Bab 02 – Tiga Bulan Perjanjian🔞
Amira mengamati
interior di dalam mobil mewah yang Dipta gunakan, belum selesai ia mengamati
dan mengaguminya kini ia sudah di ajak masuk kedalam rumah. Hanya ada kepala
pelayan yang menyambutnya juga dua orang pelayan lagi yang mengurus di dalam
rumah. Supir yang tadi tak ikut masuk.
“Jadi…”
Dipta
berjalan ke lantai dua sembari mengibaskan tangannya memberi isyarat pada Amira
untuk mengikutinya. Dipta terus melangkah di ikuti Amira kedalam ruang kerja
atau lebih tepat di sebut ruang healingnya disela kesibukannya. Ada sofa
besar yang nyaman juga beberapa minuman yang di pajang.
Dipta duduk
setelah membuka salah satu kaleng birnya. “Bagaimana?” tanya Dipta lalu
menyulut rokoknya.
Amira duduk
berhadapan dengannya tampak begitu gugup dan takut untuk menyampaikan
permintaannya. Tapi karena ia sudah sampai sejauh ini rasanya ingin mundur juga
kepalang tanggung dan memalukan.
“A-aku mau bekerja
disini, mau menjadi pelayan. D-dengan…dengan syarat…”
Dipta
menaikkan sebelah alisnya kaget Amira berani memberinya syarat.
“Aku ingin
hutang Ayah dianggap lunas dan pengobatan Ayah sekarang juga di lunasi,” lanjut
Amira menyampaikan keinginan dan tujuannya.
“Lalu apa
penawaranmu jika aku mengabulkannya?” tanya Dipta yang berharap akan mendapat
apa yang menjadi keinginannya.
“A-aku akan
menjadi pelayan disini selama 3 bulan full,” tawar Amira yang membuat Dipta
terbahak-bahak dengan tawarannya yang sama sekali tak seberapa dengan apa yang
di minta itu.
“Kamu tau
itu tidak seberapa dengan permintaanmu, bagaimana bisa kamu menawarkan itu
tanpa rasa malu dan tau diri Amira?” tanya Dipta setelah puas menertawakan
Amira. “Pulanglah, bekerjalah lagi saja,” usir Dipta sembari beranjak dari
duduknya.
“Ku mohon!”
Amira langsung bersimpuh di lantai. “Ku mohon, apa saja, menjadi peliharaanmu
juga aku mau. Tolong Ayahku!” Amira mulai memohon sembari bersujud dan menangis
di lantai.
Dipta tak
dapat menahan senyum kegembiraan penuh kemenangannya begitu melihat Amira
bersimpuh hingga bersujud padanya memohon sedikit kebaikan hatinya seperti ini.
Ini yang sudah lama ia tunggu dan ini yang sudah lama ia nanti-nantikan.
“Peliharaan?
Kamu yakin?” tanya Dipta dengan tampang mengejeknya meragukan penawaran Amira.
Amira
langsung mengangguk dengan cepat. “Iya, selama tiga bulan aku akan menjadi
peliharaanmu. Tolong bayar pengobatan Ayahku, anggap hutangnya lunas,” ucap
Amira mengiba.
Dipta
langsung tertawa mendengarnya lalu mengangguk dengan senang. “Baiklah,
persiapkan dirimu,” ucap Dipta lalu menekan bel untuk memanggil pelayannya. “Bawa
dia ke kamarku, bersihkan badannya,” perintah Dipta tanpa pikir panjang lalu
duduk di kursi kerjanya untuk mengurus surat perjanjian agar Amira tak kabur
setelahnya.
***
Setelah
Amira mengirim pesan pada Putri jika ia langsung dapat kerjaan dan sedang sibuk
mengurus segala berkas. Amira langsung menyerahkan ponselnya pada kepala
pelayan setelahnya lalu menerima peralatan mandi beserta baju gantinya. Perasaannya
sudah tidak enak, tapi hanya ini yang ia bisa. Tak ada lagi tempat yang bisa ia
tuju saat seperti ini.
Meskipun keluarga
Putri baik padanya, ia juga tak bisa terus bergantung dan merepotkan mereka.
Amira tak bisa terus menerus menjadi beban seperti ini. Terlebih kondisi ayahnya
yang terus memburuk dan keluarga Putri juga bukan keluarga kaya. Hanya sederhana,
dan pasti akan jadi beban jika terus meminta bantuan.
Setelah
mandi dan mengganti bajunya dengan gaun malam yang cukup sopan dan panjang
berbahan satin. Amira pergi kembali ke ruangan Dipta sebelumnya. Amira bersiap
dengan segala yang akan terjadi, ini pilihannya yang terbaik atau mungkin terburuk.
Tapi yang jelas hanya itu yang bisa ia pilih saat ini.
“Baca ini
terlebih dahulu,” Dipta menyodorkan surat perjanjian yang sudah ia buat.
