0
Home  ›  Chapter  ›  Master's Pet

Bab 06 – Runtuh

 

Bab 06 – Runtuh-1

Dipta mulai merasa ada yang aneh pada dirinya. Ia harusnya tak terikat dengan Amira hanya karena menidurinya. Tapi setelah sempat mengobrol dengannya sebelumnya dan permintaan maaf tadi pagi juga kegiatan semalam. Hatinya jadi berantakan. Antara takut di tinggalkan dan senang karena Amira memohon padanya.

Tapi begitu Dipta mengingat jika Amira hanya akan baik dan memohon padanya karena ada maunya perasaannya jadi sedikit sakit. Sudah lama ia tidak merasa senang, merasa dicintai dan butuhkan sebelumnya. Dipta mulai bertanya-tanya apakah Amira akan tetap tunduk dan baik padanya jika kontrak tiga bulannya habis.

Tapi lain Dipta lain pula dengan Amira yang kali ini mendapat akses internet di rumah Dipta. Dipta mungkin memang menyita ponselnya, tapi sebagai gantinya ia memang menyediakan komputer lengkap dengan sambungan internetnya yang bisa di akses Amira. Amira mulai masuk ke emailnya dan membaca pesan jika ia bisa ikut pendaftaran kuliah.

Amira mulai mencari diinternet segala hal yang perlu dipersiapkan untuk mendaftar kuliah. Mulai tes ujian masuk, soal-soal, materi ujian yang berbeda dari yang sudah ia pelajari di SMA dulu, semua ia cari dan mulai ia catat di kertas buku telfon yang ada di kamarnya dengan pensil seadanya. Amira mulai coba menyibukkan dirinya dari rasa kesepian karena di tinggal Dipta bekerja dan terus kepikiran dengan Ayahnya.

Amira juga mulai sibuk mencari lowongan kerja karena tau cepat atau lambat setelah kontraknya selesai ia bisa dibuang kapan saja. Tak ada jaminan atas hidupnya setelah ini. Apalagi ia juga sempat salah bicara hingga Dipta marah padanya.

Seharian Amira terus sibuk di kamarnya sembari sesekali keluar untuk mengecek apakah Dipta sudah pulang lalu kembali ke kamarnya, kembali keluar lagi untuk makan dan masuk lagi ke kamarnya. Amira juga mencoba latihan-latihan soal yang ada di internet. Tapi setelah semuanya ia merasa begitu bosan dan merindukan Dipta.

Aneh, Amira merasa bosan untuk belajar bahkan sampai merindukan Dipta segala. Anehnya lagi Amira juga sampai menangis sendiri dan ketiduran entah karena apa. Mungkin karena sudah terlalu lama di kurung atau faktor lain.

Namun belum lama Amira tidur tiba-tiba kepala pelayan datang membangunkannya. Kali ini bukan karena Dipta sudah pulang dan perlu menyambutnya. Namun kabar kalau ayahnya meninggal setelah mendapat perawatan secara intensiv di rumah sakit.

Amira menangis sejadi-jadinya di rumah, sampai akhirnya ia di antar ke rumah sakit untuk melihat ayahnya yang sudah tak bernyawa. Amira benar-benar sedih, kecewa, marah dan mulai merutuki banyak hal. Dunianya terasa runtuh begitu ia sadar sekarang ia benar-benar sendirian.

“Ayah!” jerit Amira histeris.

***

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Dipta yang semula ingin sedikit menjaga jarak dari Amira dan menetap sedikit lebih lama di Jogja memutuskan untuk langsung pulang. Tak ada sambutan hangat dari Amira tentunya ketika ia sampai rumah. Begitu ia sampai di rumah sakitpun Amira juga hanya sedirian.

Dipta sudah berharap jika ia menunggu sedikit lebih lama akan ada keluarga yang datang. Tapi nyatanya tak ada orang yang datang satupun kesana. Sampai akhirnya Amira memutuskan untuk pemakaman yang cepat sesuai wasiat mendiang ayahnya dulu.

“Amira…” lirih Dipta yang menurunkan sedikit egonya di hari penuh duka ini untuk Amira.

Amira langsung menatapnya dan memeluknya sembari mencoba menahan tangisnya. Dipta membalas pelukan Amira, Dipta paham betul bagaimana perasaan Amira. Amira yang semula berusaha tabah dan kuat seketika menumpahkan segala tangisannya dalam pelukan Dipta.

