kerjaan... Aku harus pergi..." sambung Nina lalu melangkah pergi meninggalkan George dan ibunya.

Cantik, misterius, wanita yang menarik... Batin George menilai Nina.

"Maaf ya... Biasanya Nina gak gitu..." ucap Veronica tidak enak hati pada George.

"Apa Nina masih punya pasangan?" tanya George.

"Sebentar lagi cerai... Tenang saja... Tolong bantu Nina move on ya..." jawab Veronica.

Pria bodoh mana yang tega menceraikan wanita seperti Nina... Batin George ikut sedih mendengar jawaban Veronica soal perceraian Nina mendatang.

"Ck bagaimana bisa ada pria yang mau menceraikannya?" George tak percaya.

"Nina yang menceraikannya. Suaminya benalu, hanya seniman kere yang lukisannya tidak pernah laku. Tiap hari kerjanya hanya melukis dan mengurus rumah tangga. Dia juga belum pernah menafkahi putriku dengan baik, kalau Nina tidak bekerja mungkin dia sudah hidup susah sekarang..." jelas Veronica yang sedih melihat bagaimana nasip putrinya saat ini.

George tampak geram mendengar cerita Veronica. Apalagi saat ia sekarang sudah mulai jatuh hati pada Nina dan sudah sangat setuju untuk berkencan dengan Nina. Apa lagi ekspetasi orang tuanya dan Veronica sangat tinggi agar ia dapat serius dengan Nina.

"Tolong bantu Nina agar bisa tegas dan yakin dengan hubungan ini... Setidaknya agar dia tidak perlu kerja rodi lagi untuk suaminya..." pinta Veronica.

George hanya mengangguk pelan dengan alisnya yang bertaut menyusun rencana untuk mendekati Nina dan mencuri hatinya. [Next]

05. Posesif Wife-2


13
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share