"Sofia!" tegur Nanik pelan ketika melihat putri semata
wayangnya memakan sisa ujung sayap ayam yang di atas tumpukan piring yang
hendak ia cuci.
Sofia hanya bisa cengar-cengir ketika Nanik menegurnya. Sudah lama Sofia
tak menikmati ayam, terakhir saat Bu Haji majikan ibunya yang bekerja sebagai
rentenir ini membuat acara syukuran 1 tahun yang lalu. Sudah, sejak itu Sofia
tak pernah makan ayam lagi.
"Nanti Ibu kan gajian, kita beli ayam sendiri ya," ucap Nanik
sembari terus mencuci piring di bantu Sofia yang sudah duduk di kelas 4 SD.
Sofia mengangguk dengan ceria, ia sudah mulai membayangkan nikmatnya
nasi dengan daging ayam, entah di goreng atau di masak apapun. Sofia sudah lama
ingin mencobanya. Biasanya Sofia hanya melihat saat majikannya makan, atau
dari acara kuliner di TV dan mendengarkan cerita teman-temannya soal makanan
enak yang baru mereka coba.
“Nanti kita beli ayam tepung yang ada di deket pasar ya,” ucap Nanik
sembari membuang sisa-sisa tulang dan sampah rumah tangga lainnya.
Sofia mengangguk. “Kalo bapak gak sabung ayam terus-terusan pasti kita
bisa makan ayam terus. Uang ibu bisa di tabung juga, gak buat si Jali terus!”
keluh Sofia pelan sembari membantu ibunya mengganti air di baskom tempatnya
mencuci piring tadi yang sudah begitu kotor.
Nanik tersenyum mendengar ucapan Sofia. “Meskipun Bapak gitu, Sofia gak
boleh benci Bapak. Maksudnya Bapak kan baik, kalo menang uangnya juga buat
Sofia kan?” hibur Nanik yang mencoba membesarkan hati putrinya.
Sofia menghela nafas lalu tersenyum kecut. Ia tak habis pikir kenapa
ibunya bisa secinta itu pada bapaknya yang tidak berguna. Sofia juga heran
kenapa bisa ibunya jatuh cinta pada bapaknya yang hanya jadi beban itu. Ibunya
memang tidak cantik seperti princess Disney, tapi ibunya juga tidak buruk
rupa seperti oger. Tapi kenapa bisa jatuh cinta pada ayahnya yang menyebalkan
seperti trol jahat. Aneh.
“Daripada duitnya buat modalin sabung ayam sama vitaminnya Jali, mending
uangnya buat aku! Aku gak pernah di kasih vitamin, masa iya lebih penting si
Jali daripada aku, daripada kita Bu!” ucap Sofia tak terima.
Nanik tersenyum mendengar putrinya yang sudah mengerti keadaan dan tak
bisa ia bohongi lagi. Sudah sulit rasanya bagi Nanik membesarkan hati Sofia
yang semakin hari semakin mengerti kehidupan. Nanik tau suaminya bukan pria
yang baik dan bertanggung jawab, bahkan untuk dirinya sendiri dan selalu
menjadi beban hidupnya. Tapi Nanik tak mau anaknya kehilangan figur ayah, Nanik
ingin memberikan keluarga yang utuh dan bahagia untuk Sofia meskipun kian hari
terasa kian mustahil.
“Nik! Ini bayarannya minggu ini ya. Saya potong 30% buat bayar utangmu,
masih inget kan ada bunganya juga?” ucap Bu Haji sembari memberikan tiga lembar
uang lima puluh ribuan pada Nanik.
“Nggih Bu, terimakasih…” ucap Nanik dengan sumringah dan tanpa
ada protes sedikitpun.
Sepanjang jalan pulang Nanik dan Sofia sudah membayangkan akan makan
enak berdua. Nasi ayam yang di jual di pinggiran jalan dekat pasar saat malam
hari. Nasi yang hangat di tambah dengan ayam bakar atau ayam gorang, lalapan,
sambal, es teh manis. Semua tergambar dengan indah di benak Nanik dan Sofia.
“Ini di simpan,” ucap Nanik memberikan selembar lima puluh ribu pada
Sofia karena tau jika suaminya tau ia pulang membawa uang nanti pasti akan
langsung diminta semua.
Sofia langsung berjongkok dan memasukkan uangnya kedalam kaos kakinya,
lalu kembali berjalan ke rumahnya. Benar saja begitu sampai rumah ayahnya sudah
menunggu sembari mengelus-elus ayam jagonya si Jali. Wajahnya tampak marah
karena menunggu Nanik dan Sofia yang pulang terlambat.