“Tuan…aku harus bagaimana ini…” adu Amira sambil menangis dalam pelukan tuannya.

***

Dipta membiarkan Amira menangis dan berkabung untuk beberapa waktu belakangan dirumahnya. Dipta juga mulai bingung bagaimana caranya memberitau Amira jika kakaknya menggadaikan sertifikat rumahnya untuk pergi dengan kekasihnya entah kemana. Amira benar-benar sendirian, gadis tak berdaya yang harus menghadapi kerasnya dunia sendirian.

“Amira…” panggil Dipta pelan begitu memasuki kamar Amira.

Amira tak menjawab dan tampak begitu pucat keluar dari kamar mandinya, jalannya juga begitu sempoyongan dan nyaris jatuh kalau saja Dipta tak sigap menangkap tubuhnya yang makin kurus itu.

“Oh ya ampun Amira!” geram Dipta lalu menggendong Amira ke tempat tidurnya sebelum kembali panik dan repot membawa Amira ke rumah sakit pagi ini.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Dipta benar-benar bingung harus bagaimana menghadapi Amira sekarang. Gadis itu selalu keras kepala sebelumnya, lalu sekarang tak punya siapa-siapa dan lagi tiba-tiba jadi sakit seperti ini. Sejujurnya Dipta sendiri takut jika Amira kenapa-napa.

Bagaimana tidak, terakhir sebelum Pak Mul sakit ia juga sibuk dengan istrinya. Setelah istrinya meninggal tak berapa lama Pak Mul menyusul. Dipta jelas takut jika Amira akan bernasip sama. Bisa runtuh dunianya sekali lagi jika sampai itu terjadi.

“Amira…” lirih Dipta memanggil Amira lembut.

Amira hanya diam, ia sempat mengerjapkan matanya sejenak, membalas genggaman tangan Dipta lalu kembali terlelap. Tubuhnya juga demam dan masih panas meskipun sudah di infus begitu ia sampai di UGD.

“Bagaimana keadaannya?” tanya Dipta pada dokter.

“Semuanya akan baik-baik saja Pak, janinnya juga sehat, mungkin karena terlalu sedih dan berkabung jadi seperti ini,” ucap dokter menjelaskan kondisi Amira pada Dipta yang langsung membuat Dipta syok.

“Hah? Janin? Sejak kapan?” tanya Dipta kaget.

“Loh, bukannya sudah tau kalau istrinya sedang hamil minggu-minggu awal?” dokter balik bertanya.

“T-tap-tapi aku…” Dipta tak berani melanjutkan ucapannya dan memilih untuk membuat janji temu dengan dokternya sendiri.

Pikirannya sekarang lebih kacau dari sekedar memikirkan Amira yang tengah berduka. Dipta yakin ia mandul, meskipun belum pernah melakukan pemeriksaan. Dipta juga tak yakin jika Amira hamil karenanya meskipun selama ini hanya ia yang bercinta dengan Amira.

Dipta benar-benar dibuat kacau dengan pikirannya yang terasa begitu sulit ia terima. Ia senang mendapati fakta jika ia tak mandul, ia juga senang akan menjadi ayah, tapi masalahnya sekarang Amira. Amira belum tentu senang. Gadis keras kepala dengan banyak mimpi itu pasti akan mencoba untuk mengambil kebebasannya.

Dipta memutuskan untuk merahasiakan semuanya. Ia akan menjaga Amira dan kandungannya sembari merahasiakan semuanya. Dipta juga memutuskan untuk menawari kontrak baru pada Amira. Setidaknya jika Amira ingin bebas, Dipta masih bisa menjaga dan membesarkan anaknya sendiri.

Tak masalah bagi Dipta untuk membesarkan anak sendirian. Ia sudah lama kesepian dan mempunyai tambahan anggota keluarga baru yang jelas darah dagingnya sendiri jelas suatu kebanggaan untuknya. Dipta jadi punya pewaris dan penerus untuk segala yang ia miliki. Dipta begitu siap.

“Tuan…” lirih Amira. “A-aku mual…” keluhnya sembari mulai menangis lagi.

Dipta mengangguk lalu mendekap Amira. “Mau apa? Muntah?” tanya Dipta dengan lembut.

Amira menggeleng. “Mau pulang…” jawabnya.

“Tunggu infusnya habis ya, setelah ini kita pulang,” jawab Dipta sembari mengeratkan depapannya.

 Bab 06 – Runtuh-2

8
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share