Amira duduk
sembari membaca tiap poin yang tertulis disana. Selama tiga bulan ia akan
melakukan banyak hal yang tidak ia sukai. Karena ia terlanjur setuju untuk
menjadi peliharaan. Maka ini mala petaka yang ia dapatkan. Dipta memasukkan aktifitas
seksualnya kedalam daftar pekerjaan Amira.
“I-ini…serius?”
tanya Amira gugup.
Dipta
langsung mengangguk tanpa ragu. “Aku sudah menyiapkan semuanya sejak lama,”
jawabnya dengan senyum yang begitu puas diwajahnya.
Amira bergidik
ngeri membayangkan Dipta dan segala rencana gila yang sudah ia siapkan sejak
lama itu. Tapi dengan berat hati ia tetap harus melakukannya. Tidak ada yang
gratis di dunia ini, bahkan kotak amal juga memerlukan uang bukan doa.
Kepala pelayan
pergi meninggalkan mereka berdua seiring dengan kibasan tangan Dipta. Amira
dengan segala gejolak di jiwanya dan egonya untuk mempertahankan harga diri
akhirnya menandatangani perjanjiannya. Begitu berkasnya sudah di tanda tangani
dan mendapat cap jempol juga sebagai penguat diatas materai.
Dipta
langsung menunjuk lantai di sampingnya. Amira bergerak perlahan duduk dilantai
tepat disamping Dipta. Dipta memandangi wajah polos yang ketakutan milik Amira
itu lalu mengelus rambutnya.
“Kamu gak
bakal menyesal Amira, nikmati prosesnya saja agar tidak tersiksa,” lirihnya
yang cukup jelas di telinga Amira lalu melumat bibirnya dengan lembut.
Amira cukup
terkejut dengan yang Dipta lakukan. Ini ciuman pertamanya dan Dipta mencurinya.
Argh sial! Lebih sialnya lagi Dipta juga bisa mencuri keperawanannya juga dan Amira
tak bisa marah atau melawan karena sudah terlanjur sepakat.
“Apa ini
kali pertamamu?” tanya Dipta yang heran melihat Amira yang tak dapat di jawab
oleh Amira yang diam membeku.
Dipta tak
perlu dapat jawaban darinya langsung. Respon Amira sudah menjelaskan semuanya.
Dipta benar-benar senang dengan harta karun besar yang ia dapatkan. Tanpa banyak
basa-basi dan pikir panjang ia langsung membawa Amira ke kamarnya.
Dipta
langsung menidurkan Amira di tempat tidurnya lalu kembali mencumbu Amira. Persetan
dengan penolakan kecil yang Amira tunjukkan, toh pada akhirnya gadis itu tetap
pasrah tak dapat melawan. Memang licik, tapi Dipta tak peduli.
Dipta langsung
menelanjangi Amira juga dirinya sendiri. Dipta tampak begitu takjub dengan
tubuh Amira yang begitu memukaunya. Payudaranya yang padat berisi dengan
ujungnya yang mengacung seolah menantangnya. Wajahnya yang memerah juga
bibirnya yang tampak sexy. Jangan lupakan bagian kenikmatannya yang hanya di
tumbuhi bulu halus tipis yang membuat Dipta ragu jika Amira sudah 100% puber
atau belum.
Dipta
memulai secara perlahan mencumbu Amira, menghisap buah dadanya yang sintal itu
lalu terus kebawah memainkan lidahnya menjilat dan mengeksplor bagian
surgawinya yang begitu sempit dan basah itu. Dipta bisa kapan saja
melakukannya. Tapi mengingat ini adalah kali pertama Amira, ia ingin melakukannya
dengan lembut dan perlahan agar gadisnya ini menikmati semuanya.
“Tuan…”
rintih Amira tak tertahankan.
“Mendesahlah
Amira, mendesahlah, jangan di tahan. Aku suka,” saut Dipta sebelum menggenggam
tangan Amira dan mengarahkannya kebawah untuk menggenggam rudal perkasanya yang
harus dipuaskan setelah ini.
Amira
membelalakkan matanya antara kaget dan tak percaya namun setelahnya ia kembali
mengerang penuh nikmat karena lumatan dan sentuhan Dipta hingga akhirnya bagian
yang di tunggu tiba. Dipta langsung memasukkan rudal perkasanya secara
perlahan, pelan tapi pasti kedalam lubang surgawi yang begitu sempit itu.
“Aw! Ahh…sakithhh…perih…”
rintih Amira yang begitu kesakitan yang langsung mencengkram bantal dan seprei
yang ada di sekitarnya.
Dipta
sendiri kaget karena pemanasannya masih belum cukup panas untuk Amira. Entah karena
ukurannya yang terlalu besar atau Amira yang terlalu sempit. Dipta membiarkannya
bersarang cukuplama sebelum akhirnya kembali bergerak secara perlahan dan mulai
menikmati tubuh Amira dalam penyatuannya.