“Mana duit!” palak Irfan pada Nanik dan langsung merayah dompet kecilnya
dan mengambil semua uangnya. “Cuma segini?!” tanya Irfan begitu marah melihat hanya
ada dua lembar uang lima puluh ribuan yang di bawa Nanik pulang.
“I-iya Mas, kan buat bayar cicilan bunga hutang juga ke Bu Haji…” ucap
Nanik lembut berusaha menjelaskan pada suaminya.
“Istri gak bejus! Cari uang tu yang agak banyakan! Kalo cuma segini
doang, kalo menang dapetnya cuma dikit! Buat nraktir temen-temenku sama
vitaminnya si Jali udah kurang!” maki Irfan sambil menempeleng kepala Nanik
dengan penuh emosi.
Sofia langsung memeluk ibunya berusaha melindunginya, tatapannya
mendelik antara takut dan kesal pada sikap semena-mena ayahnya yang begitu
jahat pada ibunya.
“Ini juga anak kurang ajar, minta makan, minta bayaran sekolah, gak
ngehasilin apa-apa! Beban keluarga!” maki Irfan lalu mendorong Sofia menjauh
dari Nanik sebelum pergi dari sana.
Sofia tersungkur namun langsung bangun dan memeluk ibunya lagi. Tidak ada
makanan di rumah. Beras juga sudah habis. Sofia menghela nafas, begitu miris
terhadap nasipnya saat ini.
“Uangnya buat beli beras aja Bu,” ucap Sofia sembari masuk kedalam rumah
bersama ibunya.
Nanik tersenyum lalu memeluk Sofia. “Gapapa, nanti kita beli ayam sedikit
sama beras kalo masih cukup. Ibu kan udah janji. Sana mandi dulu,” ucap Nanik
lembut lalu merapikan rumah yang berantakan sembari menunggu Sofia selesai
mandi.
Nanik mendekap Sofia yang sudah mandi dan siap pergi. Baru Nanik mandi
dan bersiap-siap setelah menyisir rambut Sofia dan memakaikannya sedikit bedak bayi.
“Nanti kalo sudah besar cari suami yang sayang kamu, jangan kamu yang ngejar
buat di sayang suamimu. Jangan bodoh kayak Ibu,” ucap Nanik sembari menggandeng
Sofia pergi ke pasar bersama.
“Ibu ga bodoh, cuma kurang beruntung. Kayak kuis superdeal, Ibu dapet
zonk!” ucap Sofia lalu tertawa bersama Nanik.
Sepanjang jalan keduanya terus bercerita, menceritakan kegiatan di
sekolah, menceritakan mimpi indah mereka, membayangkan hal-hal indah bersama. Hingga
mereka sampai di tenda kaki lima yang menjual ayam bakar.
“Gak jadi gapapa Bu,” ucap Sofia begitu melihat harga seporsi ayam yang
mahal.
“Gapapa, ini ada yang murah. Makan sama kepala mau ya?” paksa Nanik yang
selalu berpegang teguh untuk menepati janjinya.
Sofia menghela nafas lalu mengangguk dengan berat hati.
“Nasi ayam kan cuma sepuluh ribu, nanti sisanya bisa buat beli beras
sama kecap,” ucap Nanik lembut lalu mencium pipi Sofia dengan gemas. “Maaf ya
Ibu ga bisa beliin paha sama sayap. Nanti Ibu kerja lebih keras lagi, Ibu
nabung biar nanti kita makan sama-sama ya,” hibur Nanik lalu merangkul Sofia
dengan penuh kasih sayang.
Sofia mengangguk lalu membalas pelukan ibunya. “Nanti kalo aku udah
besar, aku mau kerja di kantor. Punya uang banyak terus bisa bawa Ibu
seneng-seneng. Kita berdua aja,” ucap Sofia.
Seporsi nasi ayam datang. Sofia tampak begitu senang melihat pesanannya
datang. Tapi saat ia hendak melahapnya Sofia tak sampai hati untuk menikmati
ayamnya sendiri.
“Ibu ayo makan bareng, bagi dua…” ucap Sofia.
Nanik langsung menggeleng. “Ibu gak doyan ayam, Sofia aja yang makan,”
dusta Nanik lalu mempersilahkan Sofia makan sambil memandangi anaknya itu makan
dengan lahap.
0 comments