Bab 07 – Amira Pergi
Dipta
terlihat sengaja pulang lebih awal dan menyudahi kegiatan bisnisnya jauh lebih
cepat agar bisa menghabiskan banyak waktu bersama Amira. Amira masih berkabung,
tapi kali ini ia terlihat jauh lebih baik. Mungkin karena Dipta yang selalu ada
untuknya ditambah pula dengan ponselnya yang di kembalikan.
Sejujurnya Amira sendiri juga curgia soal
tubuhnya yang tak kunjung datang bulan. Tapi mengingat dulu ia juga sempat berhenti mens tiap
kali stres terutama saat ujian akhir jadi ia menganggap ini hal yang sama. Ayahnya
meninggal, ia masih harus menyelesaikan kontrak, lalu masih menyibukkan diri
dengan belajar. Tentu terlalu banyak faktor pemicu stressnya.
“Amira…”
panggil Dipta sembari mengibaskan tangannya mengajak Amira naik ke atas menuju
tempat kerjanya.
Amira
langsung mengikuti Dipta. Amira sudah berpikir jika Dipta akan minta untuk di
puaskan mengingat beberapa hari bahkan hamir dua minggu ini Dipta tak meminta
untuk dipuaskan sama sekali. Amira juga di ijinkan hanya diam dikamarnya selama
ini. Tapi itu kan karena ia sedang sakit. Amira jadi bertanya-tanya.
“Amira,
Kakakmu menggadaikan rumahmu. Tolong jangan terkejut atau sedih,” ucap Dipta
begitu Amira masuk dan duduk di sofa tepat di sampingnya.
“Hah?!”
kaget Amira dan hanya respon itu yang bisa ia berikan. Tentu saja mustahil jika
Amira tidak terkejut atau sedih. Ia sudah tak punya siapa-siapa lagi dan
kakaknya nekat seperti ini ditambah rumah…Oh! Amira bahkan tak punya tempat
untuk kembali lagi.
“Aku juga
baru tau setelah pemakaman Ayahmu, kamu masih berkabung aku bingung bagaimana
harus memberitaumu,” ucap Dipta sembari mengusap wajahnya.
“L-lalu…lalu
sekarang aku bagaimana?” panik Amira lalu keluar dari ruangan Dipta tak cukup
hanya keluar dari sana Amira juga langsung bergegas pergi keluar dari rumah
Dipta bergegas pulang ke rumahnya dengan bekal seadanya yang ia punya di
kantungnya.
Dipta
langsung pergi mengejar Amira. Tapi saat ia sampai di luar Amira sudah jauh
pergi ke rumahnya dengan ojek. Jadi Dipta kembali masuk dan mengambil mobilnya
untuk mengejar Amira. Perasaan Dipta sudah kalang kabut takut jika Amira pergi,
khawatir jika gadis itu kenapa-napa.
***
“Amira!”
seru Putri yang sudah hampir 2 bulan tak bertemu dengan Amira.
“Putri!”
seru Amira lalu menghampiri sahabatnya itu dengan airmata yang langsung berurai
tak dapat ia bendung.
“Aku liat
rumahmu disita, minggu lalu katanya mau dirobohin. Jadi aku ambilin
barang-barangmu yang bisa di selamatin,” ucap Putri sembari menemani Amira
melihat rumahnya yang tinggal puing-puing.
Amira
begitu lemas semuanya hancur tak bersisa. Beruntung ia masih memiliki sahabat
yang begitu baik padanya. Putri yang tau jika Amira begitu terpukul langsung
mengajaknya ke rumah. Putri begitu khawatir pada Amira yang tak bisa di hubungi
juga kondisi fisiknya yang banyak berubah. Meskipun memang Amira jadi tampak
lebih fresh dan gemuk dari sebelumnya.
“Amira!”
panggil Dipta yang melihat Amira pergi berboncengan dengan Putri yang ia sangka
seorang pria. Amira sama sekali tak menoleh, karena motor modifan milik Putri
yang berisik.
Dipta terus
mengikuti sampai akhirnya berhenti didepan rumah Putri. Amira langsung masuk
begitu saja. Dipta ingin ikut masuk tapi ia bingung akan beralasan apa jadi ia
memilih untuk menunggu diluar. Awalnya Dipta mengira Amira hanya akan sebentar
di dalam, ternyata jauh diluar dugaannya Amira hampir sampai malam ada disana.
“Aku
bingung harus bagaimana, membawa semua ini kemana,” ucap Amira yang melihat
barang-barangnya.
“Sudah biar
disini saja dulu, nanti kalau kamu udah ada rumah apa kos baru pindah gapapa,”
ucap Bu Lia, orang tua Putri yang pengertian pada Amira. “Ni tadi Ibu bikin
ayam kecap, makan ya. Makan yang banyak,” sambungnya sebelum pergi ke keluar
untuk menutup gerbang.
“Ah iya,
aku perlu mengabari Tuanku dulu,” ucap Amira yang teringat pada Dipta.
***
Dipta
melihat pesan dari Amira yang meminta memberitau jika ia akan menginap semalam
dirumah temannya Putri. Tapi Dipta yang sudah terlanjur salah paham begitu
kecewa dan cemburu langsung pergi dari sana. Pikirannya sudah kacau duluan ia
juga enggan mendatangi Amira meskipun hanya beberapa langkah saja dari
tempatnya parkir sekarang.
Dipta jadi
mulai meragukan Amira dan kejujurannya. Dipta khawatir kalau ternyata Amira
bukan hamil anaknya. Dipta jadi meragukan dirinya sendiri dan merasa di
khianati meskipun ia yakin jika ia sendiri yang merenggut keperawanan Amira.
Begitu
Dipta sampai dirumah pun ia tak bisa tidur atau santai. Entah berapa banyak
minuman beralkohol itu ia tenggak, tapi efeknya tak kunjung terasa. Jangankan
mengantuk, pusingpun tidak. Hingga pagi menjelang kantuk sama sekali tak
datang.
Sangat
berbeda dengan Amira yang bisa tidur nyenyak dan makan enak. Meskipun paginya
ia harus mengalami morning sicknes hingga begitu lemas. Amira berusaha kuat
tapi biasanya jika ia mengalami hal seperti ini Dipta akan memeluknya dan
menggendongnya ke kamar. Amira jadi merindukan Dipta.
“Amira,
nanti kita uji coba try out yuk! Aku daftar online buat dua orang!” ajak Putri
dengan semangat.
Amira
langsung mengangguk, meskipun sebenarnya ia sudah ingin segera pulang menemui
Dipta.
“Nanti
habis try out aku anter pulang ke rumah tuanmu itu,” ucap Putri yang kembali di
angguki Amira sembari mengelus perutnya sendiri yang biasanya di elus Dipta.
Amira
menikmati sarapannya bersama Putri dan Bu Lia. Menikmati nasi uduk dan teh
hangat lalu bersiap pergi ke tempat try out ujian masuk ke perguruan tinggi.
Amira cukup gugup tapi ia berusaha keras mengerahkan segala usahanya selama
ini. Amira ingin kuliah setelah ini semua, hidupnya harus terus berlanjut dan
ia harus memiliki masadepan yang baik.
Amira juga
ingin menunjukkan hasil try outnya nanti pada Dipta agar tuannya itu sedikit
bangga padanya. Mungkin juga Amira bisa dapat beasiswa darinya, pikir Amira
penuh harap.
“Habis ini
gimana?” tanya Amira.
“Kita
tunggu hasilnya dulu,” ucap Putri sembari mengajak Amira jajan.
Amira
biasanya suka jajan, semua makanan yang ada di sekitar tempatnya try out adalah
jajanan kesukaannya. Tapi Amira kali ini merasa pusing dan mual. Karena
bau-bauan yang kini terasa begitu menyengat di hidungnya.
“Ya ampun,
biasanya aku gak gini…” gumam Amira yang memilih hanya memakan biskuit saja dan
es milo.
Amira terus
duduk menunggu sementara Putri banyak bercerita dengannya. Amira memandangi
keluar sesekali, sejenak berharap jika Dipta lewat. Amira merindukan tuannya,
entah atas dasar apa tapi kali ini ia sangat merindukannya.
“Amira,
Tuanmu itu baik kan?” tanya Putri tiba-tiba.
Amira
mengangguk pelan lalu menghela nafas. “Baik, Ayah dapat asuransi darinya. Aku
juga dibuatkan asuransi. Aku diberi makan dengan baik, diberi kamar yang bagus
juga,” jawab Amira dengan senyum yang mulai berseri. “Awalnya memang dia
menyebalkan, tapi Tuan itu orang yang sangat perhatian dan tertutup.”
Putri
mendengarkan cerita Amira dengan perasaan yang lega sekarang. Ia tak perlu
mengkhawatirkan Amira terlalu dalam, Amira bisa menjaga dirinya.
“Nanti
kalau kontrakku habis, semoga aku bisa punya tempat tinggal sendiri,” ucap
Amira yang di angguki Putri.
“Amiin,”
jawab Putri mengamini harapan Amira.
“Ini
pengumuman rankingnya ya, sertifikatnya bisa diambil disebelah sana!” teriak
panitia acara memberi pengumuman.